Bukan hal sepele jika membahas tentang sistem pendidikan di negeri ini. Carut marut yang terjadi mulai dari susahnya akses pendidikan, faktor ekonomi dan kemiskinan, kurangnya tenaga pengajar di pelosok negeri, gaji guru honorer hingga segudang permasalahan lainnya yang berimbas pada pembentukan moral anak didik menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi pemerintah dan kita semua.
Sejak kecil kita ditanamkan bahwa siswa cerdas adalah mereka yang nilai matematikanya sempurna, ilmu hitungnya di atas rata rata. Sementara mereka yang menggeluti dunia seni bahkan tanpa adanya apresiasi. Sedangkan sesungguhnya kecerdasan sejati tidak diciptakan dari deretan angka angka tetapi sesuai dengan passion masing masing kepala. Sehingga banyak sekali orang tua di negeri ini yang mengkahwatirkan nilai ulangan harian anaknya tanpa peduli 'Anak saya ini senangnya pada bidang apa'.
Pendidikan adalah jembatan untuk menggapai apa itu perbaikan moral, namun sayangnya pendidikan tinggi tak menjamin budi pekerti. Tak dapat dipungkiri jika hampir seluruh penghuni rumah tahanan yang terantuk kasus korupsi adalah produk dari perguruan tinggi. Lalu apa yang dapat dibanggakan dari satu, dua, tiga atau empat belas gelar yang mereka sandang jika nyatanya masih ada niat untuk menggerogoti kekayaan negara sendiri?.
Hari Pendidikan Nasional adalah sebuah perayaan dimana para manusia pemilik gelar 'aktivis' boleh berteriak dengan toa toa. Tentunya dengan dalih ada amanat yang mereka bawa. Spanduk, handuk untuk mengusap peluh terik matahari siang akan sigap mereka bawa. Meledak ledak emosi mereka, menyuarakan hak hak pendidikan. Pendidikan yang mana? Pendidikan yang membuat mereka meninggalkan kewajiban kuliah di jam itu misalnya?.
Tanggal dua Mei adalah pestanya mahasiswa menyuarakan pendapat di depan rektorat. Mengkritisi kebijakan pendidikan yang kurang rapi. Menyodorkan data dan fakta yang ada. Suara mereka lantang bergema dengan yel yel serempak dan selalu sama "Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota...", dan terkadang melupakan berapa banyak aktivis penggulingan orde baru ke orde reformasi yang lupa diri dan terjerat kasus korupsi.
Namun begitu ada pula yang terlalu menikmati pendidikan dan berleha leha dalam kumparan kehidupan 'telat lulus'. Dimanjakan situasi, tak sadar jika galaksi terus berputar. Kemudian kala niat menghadap dosen sudah genap, baru memaki. Jangan bayangkan kedisiplinan mereka dalam dunia kerja sedangkan sejak mata mereka terjaga yang diingat hanya bayangan warung kopi dan jemari yang bersitegang dengan senar gitar.
Perguruan tinggi adalah pabrik yang mampu mencetak orang orang hebat, tetapi tak semua orang hebat dicetak oleh lingkungan perguruan tinggi. Negara tak bisa dipegang oleh mereka yang ketika menjadi mahasiswa sibuk menyusun strategi aksi namun meninggalkan jam kuis atau laporan praktikum. Negara tidak bisa diurus oleh mereka yang hanya sibuk berkelana sepanjang malam tanpa melakukan apa apa. Negara hanya dapat dibangun dengan kuat oleh pemuda pemudi yang tau menjaga diri dari kemewahan pendidikan yang memabukkan.
Selamat Hari Pendidikan Nasional.
Datang, kritisi, beri solusi akan lebih baik daripada terus memaki dan menghakimi. Mari kita gunakan masa masa belajar dengan sebaik baiknya. Ingatkan diri sendiri bahwa kadang pendidikan yang sedang kita tempuh kemudian kita keluhkan adalah impian besar bagi jutaan manusia di luar sana.
Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H