Mohon tunggu...
Ikhwan Mansyur Situmeang
Ikhwan Mansyur Situmeang Mohon Tunggu... -

Staf Pusat Data dan Informasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sumatera Utara dan Masalah Pemekaran Daerah

27 Juli 2011   07:15 Diperbarui: 4 April 2017   16:41 2936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keputusan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara menyetujui usulan pembentukan tiga provinsi di wilayah tertentu Sumatera Utara. Rujukannya ialah Laporan Panitia Khusus (Pansus) Pemekaran Provinsi Sumatera Utara DPRD Sumatera Utara yang merekomendasikan pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumtra), Provinsi Kepulauan Nias (Kepni), dan Provinsi Tapanuli (Protap).

Pembentukan daerah provinsi dapat berupa pemekaran satu provinsi menjadi dua provinsi atau lebih, penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda, dan penggabungan beberapa provinsi menjadi satu provinsi. Persoalannya, pembentukan daerah kerap tanpa pengkajian kelayakan yang memuat penilaian kuantitatif dilengkapi penilaian kualitatif faktor-faktor tertentu.

Celakanya, tersiar isu bahwa untuk meloloskan rekomendasi, 10 fraksi DPRD Sumatera Utara menerima uang ‘ingot-ingot’ alias uang pelicin Rp 2,156 miliar. Pertanyaannya, apakah sungguh-sungguh hasil kajian Pansus Pemekaran Provinsi Sumatera Utara DPRD Sumatera Utara? Apakah sungguh-sungguh studi banding ke Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, kunjungan kerja ke daerah-daerah yang bakal dimekarkan, serta aspirasi kepala/wakil kepala daerah, pimpinan/anggota DPRD kabupaten/kota, dan organisasi masyarakat (ormas) di daerah yang bakal dimekarkan? Kita mempertanyakannya.

Normatifnya, pembentukan daerah provinsi harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan (Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah). Rekomendasi pembentukan tiga provinsi yang memecah wilayah Sumatera Utara menjadi preseden yang buruk, apalagi isu uang ‘ingot-ingot’ menyakiti perasaan masyarakat Sumatera Utara dan mengikis kepercayaan mereka terhadap pimpinan/anggota DPRD Sumatera Utara.

Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) mengevaluasi 57 daerah otonom baru bentukan tahun 2007-2009 menghasilkan empat masalah menonjol, yaitu penetapan batas wilayah, pembentukan organisasi perangkat daerah, penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan, serta pengalihan personil, pembiayaan, peralatan, dan dokumen (P3D) dari daerah otonom induk ke daerah otonom baru. Bagaimana mengantisipasinya?

Untuk penetapan batas wilayah, Kemdagri harus mempertegas cakupan wilayah dan memperketat persyaratan keberadaan peta beserta garis batas yang jelas dan akurat, dari peta sketsa ke peta lengkap sesuai dengan kaidah pemetaan dalam lampiran undang-undang tentang pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah. Jika Kemdagri mengantisipasi melalui pengaturan cakupan wilayah dan keberadaan peta beserta garis batasnya maka penetapan batas wilayah tidak lagi bermasalah.

Untuk pembentukan organisasi perangkat daerah, Kemdagri harus mengatur perampingan struktur tapi menggemukkan fungsinya dalam batas minimum kebutuhan daerah otonom baru. Jika Kemdagri mengantisipasi melalui pengaturan organisasi perangkat daerah yang ramping tapi gemuk fungsi maka pembentukan organisasi perangkat daerah otonom baru menjadi tidak lagi terhambat.

Untuk penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan, Kemdagri harus mengatur persyaratannya sebelum pembentukan daerah otonom baru. Jika Kemdagri mengantisipasi melalui persyaratan maka penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan daerah otonom baru menjadi lebih memadai.

Untuk pengalihan P3D dari daerah otonom induk ke daerah otonom baru, Kemdagri harus mengatur pernyataan kesediaan daerah otonom induk untuk mengalihkan P3D yang diinventarisir ke daerah otonom baru dan menyerahkannya ketika peresmian daerah otonom baru yang diikuti pemfasilitasian khusus. Jika Kemdagri mengantisipasi melalui pernyataan daerah otonom induk maka pengalihan P3D ke daerah otonom baru tidak lagi terhambat.

Evaluasi kinerja

Selain evaluasi pemekaran daerah otonom baru, Kemdagri mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru berdasarkan PP 6/2009 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggarana Pemerintahan Daerah (EPPD). Tiga elemen evaluasinya, yaitu Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD), Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD), dan Evaluasi Daerah Otonom Baru (EDOB).

