"Apakah kami bagian dari NKRI? Kalau iya, mengapa kami tidak diperhatikan ?” begitulah ucapan bapak Kepala Desa Labuhan Ijuk kecamatan Moyo, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Desa yang terdiri dari 3 dusun ini, yaitu Ijuk Bawah, Ijuk tengah, dan Ijuk Atas dihuni 367 kepala keluarga dengan total 1.569 jiwa yang menghuni desa tersebut.
Jika dibandingkan dengan desa lainnya yang ada di Sumbawa dapat dikatakan bahwa desa ini tergolong desa terisolasi. Zaman sekarang teknologi sudah semakin canggih namun, hal ini tidak dapat dirasakan oleh masyarakat desa Labuhan Ijuk dikarenakan belum adanya alat bantu untuk berkomunikasi. “Dulu pernah dibangun tower kecil, kemudian dipanjat kera dan akhirnya roboh.”
Memprihatinkan memang, bahkan sinyal untuk telepon seluler pun tidak ada. Namun, hal ini tidak membuat semangat masyarakat down untuk membangun desa ini supaya maju, hal ini dibuktikan masyarakat dengan adanya pembangunan jalan menuju desa dan menggali sumur di belakang rumah masing-masing warga.
“Mendapat air minum saja sudah syukur,” begitulah ucap bapak kepala desa ini dikarenakan air sumur ternyata hanya dapat digunakan untuk keperluan lain namun tidak untuk diminum.
Lokasi desa yang tepat disebelah teluk Saleh ini memiliki masyarakat yang berbeda-beda suku yaitu Suku Makassar, Suku Bima, Suku Selayar, Suku Sumbawa dan Suku Bugis dan semuanya beragama Islam.
Jika melihat sejarah, desa ini muncul ketika seorang perantauan yang mencari ikan dan penghidupan singgah di sekitar labuhan ijuk. Suatu ketika ia kehausan dan mencari sumber air tawar di sekitar sana bersama anjingnya. Ia pun melihat anjingnya yang kehausan dan menggaruk-garuk tanah. pemuda tersebut mempunyai firasat bahwa anjingnya mencari sumber air.
Dibantulah anjingnya untuk menggali sumber tersebut dengan menggunakan sebilah bambu runcing untuk menggali. Pada saat penggalian ditemukan banyak ijuk yang muncul dari dalam sumur tersebut. Oleh karena itu desa ini dinamakan Labuan Ijuk. Sampai sekarang sumur tersebut masih ada dan dipergunakan warga sampai tahun 2014.
1569 jiwa yang ada di desa ini mempunyai sebuah masalah yang mungkin dianggap sepele oleh beberapa orang. Tapi bagi mereka adalah masalah yang begitu serius. Ketiadaan IPTEK yang menunjang merupakan faktor utama bagi mereka karena merasa terisolir dengan dunia luar. Ini dikarenakan tidak adanya Tower pemancar Sinyal handphone untuk komunikasi.
Sebelumnya pernah dibangun sebuah tower pemancar dari pemerintah, akan tetapi tower tersebut begitu kecil. Tower tersebut hancur oleh para monyet yang mendiami hutan sekitar Labuan Ijuk. Sampai saat ini, pengajuan dibangunkanya sebuah Tower pemancar sinyal sudah sering sekali dilakukan, namun belum ada realisasi oleh pemerintah daerah.