Mohon tunggu...
Immortal Unbeliever
Immortal Unbeliever Mohon Tunggu... wiraswasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Headstrong, Stubborn, Greatdash, Stedfast E:riot@america.hm

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dilema Peristiwa Gerhana Matahari Total, antara Melihat atau Salat

8 Maret 2016   21:47 Diperbarui: 8 Maret 2016   21:50 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gerhana Matahari Total 2016 tanggal 9 Maret 2016 adalah peristiwa alam biasa di masa modern ini. Karena merupakan peristiwa alam biasa maka respon terhadap peristiwa serupa adalah biasa-biasa saja. Beda dengan era jaman dahulu saat di era tanpa agama maupun saat kemudian agama samawi sudah merasuk. Dalam banyak konsep era saat tanpa agama maka peristiwa gerhana matahari dianggap sebagai fenomena alam yang menakutkan, dibayangkan saat itu  matahari ditelan oleh makhluk seperti Naga atau Raksasa. Untuk mengusir sang Naga atau raksasa maka dibunyikanlah kegaduhan agar matahari dimuntahkan kembali.

Saat agama muncul, konsep menakut-nakuti yang mirip dikemas secara lebih rasional walaupun tetap irrasional sejatinya. Dikisahkan adanya peristiwa gerhana itu adalah sarana bagi zat yang maha kuasa untuk menakut-nakuti manusia agar selalu ingat dan taat terhadap zat yang maha kuasa itu. Untuk menanggapi peristiwa gerhana matahari itu, respon yang dilakukan manusia tidak perlu lagi melakukan kegaduhan melainkan beribadah agar selalu ingat dan takut terhadap zat yang maha kuasa itu.

Prediksi durasi Gerhana Matahari Total tanggal 9 Maret 2016 hanya berlangsung selama tidak sampai 3 menit pada wilayah-wilayah mulai Propinsi Bengkulu sampai Maluku Utara.

Dilema kembali muncul, antara ingin melihat atau salat. bila melihat maka tak salat, sebaliknya bila salat maka pasti tak melihat peristiwa alam yang langka terjadi di wilayah yang sama.

Pada saat demikian maka konsep agama bahwa peristiwa Gerhana Matahari Total itu adalah sarana dari zat yang maha kuasa untuk menakut-nakuti manusia harus dipertanyakan jika berani, tapi jika tidak berani  maka terima saja konsep itu dan tetaplah ketakutan dan jadikan ibadah sebagai jalan keluarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun