Sudahkah aku bilang padamu tentang rasa yang telah lama ku simpan untukmu? rasa yang tumbuh tanpa permisi yang kemudian menyeretku ke dalam angan tak bertepi. Sungguh, sudah ku coba untuk menolak rasa itu, melemparnya dalam benci dan menguburnya dalam kawah tak peduli. Namun semakin aku mengusirnya semakin kuat rasa itu menarikku ke dalam pusaran rindu.
Masih aku ingat saat pertama kali melihatmu, laki-laki kecil berseragam putih biru di dalam bus yang penuh sesak dengan aroma menyengat paduan parfum dan keringat.Aku sudah memperhatikanmu, saat kau beri aku tempat dudukmu. Tak ada kata balasan saat ku ucap terima kasihku. kau memilih diam dan menyandarkan punggungmu pada sandaran kursi samping di depanku. Taukah kamu saat itu aku suka mencuri pandang padamu. Aku tahu saat itu ada sedikit noda tinta di saku atasmu, ada robek kecil di lengan bajumu yang sedikit kedodoran dan ada pin bergambar slank di tas ransel sekolahmu. Setiap detil yang ada padamu seolah menjadi sesuatu yang menarik untuk aku rekam dalam memory otakku.
Love at first sight? Aku tak tahu. Yang aku tahu sejak saat itu aku menjadi semangat untuk berangkat ke sekolah, berharap bisa bertemu denganmu lagi dalam bus yang sama. Aku juga semakin memperhatikan penampilanku. Yang kemarin aku slalu membiarkan rambutku acak-acakan tak karuan, kini aku ingin kelihatan rapi dengan menaruh bandana di rambutku, mengepangnya atau mengikatnya dengan pita yang manis dan lucu. taukah kau, laki-laki kecil tak benamaku, jika tiap pagi sebelum berangkat sekolah slalu ku selipkan harap dan doa pada Tuhan agar di pertemukan denganmu hari ini, walau 15 menit selama waktu di dalam bus saja.
Dan Tuhan ternyata benar-benar mengabulkan doaku , saat suatu sore aku di ajak ayahku untuk bertemu dengan seseorang yang akan di kenalkan padaku. Aku ingat sebelum berangkat, ayah berpesan padaku untuk menjaga sikapku, bersikap baik dan sopan. Aku tidak bertanya, dengan siapa aku akan bertemu, Aku hanya menganguk menghiyakan semua kata yang ayahku ucapkan. Dan dengan di bonceng dengan vespa tuanya, aku dan ayah menuju suatu rumah yang tak pernah aku datangi sebelumnya. Rumahnya kecil tapi rapi berpagar tanaman penitian. Di samping rumah mungil itu ada pohon rambutan yang sudah mulai berbuah. Dengan berjalan beriring aku di gandeng ayah menuju pintu rumah . Di ketuknya daun pintu bercat coklat itu, seorang wanita kira-kira berusia 35an membukakan pintu untuk kami. Wajahnya keibuan dengan ramah mempersilahkan kami masuk. Ayah dan wanita itu terlihat akrab. Aku lebih memilih banyak diam.
Aku tengah asyik memperhatikan tiap detail dalam rumah itu saat ayah menyentuh pundakku, dan mengatakan dengan lembut dan hati-hati bahwa wanita di hadapanku yang bernama bu Sri itu akan segera menjadi ibuku. Kaget tapi dalam hati aku senang karena akan segera ada yang menyiapkan aku sarapan dan menemaniku di rumah jika ayah pergi. Selama ini ayahku yang berperan jadi ibu sekaligus setelah ibu meninggal 5 tahun yang lalu saat usiaku masih 8 tahun karena sakit yang berkepanjangan. Aku tersenyum dan mengangguk. Aku akan mempunyai ibu baru, selintas pikiranku pada sosok ibu tiri yang jahat, namun segera aku tepis pikiran itu setelah melihat ibu Sri yang kelihatan ramah dan menyenangkan.
Ibu Sri memberiku pertanyaan dan ku jawab dengan malu-malu. Aku memang pemalu pada seorang yang belum begitu aku kenal. Setelah beberapa saat kami berbincang untuk saling mengakrabkan diri. Ibu sri berdiri memanggil seseorang yang baru saja datang.
Seseorang itu datang menghampiri kami, ibu Sri memperkenalkannya sebagai anaknya dan otomatis akan menjadi saudaraku. Nazriel, nama anak laki-laki itu. Hatiku mendadak berdebar keras saat melihat laki-laki kecil itu. Benar-benar kejutan buatku, yaaa..laki-laki busku tengah berdiri di depanku dan mengulurkan tangan padaku. Dan aku harus menerima kenyataan bahwa cinta pertamaku sebentar lagi akan menjadi saudaraku. Senang atau sedih dengan kenyataan itu, aku tak tahu, yang aku tahu sebentar lagi aku akan slalu bertemu Nazriel tiap hari di rumahku bukan di dalam bus.
Akhirnya kitapun tumbuh dalam asuhan yang sama. Dan lebih sering menghabiskan waktu bersama, berangkat sekolah bersama dan bermain bersama. Tahukah kamu kebersamaan kita membuat kekagumanku padamu semakin tumbuh subur dan berkembang tanpa bisa aku kendalikan. Namun kenyataan mengharuskanku untuk menyimpan rasa itu dalam-dalam.
Aku mencintaimu, jika bibir ini mampu mengatakannya. Mungkin aku sudah mengucapkannya padamu saat pertama kali aku bertemu denganmu.
Aku mencintaimu, jika kamu bukanlah kakakku. Mungkin aku akan mengatakannya setiap waktu dalam setiap hariku.
Aku mencintaimu……yaa aku sangat mencintaimu, namun sayangnya kamu adalah kakakku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H