EKPPD dilakukan setiap tahun, bersifat desk evaluation atau portofolio, dan indikator pengukurannya formulatif. Sumber datanya Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) yang disampaikan kepala daerah kepada Kemdagri.

EKPOD tidak dilakukan setiap tahun, bersifat tematik atau adhoc, dan indikator pengukurannya sumatif. Jika hasil EKPPD membuktikan daerah bersangkutan berkinerja rendah tiga tahun berturut-turut maka dilakukan EKPOD. Hasil EKPOD menjadi dasar Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) merekomendasikan penghapusan dan penggabungan daerah kepada Presiden. Untuk kepentingan kebijakan nasional, hasil EKPOD menjadi review pelaksanaan otonomi daerah.

Sedangkan EDOB hanya untuk daerah berusia kurang tiga tahun atau kepala daerahnya adalah pejabat atau caretaker yang belum defenitif atau belum merupakan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Aspek yang dievaluasi terbatas organisasi perangkat daerah, personil, DPRD, pendanaan daerah induk dan provinsi, batas daerah, infrastruktur, pelayanan masyarakat, dan tata ruang wilayah.

Selanjutnya, Kemdagri melakukan Pengukuran Kemampuan Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP). Kini, Kemdagri menyiapkan Instrumen Pengukuran Kemampuan Daerah Otonom Hasil Pemekaran yang mencakup peningkatan kesejahteraan masyarakat, tata kelola pemerintahan, pelayanan publik, dan daya saing daerah.

Penataan daerah

Mengoptimalkan pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru maka Kemdagri harus mempercepat penyelesaian Grand Strategi Penataan Daerah (GSPD) dan perevisian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, utamanya aturan penataan daerah (pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah). Prinsipnya, GSPD dan revisi UU 32/2004 menjelaskan konsepsi, pendekatan, dan strategi grand design otonomi daerah.

Di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah adalah kewenangan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan dan pembangunan. Penataan daerah berdasarkan pendekatan tiga dimensi yang statis dan dinamis, yaitu dimensi geografis, demografis, dan sistem (pertahanan keamanan, sosial politik, ekonomi keuangan, manajemen pemerintahan, dan administrasi publik).

Pembentukan daerah otonom baru dalam GSPD dan revisi UU 32/2004 harus bertahap melalui pembentukan daerah persiapan, yang bila dievaluasi setelah berusia lima tahun ternyata layak maka diproses menjadi daerah otonom defenitif. Sebaliknya, bila dievaluasi ternyata tidak layak maka diproses kembali ke daerah otonom induk. Demikian salah satu strategi grand design otonomi daerah versi Kemdagri.

Strategi lainnya dalam GSPD dan revisi UU 32/2004 menyangkut jumlah calon daerah otonom, jumlah penduduk, dan cluster pembentukan daerah otonom, yaitu menentukan luas wilayah dan jumlah penduduk minimal untuk pembentukan daerah otonom baru agar “sehat” otonominya. Caranya, membedakan persyaratan pembentukan daerah otonom baru antara daerah daratan dan daerah lautan.

Lalu, menata ulang daerah otonom yang mempertimbangkan asal usul, rentang kendali, cakupan dan karakteristik wilayah, serta efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan; memperketat persyaratan pembentukan daerah otonom baru sesuai dengan undang-undang agar mandiri daerahnya; dan mengestimasi jumlah ideal daerah otonom di Indonesia tahun 2025, setidaknya jumlah daerah otonom provinsi bila sulit memprediksi jumlah daerah otonom kabupaten/kota.

Merujuk empat masalah menonjol di daerah otonom baru hasil evaluasi Kemdagri berikut antisipasinya maka Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara harus mengkaji langkah-langkah meminimalkan konsekuensi keputusan Rapat Paripurna DPRD Sumatera Utara, khususnya kelayakan pembentukan tiga provinsi di wilayah tertentu Sumatera Utara. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara harus menyadari bahwa beberapa masalah tersebut jamak terjadi.

Isu penataan daerah belakangan menjadi perhatian karena ekses massifnya lima tahun terakhir, yang menyangkut konflik sosial, kualitas pelayanan, dan fragmentasi spasial pemerintahan daerah. Pembentukan daerah otonom baru yang tidak terkendali menyebabkan penyelenggaraan pemerintahan tidak efektif dan efisien. Kita mengkhawatirkannya terjadi menyusul pembentukan tiga provinsi di wilayah tertentu Sumatera Utara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun