Mohon tunggu...
Ikhwan Mansyur Situmeang
Ikhwan Mansyur Situmeang Mohon Tunggu... -

Staf Pusat Data dan Informasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Todung Mulya Lubis: “Yang Membahayakan Kita adalah State Capture Corruption”

23 April 2012   01:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:16 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain menaruh perhatian yang sangat besar di dunia hukum dan demokrasi, mantan pengacara Time versus Soeharto ini menyukai sastra. Awalnya, ia menulis cerita pendek, puisi, bermain teater. Dari hasil perenungannya, banyak tulisan sastra yang dimuat Horison, Sastra, dan Basis. Antologi puisinya bersama Rayani Sriwidodo, “Pada Sebuah Lorong”, diterbitkan tahun 1968. Dia seangkatan dengan Sutardji Calzoum Bachri dan Abdul Hadi WM. Sebagai seorang seniman, ia selalu berurusan dengan tragedi dan ironi. Di sinilah kepekaannya terasah yang menjadikannya manusiawi.

Dari tiga unsur efektivitas dan efisiensi hukum (legal substance, legal structure, legal culture), yang menjadi prioritas pembaharuan hukum ialah legal structure. Pembaharuan legal structure (struktur hukum) menyangkut aparatur penegak hukum, baik hakim, jaksa, polisi, maupun pengacara, termasuk institusi hukum adhoc seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas Mafia Hukum). Membicarakan hukum tidak terlepas dari pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan advokat (pengacara) sebagai empat pilar hukum.

Apakah terjadi reformasi di empat pilar hukum? Begitu banyak berita hakim, jaksa, polisi, dan advokat yang memeras terdakwa atau hakim, jaksa, polisi, dan advokat “bermain mata” membentuk jaringan mafia kasus atau disebut juga makelar hukum. Mafia kasus merusak sistem hukum Indonesia. Kehadiran mafia membuktikan struktur hukum yang sebenarnya: bagus di luar tapi rapuh di dalam.

“Mafia kasus adalah akar kebobrokan hukum di Indonesia. Saya ingin, tidak hanya mereformasi kejaksaan, kepolisian, dan KPK, kita juga memberantas mafia kasus yang berkeliaran. Fenomena Anggodo jangan dibiarkan, harus diberantas,” pembaca novel karya Pramoedya Ananta Toer, Iwan Simatupang, AA Navis, John Stamp, dan Robert Frost ini menegaskan.

Menurut Ketua Executive Board Transparency International Indonesia (TII) ini, memberantas mafia kasus bisa dimulai di “pulau-pulau antikorupsi”, institusi-institusi yang terbanyak praktik korupsinya. Aktualitasnya sulit tapi bisa berdasarkan persepsi publik. Institusi peradilan seperti kejaksaan dan kepolisian dalam persepsi publik sangat negatif, karena korupsinya tinggi. “Kita harus ke institusi-institusi yang betul-betul koruptif dipersepsikan oleh publik dan kita menyerangnya total. Setelah diperbaiki, nantinya institusi-institusi ini menjadi ‘pulau-pulau integritas’. Mudah-mudahan, ‘pulau-pulau integritas’ ini menular ke instansi-instansi lain.”

Persoalan kita tidak hanya figur an sich, tapi sistemnya. Selama sistemnya tidak dibangun agar transparan dan akuntabel, checks and balances, maka apapun yang dilakukan tidak akan memenuhi keadilan. “Satu juta koruptor bisa ditahan, tapi akan lahir satu-dua juta koruptor yang lain. Buat saya, cara ini bukan solusi cespleng. Kecuali, kita membangun sistem agar orang tidak seenaknya korupsi, apalagi corruption by greed (korupsi karena rakus). Corruption by need (korupsi karena kebutuhan), selama remunerasi tidak dilakukan, akan selalu terjadi.”

“Yang membahayakan kita bukan corruption by greed, tapi state capture corruption (korupsi menyandera negara). Di negara ini, pembuat kebijakan, keputusan, undang-undang dikuasai oleh sekelompok orang untuk kepentingan bisnis mereka. Potensi korupsinya luar biasa. Jenis korupsi ini harus diwaspadai,” penyuka karya penyair Leon Trotsky, Soetardji Calzoum Bachri, dan Abdul Hadi ini menegaskannya saat Dialog Interaktif Prespektif Indonesia “Mengurai Wajah Aparatur Penegak Hukum” di Pressroom Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jumat (13/11/09).

Apa sih cita-citanya waktu kecil? Todung ingin menjadi diplomat. Dibayangkannya, diplomat adalah kesempatan belajar banyak, karena bisa ke berbagai negara. Tetapi, menjadi advokat dan aktivis ternyata juga bisa berjalan-jalan ke berbagai negara.

Sejak sekolah dasar, Todung gemar membaca novel, biografi, dan sejarah. Ia membaca sejarah Amerika Serikat, biografi George Washington sebagai presiden pertama, Thomas Jefferson sebagai perumus konstitusi, dan Benjamin Franklin sebagai salah satu pemimpin Revolusi Amerika Serikat dan penandatangan Deklarasi Kemerdekaan.

Siapa orang yang berpengaruh dalam hidup Todung? Profesor Daniel Saul Lev, profesor ilmu politik di Universitas Washington, Seattle, yang menjadi guru sekaligus sahabatnya sejak tahun 1971. Dia banyak membantu karir dan perjalanan hidupnya, termasuk menjadi promotornya ketika meraih gelar PhD in law. Lalu, Yap Thiam Hien, seorang pengabdi hukum sejati yang seluruh hidupnya berjuang demi keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Kemilau keteladanan Yap mengilhami Todung untuk memberikan Yap Thiam Hien Award, penghargaan tertinggi bagi mereka yang berprestasi dalam mempertahankan hak-hak asasi manusia.

Serta ayahnya, Sati Lubis, yang demokratis tapi mengajarkan disiplin, kejujuran, dan kesederhanaan. Sati adalah salah seorang pendiri Antar Lintas Sumatera (ALS), perusahaan angkutan yang menghubungkan kota-kota di Sumatera hingga Jawa dan Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun