Mohon tunggu...
IMOSAC Jakarta
IMOSAC Jakarta Mohon Tunggu... -

Indonesia Movement Study & Analysis Center

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Nawacita, Milik Siapa?

22 April 2015   14:34 Diperbarui: 4 April 2017   17:20 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Presiden Joko Widodo resmi mencalonkan diri menjadi capres saat pilpres 2014 lalu, kata Nawacita kerap mampir di telinga dan pandangan rakyat. Sembilan cita-cita perjuangan pemerintahan Jokowi-JKyang bersumber kepada nilai-nilai TRISAKTI (berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam budaya) itu sampai saat ini masih nyaring disuarakan banyak pihak. Bedanya, ketika dulu Nawacita dipakai sebagai alat propaganda politik, saat ini justru kata Nawacita diarahkan kepada pemerintahan Jokowi sebagai parameter penilaian titik capai penguasa, terutama oleh para kritikus.

Yang menarik adalah ketika partai-partai koalisi pendukung Jokowi-JKyang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat,justru ‘sepi’ bicara tentang Nawacita. Bahkan ada diantaranya malah ikut “menyerang” Jokowi dengan mengkomparasikan hasil pencapaian pemerintah saat ini dengan grand-design kampanye bernama Nawacita.

Pertanyaannya sekarang adalah siapa pemilik Nawacita sebenarnya? Apakah Jokowi? JK? Partai pendukung Jokowi-JK? Atau milik koalisi secara bulat utuh?

Untuk mencari jawabannya, IMOSAC berkesempatan memuat hasil wawancara dengan Irwan Suhanto, anggota Dewan Pendiri Lembaga Kajian Strategis Nasional sekaligus pendiri IMOSAC. Ditemui di Jakarta, Irwan secara gamblang dan lugas menerjemahkan pertanyaan diatas. Berikut petikan wawancara tersebut :

IMOSAC:

Beberapa waktu belakangan pemerintahan Jokowi kerap disebut-sebut tidak lagi menjalankan amanat Nawacita, bahkan salah satu partai pendukungnya hampir secara tegas menyebutbahwa banyak kebijakan Jokowi telah melenceng dari cita-cita Trisakti yang termaktub didalam Nawacita tersebut. Tanggapan Anda ?

IRWAN :

Saya memang tidak mengikuti secara langsung bagaimana Nawacita itu berproses menjadi cita-cita politik pasangan capres-cawapres. Tetapi saya membaca cukup banyak referensi tentang Nawacita tersebut dari media maupun dari kawan-kawan aktifis yang sangat kebetulan ikut terlibat didalam perumusannya. Secara ideal, kalau tidak mau dikatakan normatif, maka saya harus katakan bahwa Nawacita sangatlah visioner, bahkan saya setuju apabila dikatakan bahwa secara tekstual konsep Nawacita mempertajam TRISAKTI Bung karno, istilahnya sebuah konsep break-down. Ada irisan nasionalisme yang teramat kental didalamnya, bukan hanya dalam penamaan tapi juga butir-butir yang termaktub didalam Nawacita itu. Tentu, saat kampanye lalu, ide Nawacita ini memperteguh komitmen kebangsaan pasangan Jokowi-JK apabila terpilih. Bahkan dalam konteks ekstrim, Nawacita seakan-akan menjadi diskursus bagi praktik bernegara kita sebelumnya, yang memang terkesan kering dari semangat nasionalisme.

Nah, yang sekarang ini kemudian menjadi aneh dan terdengar ganjil adalah ketika kemudian Jokowi disebut telah menghianati Nawacita, melenceng jauh dari Nawacita dan TRISAKTI. Saya balik bertanya, dengan alat ukur apa dan mekanisme yang mana, kita dapat memberikan label bahwa Jokowi telah menghianati Nawacita? Apakah ketika Nawacita dirumuskan, juga dibuat perencanaan matang tentang sistem monitoring dan kontrolnya? Atau kritik dan kecaman tersebut hanyalah permainan opini untuk kepentingan sempit semata ? Yang sangat tidak lucu adalah apabila kemudian para pendukung Jokowi malah menyerang Jokowi dengan mempergunakan Nawacita sebagai senjatanya, padahal tidak pernah ada kesepakatan dan kesepahaman tentang instrumen monitoring dan kontrol berkaitan dengan ukuran-ukuran sejauh mana Nawacita dijalankan oleh pemerintahan Jokowi. Menurut saya ada yang tidak tuntas disitu, ini adalah masalah klasik perjalanan sebuah ideologi hampir dimanapun berada, gilang gemilang dalam konteks retorika tapi payah dalam pelaksanaan.

IMOSAC :

Jadi Anda beranggapan Nawacita belum bisa dijadikan acuan prestasi dan pencapaian karena ada yang putus dalam sistem kontrol dan monitoringnya?

IRWAN :

Jelas. Kalau kita mau jujur, malah seharusnya Nawacita adalah pedoman bagi Jokowi menentukan kabinetnya. Kalau saja begitu yang terjadi maka saya yakin tidak akan ada menteri yang tidak maksimal. Secara pribadi, saya melihat kalau membaca Nawacita maka hampir separuh dari kabinet hari ini sangat jauh dari visi Nawacita itu. Tapi khan saat itu partai-partai pendukung diam saja, karena kemauan politiknya terakomodir. Sekarang begitu tidak lagi bisa ‘menitipkan’ kepentingan baru mereka teriak-teriak Nawacita, tidak fair dong namanya.

IMOSAC :

Anda terkesan skeptis kepada praktik kepartaian kita, mengapa begitu ?

