[caption id="attachment_330807" align="alignleft" width="132" caption="ilustrasi: lukisan sendiri"][/caption]
Sekian lama waktu dan usahaku untuk melupakanmu harus berantakan seketika saat siang tadi di inbox sosmedku aku terima pesan darimu. Hanya dengan tiga huruf “hai” telah mampu mengingatkan akuakan semua tentangmu. Aku membenci kelemahanku untuk selalu tertarik dengan semua yang terjadi padamu. Entahlah, mungkin rasa yang pernah ada untukmu masih menyisakan akarnya di dasar hatiku. Flashback itu begitu tiba-tiba, aku hela nafas dalam-dalam dan ku hempaskan dengan kuat berharap rasa perih saat mengingatmu menguap. Piyyu, sampai kapan kamu mengganggu ketenanganku.
Ingatanku kembali pada seorang laki-laki berambut sedikit ikal dengan tatto tribal di lengan. Di awal perkenalanku dengan pIyyu tanpa sengaja di stasiun kereta. Saat kaki-kaki kecilku setengah berlari mengejar kereta yang perlahan meninggalkanku. Damn! Perjalanan macet menuju stasiun menyebabkan aku harus terlambat. Biasanya kereta sering berangkat telat, tapi ini justru menunjukkan jadwal keberangkatan yang tepat. Rasa panik langsung menyergap, kakiku ku ayun semakin cepat, dengan peluh di sekujur tubuh dan nafas ngos-ngosan aku berusaha mengejar kereta yg sedang mulaiberjalan. Tiba-tiba ada tangan yang melambai-lambai kearahku, menyuruhku berlari lebih cepat. Dan tap aku tangkap tangan kekar itu. Dan tangan itu berhasil menarikku ke sela antara gerbong kereta. Masih dengan peluh dan nafas yang memburu aku ucapkan terima kasih pada pemilik tangan yang telah membantuku naik. Dia tersenyum sekilas.
“Gerbong berapa?” tanyanya kemudian. Kusebutkan nomer yang tertera pada tiket.
“oh kebetulan kita satu gerbong, mari saya antar.” Tawarnya.
Tanpa berkata-kata lagi aku langsung mengikuti laki-laki penolongku. Dia menunjukkan tempat sesuai nomer yang aku sebutkan tadi. Dan dia mendapatkan duduk agak di belakang. Setelah mengucapkan terimakasih sekali lagi aku langsung mencari posisi ternyaman untuk tidur. Kebiasaan yang sulit di hilangkan bila naik bis atau kereta. Karna terlalu lelah tak beberapa lama aku sudah terlelap. Entah berapa lama aku tidur, saat ku sadari di luar kereta telah gelap. Ku buka tasku dan mencari ponselku, mengeceknya dan membalas beberapa sms yang masuk. Rasa lapar membuatku melahap sepotong roti dengan cepat. Dan dengan beberapa tegukan setengah botol air mineral telah berpindah tempat. Ah …masih beberapa jam lagi, keluhku dalam hati. Dan aku memutuskan melanjutkan tidur lagi. Aku terbangun saat kurasakan pundakku di tepuk seseorang, ku dapati laki-laki yang menolongku tadi sore berdiri di sebelahku.
“ Stasiun terakhir, mau turun apa tidak?” katanya. Ku usap mukaku, entah mimik wajahku bagaimana saat aku terlelap tadi. Ada sedikit rasa malu. Aku tersenyum dan menghiyakan. Dan ikut berdiri mengikuti laki-laki di depanku.
Tiba di stasiun kereta jam 3 dini hari. Terlalu pagi untuk melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Aku duduk di bangku peron, di ikuti laki-laki penolongku yang belum aku ketahui namanya. Mungkin dia berpikiran sama denganku saat kulihat dia melirik jam yang melingkar di tangan kanannya.
“makasih ya, sudah di bantu” aku mulai percakapan dengannya. Dia kembali tersenyum.
Akhirnya kami ngobrol panjang lebar, ternyata laki-laki yang baru aku tahu namanya Piyyu itu orangnya asyik juga, humble dan wawasannya lumayan. Hingga tak terasa sudah jam 5 pagi. Karna tujuan berbeda kami memutuskan untuk berpisah di stasiun itu, tapi tentu saja setelah kami saling bertukar no telepon.
Itulah awal pertemuanku dengan seorang Piyyu, setelah cukup mengenal akhirnya kami memutuskan untuk pacaran. Seperti kisah cinta lainnya, awal hubungan kami lalui dengan manis. Meskipun tampang sedikit sangar, Piyyu orangnya sangat romantis. Puisi-puisi cintanya membuat hatiku semakin meleleh. Namun, bukan cinta namanya kalau tak ada luka. Aku mendapati sms-sms mesra dari seorang wanita dan puisi-puisi cinta yang jelas bukan untukku di ponselnya. Sakit, pasti. Dan pertengkaran pertama terjadi. Dengan alasan iseng dia membela diri. Permintaan maafnya yang kelihatan sungguh-sungguh dan janji piyyu untuk tidak mengulangi membuat hatiku luluh. Aku memaafkan Piyyu, ah lelakiku ternyata manusia biasa yang bisa saja tergoda. Hubunganku terajut dengan manis kembali. Saatitu aku begitu mencintai Piyyu tanpa syarat apapun. Selang beberapa bulan, aku dapati ponselnya ada poto mesra dengan seorang wanita. Aku merasa terkhianati kembali. Pertengkaran ke dua terjadi. Kali ini Piyyu menangis di depanku. Entah itu air mata penyesalan atau hanya sandiwara. Yang pasti saat itu aku mendadak menjadi iba. Entah kenapa aku begitu lemah di depan piyyu. Dan bisa di tebak aku memaafkan Piyyu kembali. Kebodohanku hanya satu saat itu adalah terlalu mencintainya.
Namun, kepercayaanku telah di sia-siakan. Piyyu mengkhianatiku lagi. Secinta-cintanya wanita pada akhirnya menyerah juga jika harus tersakiti beberapa kali oleh laki-laki yang sama. Yang membuatku sakit hati, Piyyu mengatakan penyebab perselingkuhannya karna aku kurang perhatian dan posesif. Dia sudah menyalahkan aku untuk pengkhianatan yang dia lakukan sendiri. Saat itu hatiku sudah mati rasa. Kata-kata kasarnya begitu menyakitkan hati dan telinga. Aku menyerah…..
Aku mulai berusaha melupakan Piyyu, menghapus kenangan saat-saat bersamanya meskipun sulit. Dan inbox siang tadi telah memporandakan kisi-kisi yang susah payah aku tata untuk menjaga hatiku dari luka karena Piyyu.
Dan sekarang aku masih di depan netbookku, pada layar monitor yang terpampang wajah piyu. Perlahan ku arahkan kursornya pada tombol delete. Klik! Wajah itu menghilang…..kemudian ku dapati diriku sedang terisak sendirian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H