Andi Widjojanto sudah digeser, diganti Pramono Agung, politisi senior dari PDIP. Kita sudah lihat betapa lebarnya senyum Pramono saat pelantikan kemarin. Berbagai kalangan menilai Pramono Agung tepat menggantikan Andi, karena lobby politiknya dianggap lebih mumpuni, sehingga bisa mengurangi beban Jokowi – JK dari berbagai masalah kecil yang suka diblow up lawan politik untuk mendongkrak citra mereka, walaupun tenyata mereka sama saja kacaunya (kasus Panglima TNI ‘Marseka’l Moeldoko rasanya cukup mewakili manajemen lapo tuak di DPR RI).
Saya tak tertarik dengan peran Pramono di sektor-sektor lain, hanya tertarik pada sektor komunikas politik ini. Apa ya maksudnya? Apa karena pernah jadi Wakil Ketua DPR di era SBY Pramono dianggap bisa lebih diterima di parlemen, yang fungsinya sekarang sudah bergeser dari legislator menjadi jegalator? Masuk akal juga sih.
Rekam jejak Pramono dalam mencairkan berbagai kebuntuan politik sejak Jokowi – JK memimpin negeri ini juga katanya bagus dan sering berhasil membuat elite politik yang bersitegang saling tersenyum manis, misalnya saat DPR RI terbelah di awal masa pemerintahan Jokowi-JK.
Oklah, itu fakta-fakta yang bisa saya terima, tapi saya tetap masih bertanya-tanya tentang komunikasi politik ala Pramono yang dianggap mumpuni ini.
Setahu saya--maaf saya tak terlalu banyak makan tahu, jadi mungkin yang saya ketahui sedikit saja—komunikasi politik bisa lancar karena 1.kedekatan, 2.kepentingan, 3. Kesalingpengertian, 4. Kecocokan pembagian.
Pertama kedekatan, soalnya ini saya sebenarnya juga masih ragu, karena saya yakin tak ada kedekatan emosional dalam politik, kecuali kedekatan temporer dan jangka pendek saat menghadapi musuh bersama atau ketika memperjuangkan kepentingan bersama. Namun kedekatan akan menjamin komunikasi politik bisa lebih sering dilakukan, karena faktor penghalangnya lebih sedikit. Pramono sebagai Sekjen PDIP dan mantan legislator tentu takdiragukan lagi dalam masalah ini.
Kedua kepentingan, ini merupakan unsur utama politik, karena kepentingan kebencian bisa disingkirkan sementara, kalau tak terdapat kata sepakat dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing, kebencian bisa kembali lagi dalam bentuk yang mungkin lebih ekstrim. Komunikasi politik akan berlangsung lancar kalau ada kepentingan bersama, atau masing-masing pihak memperhatikan kepentingan pihak lainnya. pramono pasti juga sangat paham hal ini.
Kesalingpengertian, komunikasi politik bisa terjalin lancar dan makin lancar bila kedua belah pihak memiliki kesalingpengertian yang tinggi. Pihak istana pengennya ini, parlemen atau partai-partai politik lawan, maunya itu, lalu perbedaan keinginan itu dikomunikasikan secara intens sampai ditemukan titik temunya, karena dalam politik tak ada yang tak mungkin, perbedaan seekstrim apapun pasti ada titik temu dan sarana untuk mempertemukannya. Bila sudah ditemukan titik temunya, komunikasi politik pasti akan berkelindan manis dan lancar, sampai salah satu pihak atau kedua belah pihak mulai ingin lebih. Pramono pasti juga sudah sangat tahu soal ini.
Kecocokan pembagian, nah ini kunci utama keberhasilan komunikasi politik. Biasanya komunikasi politik akan berujung manis kalau kompensasi yang diterima masing-masing pihak bisa disepakati oleh kedua belah pihak, meski ada pihak yang harus mengorbankan kepentingannya demi tercapainya kepentingan yang lebih besar. Kompensasi ini macam-macam bentuknya bisa berupa konsesi-konsesi, sejumlah dana segar, perempuan, brondong, posisi di pemerintahan, peluang-peluang bisnis, katebelece ini itu, pengampunan, tutup mata terhadap kesalahan, sampai permintaan agar mengalah dalam pemilu berikutnya. Apa saja bisa dijanjikan atau diberikan dalam negosiasi, yang tentu saja bisa dilanggar kapan saja tergantung siapa yang merasa di atas angin.
Pramono Anung diyakini akan lebih piawai dibanding Andi dalam menjalankan komunikasi politik ini, ye lah ye lah saya kutip aja kata Mail temannya Upin Ipin, tapi saya berharap komunikasi politik yang akan dikembangkan Pramono untuk menjinakkan DPR yang seperti saya katakan tadi telah berubah fungsi dari legislator menjadi jegalator atau bahkan begalator, tidak sampai menggadaikan komitmen Jokowi terhadap rakyat dan pembangunan jangka panjang yang baru dimulai, karena para penyamun politik itu takkan pernah kenyang dan terpuaskan syahwat politiknya pada kekuasaan.
Tak ada gunanya pemerintahan berjalan lancar kalau Jokowi dan rakyat tergadai, sudahlah dirongrong partainya sendiri, eh masih diblackmail lawan-lawan politik yang dengan senang hati akan menjadikan Jokowi sandsack politik mereka, jika tak mau diajak main.