[caption caption="rumahpemilu.org"][/caption]
Di beberapa daerah baru saja melaksanakan hajatan demokrasi berupa memilih calon pemimpinnya masing-masing yang sukses besar nyaris tak ada gejolak kecuali satu daerah di Sulawesi Selatan yang masih terjadi sengketa hasil pemungutan suara yaitu di Kabupaten Gowa. Selebihnya kompak manis siap menang dan siap kalah. Yang menang menyapa yang kalah, dan yang kalah mengucapkan kepada yang menang atas keberhasilannya dan berani mengatakan yang terpilih memang yang terbaik. Yang kalah juga harus menyadari legowo karena belum terpilih dan siap untuk maju pada pilkada berikutnya. Itu terjadi di daerah, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan tingkat Kota. Pada Pilkada Serentak 2015 yang baru lalu, berpolitik sangat cair tidak terjadi sekat-sekat yang membatasi antara KIH dan KMP seperti yang ada di tingkat pusat, mereka bisa menyatukan diri meski beda pandangan politiknya untuk mengusung bersama-sama calon Kepala Daerah pilihan mereka. Politisi daerah berkomitmen sungguh-sungguh ingin mambangun daerahnya, baik dari unsur KIH dan KMP bersatu padu bersinergi tidak ada lagi sekat politik, etnis dan agama, dan itulah sejatinya karakter Indonesia asli gotong royong secara politik, paling tidak belum terkontaminasi unsur jahat yang ingin memecah belah bangsa. Lantas bagaimana dengan cara berdemokrasi orang-orang di tingkat pusat yang katanya terpelajar, terdidik dan tahu peraturan dan perundang-undangan serta mengaku paling santun itu? Bak bumi dan langit tanpa malu dan cuek habis dengan cibiran rakyat sambil mempertontonkan culas dan arogannya sambil melemparkan tuduhan kepada kelompok lawan berbuat curang secara sistematis, masif dan terstruktrur. Ternyata tuduhannya semua tidak terbukti setelah fakta persidangan di Mahkamah Konsitusi digelar yang dikuatkan dengan hadirnya saksi-saksi dan katanya ratusan kontainer barang bukti sudah disiapkan pula. Itu menandakan bahwa elite politik pusat belum siap secara mental untuk berdemokrasi secara fair yang siap menang dan siap kalah. Bahkan sampai sekarangpun elite beserta pengikutnya masih belum rela megakui kekalahan dan masih uring-uringan tanpa sebab sehingga rakyat menjadi korban akibat saling sandera kepentingan termasuk sidang penetapan menentukan anggaran yang akan dipergunakan oleh pemerintah untuk keperluan pelayanan seluruh rakyat.
Tentunya sifat politik kekanak-kanakan yang dipertontonkan oleh para elite politik tingkat pusat harus merasa malu setelah melihat perhelatan Pilkada Serentak seluruh negeri yang terselenggara dengan sukses dengan menghasilkan 221 calon kepala daerah baru dan incumbent. Kenapa kedewasaan politik elite parpol tingkat pusat masih perlu dipertanyakan terutama pada Pilpres 2014 yang lalu? Itu tak lain adalah andilnya provokasi media yang mengaku selalu beda dengan yang lain itu, serta maraknya dukungan dari kelompok hitam yang memang gemar berkampanye hitam dan fitnah serapah berkepanjangan yang tujuannya untuk mempengaruhi massa yang mudah terprovokasi karena kelabilan jiwanya yang pada jaman orde baru sering diistilahkan dengan politik massa mengambang itu.
Solusi bagi politisi yang masih belum bisa muve on sampai sekarang, pergilah ke daerah-daerah terutama yang bau saja menyelenggarakan Pilkada Serentak kemarin untuk mendinginkan hati yang kelewat panas. Tidak perlu malu, tanyalah kepada mereka bagaimana cara berkompetisi dan berdemokrasi yang baik biar sifat angkara murkanya bisa dinetralisasi. Yang harus diketahui dan dipahami oleh elite parpol pusat, setiap kompetisi harus ada yang menang dan yang kalah, jangan ikut berkompetisi tapi maunya menang semua, itu tidak ada di dunia ini. Kalau mau cari yang seperti itu carilah di dunia lain mungkin ada. Sekali lagi tengoklan Pilkada Serentak 2015 kemarin, alangkah indahnya berdemokrasi di daerah. Hal seperti itu hanya akan terjadi bagi orang-orang yang telah dewasa berdemokrasi bukan cara demokrasi manja dan kekanak-kanakan yang selalu iingin menang meski rakyat belum memilihnya.
Bagi KPU Pusat harus buat aturan tegas, bagi calon pasangan yang tidak siap kalah dan kekanak-kanakan serta mau menang sendiri harus dianulir dari awal secepatnya agar tidak membuat repot KPU sendiri dan seluruh rakyat yang akan melelahkan selama lima tahun berikutnya. Paksalah mereka membuat pernyataan siap kalah secara fair sebelum bertanding bukan siap menang.
[caption caption="lampost.co"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H