IRWAN :

Saya tidak skeptis, saya pernah berpartai dan mayoritas kawan dan sahabat saya ada didalam partai. Tapi secara tegas saya menolak intervensi partai, sekalipun pendukung, kepada keputusan dan kebijakan presiden. Kalaupun diniscayakan praktik itu, maka harus atas kesepahaman yang utuh atas istilah bernegara dan berpartai. Tidak bisa kepentingan partai dipaksakan kedalam keputusan presiden, itu merusak namanya, praktik yang kerap saya sebut “praktik demokrasi destruktif”. Nah, Nawacita sekarang diseret-seret kesitu, kedalam proses desktruktif itu. Padahal saya saja yang bukan perumusnya berpikir bahwa Nawacita itu seharusnya menjadi haluan bernegara pemerintahan Jokowi, semacam GBHN dahulu.Ini kok malah dimanipulasi untuk pertarungan politik jangka pendek. Di banyak bekas pendukung seberangnya, Nawacita itu malah kerap jadi lucu-luan, jadi bahan bercanda, ini khan ironi.

IMOSAC :

Apa yang menurut Anda harus segera dilakukan terhadap Nawacita ?

IRWAN :

Karena sejak awal saya memang setuju dengan konsep Nawacita tersebut maka penting bagi saya untuk tahu lebih dahulu, siapakah pemilik sesungguhnya Nawacita itu. Ini penting karena jangan sampai Nawacita kemudian di klaim satu pihak, padahal itu hasil kesepahaman dan kontribusi banyak pihak.Jangan bilang Nawacita itu milik bangsa, milik rakyat, itu terlalu absurd.

IMOSAC :
Menurut Anda, Nawacita milik siapa ?

IRWAN :

Milik Koalisi Indonesia Hebat dan seluruh elemen pendukung Jokowi-JK. Bukankah mereka perumus Nawacita itu, yang tujuannya adalah sebagai guidens bagi Jokowi-Jk ketika berkuasa.

IMOSAC :

Lalu ?

IRWAN :

Ya, sebagai pemilik kolektif, maka perteguh, pertegas kepemilikan itu. Jangan hanya diam atau teriak-teriak, itu memberi kesan kurang matang, tidak negarawan. Koalisi dan para pendukung harus memperlengkap konsepsi Nawacita itu. Apabila telah lengkap maka hampir dapat dipastikan bahwa pelaksanaanya akan diawasi oleh sistem, sebuah struktur kontrol dan monitoring yang terukur. Sistem tersebut harus dirumuskan bersama, dan siapapun orangnya, bahkan Jokowi sekalipun, apabila tidak on the track akan disapu oleh sistem tersebut. Kalau saja ini terlaksana maka inilah kali pertama sebuah koalisi partai politik dan pendukung capres yang telah berpikir dan bertindak out of the box, ini sebuah langkah revolusioner. Karena persekutuan politik kemudian dilanjutkan dengan sebuah kesadaran kolektif menjaga langkah kebijakan politik kearah ideal bagi bangsa ini. Selama ini khan koalisi atau apapun namanya hanya berpikir soal bagi-bagi kuasa semata.

IMOSAC :

Apakah menurut Anda saran tersebut dapat dijalankan ?

IRWAN :

Harusnya bisa. Karena inilah cara kita mengukur partai-partai koalisi dan pendukung Jokowi. Mau kejar posisi jabatan atau mau memperbaiki negara. Saya pikir siapapun yang tidak sepakat harus dijadikan musuh bersama, karena yang tidak mau Nawacita dijalankan maka mereka jelas menolak TRISAKTI, menolak TRISAKTI sebagai sebuah kesepahaman dan kesepakatan kolektif bagi kemajuan bangsa harus kita sebut sebagai penghambat kemajuan bangsa, jelas mereka adalah musuh bersama bangsa ini.

IMOSAC :

Apa yang Anda bayangkan apabila Nawacita berhasil dijalankan ?

IRWAN :

Koalisi Indonesia Hebat dan barisan pendukung Jokowi-JK yang telah memeras otak menkonsepsikan Nawacita, lalu mereka kemudian mendeklarasikan “kepemilikan” mereka atas Nawacita, serta kemudian membuat sistem kontrol dan monitoring pelaksanaannya untuk mengawal pemerintahan Jokowi, sehingga Jokowi-JK tetap berada dengan tertib dalam track bernama Nawacita tersebut, maka saya bisa pastkan kita setidaknya dapat mencapai cita-cita ideal TRISAKTI. Tapi apabila Nawacita dilepas begitu saja macam hari ini maka kita akan semakin jauh dari tujuan mulia TRISAKTI. Dan jangan salahkan Jokowi kalau ia keliru karena memang tidak ada mekanisme kolektif untuk mengawasi dan mengingatkannya dari partai dan relawan pendukungnya.

IMOSAC :

Anda yakin kelompok politik lain diluar koalisi dan pendukung Jokowi akan menerima Nawacita ?

IRWAN :
Bacalah kembali isi dari Nawacita. Hanya orang-orang tidak waras yang punya agenda sendiri yang tidak sepakat dengan Nawacita. Saya yakin siapapun yang masih berakal sehat di republik ini akan menerima Nawacita. Kalau ada kritik dari luar, menurut saya itu bagian dari sistem kontrol dari luar, malah saya beranggapan bahwa dari situlah justru barisan koalisi dan pendukung Jokowi dapat segera lebih mengkonsolidasikan diri.

Kita lihat siapa dari koalisi pendukung Jokowi yang akan menginisiasi agenda untuk melengkapi tujuan pelaksanaan Nawacita. Merekalah yang akan tercatat dalam tinta emas perjalanan bangsa ini sebagai pihak yang berpikir jernih bagi kemajuan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun