Mohon tunggu...
Ikhwan Mansyur Situmeang
Ikhwan Mansyur Situmeang Mohon Tunggu... -

Staf Pusat Data dan Informasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sinyo Harry Sarundajang: “Bupati/walikota Sering ‘Tak Mengacuhkan’ Gubernur”

28 Februari 2012   03:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:49 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada fenomena yang mengkhawatirkan bagi hubungan pemerintahan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yang menyangkut peran koordinasi serta pembinaan dan pengawasan gubernur sebagai kepala daerah otonom dan wakil pemerintah pusat di daerah terhadap penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota.

“Ada fenomena bahwa kabupaten/kota tidak memiliki hubungan hirarki dengan provinsi, sehingga bupati/walikota sering ‘tak mengacuhkan’ gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,” ujar Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang, saat menerima delegasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Ruang Huyula Kantor Gubernuran Sulawesi Utara, Rabu (6/10/2011).

Ia mencontohkan, perilaku bupati/walikota ‘tak mengacuhkan’ peran gubernur dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan, antara lain bupati/walikota langsung berhubungan dengan pemerintah pusat, bekerjasama dengan pihak luar negeri tanpa sepengetahuan pemerintah provinsi, perjalanan dinas, dan membuat perencanaan kabupaten/kota tanpa sepengetahuan gubernur.

“Ironisnya, ketika terjadi persoalan di daerah kabupaten/kota, misalnya bencana alam, wabah penyakit, kelaparan, pertanahan, batas wilayah, administasi dan hukum, atau gangguan keamanan, maka bupati/walikota meminta gubernur mengintervensi dan bertanggungjawab,” tambahnya.

DPD Irman Gusman bersama rombongan kunjungan kerja (kunker) ke Manado, Sulawesi Utara. Di “Bumi Nyiur Melambai”, kegiatan DPD antara lain membahas revisi Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Acara dihadiri Sekretaris Jenderal (Sesjen) DPD Siti Nurbaya Bakar dan Wakil Sesjen Djamhur Hidayat, Wakil Gubernur Sulawesi Utara Djouhary Kansil, unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Sulawesi Utara, pimpinan/anggota Komite I DPD dan Komite II DPD, pimpinan/anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara, sekretaris daerah se-Sulawesi Utara, rektor dan akademisi perguruan tinggi, tokoh agama, masyarakat, dan pemuda.

Ia menyampaikan beberapa pemikiran revisi UU 32/2004 sesuai dengan tugas dan kewenangan DPD sebagai representatif daerah otonom. Menurutnya, peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah harus memerhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi, dan keanekaragaman daerah.

Secara konsep dan aturan, ia menjelaskan bahwa pemerintahan daerah adalah keseluruhan subsistem pemerintahan negara yang berfungsi jika sub-subsistemnya terintegrasi atau saling mendukung dan tidak berlawanan. Pasal 18 UUD 1945 dan UU 32/2004 menyiratkan penyelenggaraan pemerintahan dalam sistem pemerintahan NKRI yang menganut konsep local state government dan local self government.

Local state government melahirkan wilayah administrasi pemerintah pusat di daerah (provinsi) yang direpresentasikan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan instansi vertikal, yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan berdasarkan asas dekonsentrasi. Sedangkan local self government melahirkan daerah otonom yang direpresentasikan oleh kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi.

“Dalam bangunan sistem pemerintahan negara, provinsi merupakan intermediate government yang menjadi penyambung dan penghubung kepentingan serta kewenangan bersifat nasional dan lokal,” kata Sarundajang mengenai posisi gubernur sebagai kepala daerah otonom sekaligus sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Ia menjelaskan beberapa fakta masalah UU 32/2004. Fakta masalahnya ialah belum jelas pilihan perspektif desentralisasi, sistem pemerintahan daerah, sistem perwakilan di daerah, struktur dan distribusi kewenangan pusat-daerah, serta cakupan otonomi daerah. Akibatnya, bentuk otonomi daerah belum sesuai dengan kebutuhan kondisi dan karateristik masyarakat.

Selain itu, terdapat kerancuan, inkonsistensi, bahkan kontradiksi sejumlah konsep dan aturan, antara lain hampir sama atau identik pembagian urusan wajib, baik bagi provinsi maupun bagi kabupaten/kota. Padahal, berbeda ruang lingkup otonomi dua tingkat pemerintahan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun