Pada sidang hari ini (Selasa 11 April 2017) yang seharusnya beragendakan pembacaan tuntutan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), JPU mengaku tidak siap mengajukan tuntutan karena belum selesai mengetiknya. JPU tak bisa menentukan kapan mereka akan bisa menyelesaikan tuntutan tersebut. Waktu sehari, seminggu, dua minggu yang ditawarkan majelis hakim, dijawab dengan ragu-ragu, penuh ketidakpastian. Ahirnya majelis hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan tanggal 20 April, sehari setelah pencoblosan Pilkada DKI 2017 yang jatuh pada tanggal 19 April.
Keputusan hakim membuat ACTA (Advocat Cinta Tanah Air) meradang. “Ini mengabulkan permintaan Polri, alasannya mengada-ada, keamanan kondusif, kami sudah terbukti tidak pernah bersikap anarkis, dari 411, 212 sampai 313, padahal kalau kami mau bisa bakar semua!” katanya garang.
Dia mungkin lupa, apa yang bakal terjadi jika polisi tidak ketat menjaga aksi-aksi tersebut dan tegas bersikap: “Kalau ada yang bertindak anarkhis, kami takkan ragu bertindak!” tegas Kapolri dan Panglima TNI. Tak terbayang apa jadinya Jakarta jika Fahri Hamzah, Fadli Zon dan Amien Rais berhasil menduduki DPR/MPR saat 411. Tak terkatakan bagaimana mencekamnya Jakarta kalau Rachmawati, Sri Bintang pamungkas, Ahmad dhani, Ratna Sarumpaet, Firza Hussein berhasil membawa massa 212 ke DPR/MPR dan memaksakan sidang istimewa. Tak terucapkan kalutnya Jakarta jika Presiden RI Joko Widodo berhasil disandera Muhammad Al Khaththath yang sudah merencanakan struktur pemerintah pengganti sejak 6 tahun silam.
Dengan kata lain mereka jinak, damai, patuh karena dikawal dan diawasi ketat, bukan karena mereka cinta negeri ini!
Lantas apa artinya penundaan ini? Saya yakin JPU kesulitan menentukan tuntutan karena fakta persidangan tidak menunjukkan adanya perbuatan dan niat menistakan agama dari pihak terdakwa. Pasal hukum yang digunakan terbukti tidak bisa digunakan untuk tuduhan penistaan. Mereka tahu sekali itu. Namun mereka masih berusaha main sulap. Minta waktu untuk melanjutkan pengetikan. Entah mengetik apa.
Kalau ada yang mengatakan sidang ditunda karena tekanan polisi, itu naif sekali! Pengadilan sudah terbukti tidak bisa ditekan-tekan oleh massa ataupun kekuatan hukum dan keadaan manapun juga. Silakan demo dengan peserta yang diklaim diikuti 7 juta jiwa—suka-suka aja ngitungnya. Tapi pengadilan proses pengadilan tetap berjalan di relnya. Teriak-teriak, ngancam-ngancam? Di luar saja!
Apakah ini juga indikasi akan bebasnya Ahok dan selanjutnya memenangkan Pilkada DKI, karena sidang terbukti hanya untuk sekedar memperjelas bahwa sudah terjadi penzaliman dan kesewenang-wenangan terhadap Ahok, karena Sekarang warga DKI bisa melihat bahwa tuduhan menistakan agama murni tuduhan politis, hanya untuk sekedar menyingkirkan Ahok dari panggung kontestasi? Maunya sih demikian, tapi kita harus menunggu tanggal 19 April, hari itulah nasib Jakarta 5 tahun ke depan akan ditentukan.
Semoga kebenaran dan kebaikan menang, aamiiin…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H