Pekan Gawai Dayak atau lebih sering dikenal dengan sebutan "Naik Dango" oleh masayarakat di daerah Kalimantan Barat, adalah kegiatan ritual adat seusai masa panen selesai yang dilaksanakan setahun sekali oleh masyarakan Dayak, Â Naik Dango merupakan sebuah tadisi dan adat istiadat yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Dayak secara turun temurun hingga sekarang ini.Â
Adapun tradisi ini dalam suku Dayak diperingati setiap bulan April setiap tahunnya setelah masa panen selesai, Naik Dango merupakan wujud rasa syukur masyarakat Dayak kepada sang Jubata (Tuhan) yang telah memberikan hasil panen yang melimpah kepada masyarakat (Priskila, 2010). Jadi Naik Dango biasa juga disebut sebagai gawainya orang Dayak sebagai tanda bahwa masa panen telah selesai. Biasanya kegiatan ini akan dilaksanakan oleh seluruh daerah di Kalimantan Barat (Gianty, 2017).Â
Naik Dango dilakukan secara bertahap mulai dari tingkat desa yang sering disebut dengan "Baroah", kemudian tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, hingga puncaknya pada perayaan Pekan Gawai Dayak Nasional yang mana pusat acaranya pada tinggkat Provinsi atau dilaksanakan di rumah "Radakng" yang terletak di Kota Pontianak.
      Pelaksanaan upacara Naik Dango juga dimanfaatkan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan kecintan masyarakat terhadap kebiasaan-kebiasaan di kalangan suku Dayak yang mulai menurun dikalangan masyarakat suku Dayak di Kalimantan Barat (Syafrita & Murdiono, 2020). Sebagaimana yang telah ketahui di era globalisasi saat ini terdapat kebebasan hubungan antar bangsa sehingga membawa kebudayaan asing yang secara perlahan-lahan dapat menggeserkan kebudayaan lokal. Dampak globalisasi yaitu akan terjadinya perubahan budaya yang terjadi didalam masyarakat tradisional (Suparno,Geri.A, 2018). Masyarakat suku Dayak percaya bahwa dengan melakukan upacara adat Naik Dango dapat membantu mereka dalam melestarikan nilai-nilai budaya Dayak serta yang terpenting ialah ungkapan rasa syukur masyarakat suku Dayak atas hasil panen yang melimpah kepada Tuhan (Syafrita & Murdiono, 2020). Pada dasarnya kegiatan ini bukanlah sekedar hanya ingin menonjolkan suatu etnik tertentu melainkan dalam rangkaian acara Naik Dango lebih ditekan pada prinsipnya adalah sebagai wadah untuk dapat mengali, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan dan adat istiadat Dayak yang juga merupakan aset berharga terlebih di Kalimantan Barat. Melalui adanya acara Naik Dango ini setiap sub suku Dayak dapat mempertontonkan keunikan kebudayaannya masing-masing yang merupakan warisan dari para leluhurnya yang terus dilestarikan (Lituhayu, 2011).
      Dengan adanya Pekan Gawai dayak "Naik Dango" ini diharapkan selain dari pada bentuk upacara adat Dayak dan ucapan rasa syukur kepada Jubata (Tuhan), tetapi juga dengan adanya tradisi Naik Dango yang dilaksanakan secara turun-temurun ini mampu untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal yang ada di Kalimantan Barat sehingga tidak terkikis oleh arus globalisasi dimasa sekarang ini.
Daftar pustaka
Gianty, G. (2017). Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah , memperbaiki , dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial , selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat ya. Journal of Experimental Psychology: General, 136(1), 23--42. http://kc.umn.ac.id/5548/1/BAB II.pdf
Lituhayu, H. (2011). Makna Pekan Gawai Dayak Di Pontianak Bagi Masyarakat Dayak Kalimantan Barat. Juli, 1--126.
Priskila, H. (2010). Tradisi Naik Dango Suku Dayak Kanayatn: Kajian Asal Usul, Proses Ritual, Fungsi dan Nilai.
Suparno,Geri.A, Â dkk. (2018). GAWAI DAYAK SINTANG STKIP Persada Khatulistiwa Sintang A . 3(1), 43--56. http://jurnal.stkippersada.ac.id/jurnal/index.php/PEKAN/article/view/144/140
Syafrita, I., & Murdiono, M. (2020). Upacara Adat Gawai Dalam Membentuk Nilai-Nilai Solidaritas Pada Masyarakat Suku Dayak Kalimantan Barat. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 22(2), 151. https://doi.org/10.25077/jantro.v22.n2.p151-159.2020