Mohon tunggu...
Pendidikan

Ayah-Ibu Jangan Malu, Aku Bisa Bicara Walau Aku Tuna Wicara

29 November 2018   01:44 Diperbarui: 29 November 2018   01:59 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu tahun yang lalu, tepatnya liburan semester 3 penulis diajak oleh salah satu teman yang kebetulan mengambil jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) disalah satu universitas yang berada di kota Malang. Pada saat itu penulis diajak untuk mengunjungi slah satu sekolah formal yang biasa berada di lingkungan masyarakat. Namun yang menarik disini adalah terdapat satu murid dari sekolah tersebut yang berkebutuhan khusus. Penulis penasaran bagaimana bisa anak berkebutuhan khusus seperti ini kok bersekolah di sekolah formal biasa? Mengapa orang tuanya tidak menyekolahkannya di Sekolah Luar Biasa?

Berangkat dari rasa penasaran tersebut, akhirnya penulis memberanikan diri untuk mendekati anak tersebut, atau sebut saja namanya Alya. Pada awalnya penulis merasa kesulitan untuk sekedar bisa berkomunikasi dengan Alya. Karena Alya yang notabene nya penyandang tuna wicara dan penulis memang belum pernah belajar bahasa isyarat sebelumnya. Akan tetapi disini penulis merasa terbantu dengan keberadaan teman penulis yang memang telah ekspert dalam hal berkomunikasi dengan orang atau anak yang berkebutuhan khusus.

Setelah berbincang sekitar setengah jam dengan Alya mengenai kehidupannya dirumah, mulai dari berapa jumlah saudaranya hingga pekerjaan orang tuanya. Selanjutnya setelah perbincangan tersebut, penulis semakin penasaran dan semakin diselimuti banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepala.

Bagaimana dia belajar dalam kelas? Bagaimana perasaan dia ketika berkumpul dengan teman-temannya yang notabene nya adalah anak yang normal? Bagaimana dia berkomunikasi dengan teman-temannya? Hingga apakah dia dapat mengikuti pelajaran dengan baik?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab secara gamblang oleh kepala sekolah. Ternyata Alya adalah anak satu-satunya dari pasangan suami istri yang mana kedua orang tua Alya ini memiliki kemampuan finansial yang kurang. Akan tetapi yang namanya orang tua pasti ingin melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang berpendidikan. Lantas kedua orang tua Alya menyekolahkannya di sekolah formal biasa karena katanya biaya untuk bersekolah di Sekolah Luar Biasa lebih mahal. Awal Alya masuk di sekolah ini dia sangat pendiam dan selalu merasa minder dengan teman-temannya, karena sebagian teman-temannya yang terkadang mengejek dia. Lalu tindakan sekolah disini yaitu sekolah meminta guru BK untung membimbing Alya agar menjadi anak yang percaya diri dan mau berkomunikasi dengan teman-temannya.

Waktu berjalan, Alya yang dulunya pendiam sekarang sudah mulai mau berkomunikasi dengan teman-temannya walaupun perasaan minder masih melekat pada diri Alya karena seringkali teman-temannya tidak mengerti apa yang ia sampaikan. Namun seiring berjalannya waktu teman-teman Alya tersebut sudah banyak mengenal Alya dan sudah banyak mengerti apa yang disampaikan oleh Alya walaupun dengan menggunakan bahasa isyarat.

Mengenai bagaimana ia belajar, kepala sekolah menjelaskan bahwa Alya termasuk golongan siswa yang rajin dan pandai. Walaupun dia tidak dapat berucap seperti teman-temannya yang lain, namun Alya sangat rajin menulis dan tidak jarang ia mendapatkan nilai tertinggi di kelas saat ujian tulis dilaksanakan. Kepala sekolah menjelaskan bahwa Alya memang mempunyai kelebihan pada tangannya. 

Ia memiliki tulisan yang bagus dan ia juga memiliki kemampuan untuk menulis puisi atau bahkan cerita-cerita fiksi. Melihat kelebihan Alya ini, lantas wali kelas Alya meminta guru BK untuk mengembangkan bakat yang dimiliki oleh Alya. Hingga pada akhirnya terdapat even di kota tersebut yang menyelenggarakan berbagai cabang lomba. 

Nah disini guru-guru Alya antusias mendaftarkan Alya dicabang lomba cipta puisi. Walaupun awalnya Alya menolak namun ia mampu mendapatkan juara ke-2 dalam even lomba tersebut. Dalam hal ini Alya membuktikan bahwasannya ia tetap bisa bicara walau ia tuna wicara. Yaitu tengan tulisan-tulisannya yang menjadi karya-karya nya yang akan dikenang sepanjang masa.

Nah dari cerita tersebut, penulis ingin menekankan kepada orang tua dan para guru di seluruh Indonesia bahwasanya setiap anak pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jangan terlalu fokus kepada kekurangan mereka yang semakin akan membuat mereka merasa kurang dan tidak bisa apa-apa, akan tetapi fokuslah pada kelebihan yang dimiliki mereka agar mereka dapat mengembangkan kelebihan mereka dan mereka juga dapat membanggakan diri mereka sendiri. Sekian tulisan kali ini semoga bermanfaat dan dapat membuka pandangan kita agar kita tidak selalu menganggap remeh setiap orang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun