Mohon tunggu...
Immortal Unbeliever
Immortal Unbeliever Mohon Tunggu... wiraswasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Headstrong, Stubborn, Greatdash, Stedfast E:riot@america.hm

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sampai Kapanpun Tak Mungkin Stop Polemik 'Selamat Natal'

15 Desember 2014   20:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:16 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1418624988108897037

[caption id="attachment_382769" align="aligncenter" width="593" caption="sumber gambar:muslim.or.id"][/caption]

Apakah RASIONAL bisa menghentikan polemik 'selamat natal'?, jawabannya : sangat irrasional. Karena, polemik yang muncul pasca dikeluarkannya  Fatwa MUI pada 1981 yang saat itu diketuai oleh Buya Hamka tentang larangan mengucapkan 'selamat natal', telah menjadi serentetan bom waktu yang selalu 'meledak' menjelang 25 desember.

Pada saat itu, karena fatwa MUI itu sangat menghebohkan, maka Pemerintah Orde Baru 'menekan' agar Buya Hamka menarik fatwa tersebut. Buya Hamka melakukan itu walau  kemudian mengundurkan diri sebagai Ketua MUI. Yang menariknya Buya Hamka mengeluarkan komentar '...meskipun fatwa tersebut ditarik, namun tak mengurangi keabsahannya.

Yang patut disimak adalah, mengapa ulama sekaliber Buya Hamka sampai terganggu dengan ucapan 'selamat natal' dari muslim ke nasrani?. Bagaimana bila dibandingkan dengan kejadian setiap tahun di Palestina, di saat Natal, dari jamannya Yasser Arafat hingga Mahmoud Abbas, yang selalu bukan hanya mengucapkan selamat natal, akan tetapi malah hadir di ibadah natal di Gereja.

Karena merasa tak mampu menebak apakah bagi yang mengharamkan mengucapkan selamat natal itu bernilai sama dengan makan babi, maka itu menjadi haram?

Yang pasti, sejak munculnya fatwa MUI pada 1981 itu, kehidupan beragama lambat laun menjadi kian sangar. Yang dahulu antar kerabat yang berbeda-beda keyakinan bisa saling mengunjungi untuk berbagi ucapan, maka ke mari semakin jarang dan semakin menjauh. Kerusuhan SARA pun kian sering karena bibit saling curiga telah dicetuskan sejak saat itu.

Ke depan, polemik serupa akan terus terjadi menjelang 25 Desember. Sama pula dengan polemik hari Valentine, walau dihujat dan  ditolak, tetap saja menjadi acara rutin. Sama dengan Maulidnya Isa, nabi quddus menurut surat 19:19 itu, yang telah puluhan abad berhari ulang tahun.

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/19/078629615/Soal-Natal-FPI-Anggap-Presiden-Jokowi-Murtad

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun