Pernahkah anda melihat seorang lelaki yang memiliki hobi menikah? Kadang istrinya dua atau bisa lebih dari sembilan, bahkan tak terhitung. Mereka adalah laki-laki yang sejatinya tidak mampu menahan nafsu birahinya dan kemudian saat ia diingatkan untuk meredam, ia akan membawa tebeng agama.
Seperti kita tahu bahwa Agama memperbolehkan laki-laki menikah lebih dari satu kali, terlebih khusus agama Islam. Dogma itu tetap diberikan syarat dan ketentuan bagi para penggunanya supaya tidak sewena-wena dalam menjalankan konsep rumah tangga. Syaratnya adalah keadilan. Namun dalam dogma lainnya, Islam mengatakan bahwa manusia tiada akan pernah bisa adil. Lalu mana yang benar?
Pernikahan lebih dari satu perempuan adalah hal lumrah dikalangan masyarakat timur. Sebelum Islam datang, tepatnya sebelum tahun 570 M (kelahiran Muhammad), masyarakat Arab menganggap perempuan adalah simbol untuk menentukan kelas laki-laki. Semakin banyak istri, laki-laki akan dianggap hebat. Jadi tak heran kalangan kaum jahiliyah itu menjadikan perempuan sebagai bahan koleksi (jumlah istri mereka mencapai ratusan orang) dan parahnya lagi tak jarang perempuan dijadikan alat tukar menukar di pasar.
Bisa jadi orang moderat, ilmuwan atau filsuf bisa bijaksana dalam mengelola istri-istri mereka jika mereka mengatakan bahwa dirinya bisa adil. Namun nyatanya, banyak filsuf gugur di medan non perang karena perkara rumah tangga yang dipicu oleh adanya wanita pujaan lain selain istri di dalam rumahnya, W.S Rendra, Mario Teguh, Rhoma Irama dan lain sebagainya. Mungkin itu yang disebut oleh dogma dalam firman-Nya bahwa manusia tidak akan pernah bisa adil.
Anehnya adalah budaya menganggap perempuan sebagai komoditas perniagaan kini mulai terbangun kembali dalam benak masyarakat modern di Indonesia. Memanglah kebiasaan berpoligami sudah lama ada di bumi pertiwi, namun, di era modern ini terasa sangat rancu jika warisan hobi menikah itu kita lakoni. Apa sebab?
Komnas perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001- 2012), sedikitnya ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap hari. Pada tahun 2012, setidaknya telah tercatat 4,336 kasus kekerasan seksual, di mana 2,920 kasus diantaranya terjadi di ranah publik/komunitas, dengan mayoritas bentuknya adalah perkosaan dan pencabulan (1620). Sedangkan pada tahun 2013, kasus kekerasan seksual bertambah menjadi 5.629 kasus. Ini artinya dalam 3 jam setidaknya ada duaperempuan mengalami kekerasan seksual. Usia korban yang ditemukan antara 13-18 tahun dan 25-40 tahun.
Data di atas memaparkan bagaimana kondisi perempuan yang sedang dijajah oleh dominasi laki-laki. Mereka mengalami luka fisik dan tentunya trauma. Bagi mereka yang tidak mengalami nasib kekerasan seksual namun tetap dijadikan istri simpanan, sejatinya mereka juga mengalami luka yang sama. Bedanya hanya pada tempat luka. Mereka yang berkata rela untuk dipoligami atau yang rela menjadi istri tambahan juga mempunyai peluang frustasi akibat nalar mereka akan terganggu oleh rasa cemburu.
Sesekali sampaikan pikiran anda sebagai lelaki kepada pikiran dalam wanita. Dengan sengaja banyak kaum lelaki membunuh kesempatan pendidikannya dan membuatnya menjadi bodoh untuk ditipu dan dikoleksi. Namun meski tidak berpendidikan, mereka tetap saja punya satu entitas rasa yang sangat besar, yakni rasa cemburu. Mameros (Duma, 2009) menyatakan cemburu merupakan reaksi yang terjadi pada hubungan romantis yang sedang terancam oleh pihak ketiga, ancaman ini bersifat subyektif dan nyata. Hal ini biasanya diikuti dengan rasa takut kehilangan pasangannya.
Menurut Surbakti (2009), cemburu timbul karena ingin memiliki sendiri pasangannya dan perasaan terancam karena kehadiran orang lain dalam hubungannya. Saat mengalami rasa cemburu biasanya sistem rasionalnya tidak bekerja sebagaimana mestinya. Lalu apakah kita sebagai lelaki akan terus meniadakan rasa adil dan kasih sejati kepada perempuan dengan menjadikannya sebagai bahan koleksi? Tentu hal ini harus dirubah dan roda warisan hobi pernikahan haruslah dihancurkan. Meskipun banyak tokoh agama di layar kaca dengan bangga mempamerkan banyak istrinya, sudah tentu mereka tak layak dijadikan panutan. Mereka belum selesai dengan pengenalan diri mereka sendiri dan menahan rasa nafsu mereka yang membabi buta.
Jejak Refrensi
- https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Modul%20dan%20Pedoman/Kekerasan%20Seksual/15%20BTK%20KEKERASAN%20SEKSUAL.pdf
- Surbakti, E.B. (2009). Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H