Di Lombok, saya melihat hal yang berbeda, tingkat kesadaran masyarakat sudah sedemikian tinggi, beberapa kali mengunjungi kawasan pariwisata, saya tidak pernah menjumpai hal-hal seperti yang disebutkan di atas. Alih-alih meninggalkan sampah, para masyarakat sekitar kawasan wisata justru membuat tempat sampah khusus yang di letakan pada obek wisata tersebut. Mereka tidak ingin kenyaman pengunjung terganggu oleh hal-hal yang tidak di ingingkan. Bagi mereka, para wisatawan yang berdatangan serupa tamu yang harus dilayani dengan baik.
Di tengah keindahan Seger saat senja di ufuk sana, di atas pasir putih itu saya kembali menemukan embun untuk melepas dahaga wisata saya. Setiap pengunjung yang saya temui, selalu memancarkan decak kagum pada kemurnian pantai itu. Mereka seakan menemukan dunia baru yang belum terjamah. Saya melihat pemilik warung tengah sibuk menyiapkan kopi bagi pengunjung yang baru berdatangan, di sela gemuruh ombak yang ganas itu, saya melihat gelak tawa para turis diatas papan selancarnya, di antara batu-batu besar yang menjulang, saya melihat sepasang kekasih tengah asik berfose untuk mengabadikan kisah mereka, begitu juga ketika berada di jembatan panjang dari kayu yang jaraknya dekat dengan patung sang putri tadi.
Barangkali itulah sebabnya mengapa pada abad modern ini, NTB begitu diperhitungkan dalam hal pariwisata. NTB telah bertransformasi sebagai gerbong yang menampung banyak wisatawan, mereka telah berhasil ditarik dengan maghnet yang disebut "Keindahan", kini NTB serupa taman bermain anak-anak yang datang dari seluruh penjuru dunia, dengan latar belakang dan adat istiadat yang berbeda. Baik muslim atau non muslim, NTB telah siap menjadi tuan rumah yang baik bagi siapa saja.
Berbagai penganugrahan pada kompetisi pariwisata halal nasional tentu tidak serta merta timbul dengan sendirinya, saya membayangkan ada kesetaraan visi antara pemerintah dan masyarakat dalam memaknai pariwisata. Pemerintah telah memberi ruang kepada para cendikia muda untuk lebih memproduksi konten-konten positif seputar pariwisata NTB melalui ranah maya. Kini NTB tengah bersiap untuk menghadapi iklim berikutnya, mereka tengah menatap ajang yang lebih bergengsi di tingkat internasional, dan selama pemerintah berjalan selaras dengan masyarakat, bukan tidak mungkin NTB akan keluar sebagai yang terbaik.
"Imron, kenapa melamun. Cepat kesini, kita foto bersama," kata Oky dari kejauhan, mengajak saya untuk berfoto.
Seger adalah surga kecil bagi mereka yang lebih terbiasa dengan suasana pantai. Di balik gemuruh ombak pantai Seger, ada decak kagum yang tak terbantahkan, jauh di atas bukitnya yang menjulang, ada banyak keraguan yang telah terjawab, di balik semua itu ada cerita getir sang putri raja yang cantik jelita. Lagenda itu kemudian di abadikan dengan sebuah patung yang sampai sekarang masih berdiri tegak. Patung yang seolah siap menceritakan semuanya kepada para pengunjung.
Ketika matahari telah kelelahan dibalik awan, dan cahaya merahnya mengurapi kami, saya berfikir bahwa semuanya harus diakhiri, kami harus segera pulang, kami harus melanjutkan semuanya, sejenak berada disini membuat saya larut dalam keindahan. Saya bermimpi suatu hari nanti, saya akan kembali bersama keluarga kecil saya kesini, kembali menatap Seger dengan cerita baru. Saya telah menyerap banyak kisah manis dari Seger, tentu saja saya akan menceritakan kepada mereka, dengan sedikit pengharapan agar berita tentang keindahan pantai ini segera tersebar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H