Mohon tunggu...
Immortal Unbeliever
Immortal Unbeliever Mohon Tunggu... wiraswasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Headstrong, Stubborn, Greatdash, Stedfast E:riot@america.hm

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebodohan Kawin dengan Agama, Jadilah Terorisme

23 Januari 2016   14:58 Diperbarui: 23 Januari 2016   15:08 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Berulang-ulang terjadi tindakan terorisme. Akan tetapi sampai kini  "stake holder" yang bertanggung jawab mengeliminasi terorisme masih terbingung-bingung apa akar masalahnya. Namun bahagianya adalah mereka mengakui dengan berat hati bahwa terorisme itu bersumber dari nats kitab suci yang merupakan pilar agama. Untuk itu sudah jauh-jauh hari dilakukan program yang namanya 'deradikalisasi' terhadap semua orang yang berpotensi menjadi teroris atau mencegah yang sudah kadung menjadi teroris agar supaya pensiun dari predikat teroris. Dalam program deradikalisasi tersebut dilaksanakan program-program mahal seperti mengimpor ulama-ulama timur tengah yang anti teroris untuk melakukan pendekatan dengan narapidana-narapidana teroris. Apa daya program ini tidak mustajab. Narapidana-narapidana teroris itu hanya sebagian yang mau kembali ke jalan yang benar, selebihnya yang mayoritas akan kembali lagi mengerjakan pekerjaan teroris selepas lulus dari Lembaga Pemasyarakatan. Usut punya usut akhirnya ketemu juga jawaban, mengapa terjadi demikian.

Dari banyak sumber tentang terorisme, ternyata ada benang merah yang kental : mereka para pelaku terorisme itu rerata bloon walaupun ada yang cerdas. Bahkan yang terlihat cerdas di bangku sekolah menengah atas semacam alm imam samudra (sengaja namanya ditulis dengan huruf kecil semua, agar pengikutnya tidak besar kepala), tetaplah orang bloon. Mengapa bloon? karena alm imam samudra ini punya keyakinan membunuh orang yang berbeda (kafir, menurutnya) akan menghantarnya ke pangkuan atau malah memangku 72 bidadari yang selalu perawan. Padahal, mana buktinya akan terjadi demikian?, itu khan hanya keyakinan subyektif akibat cuci otak.

Sekarang kenapa orang yang terlihat cerdas di bangku sekolah seperti itu mendadak jadi bloon?, jawabannya: karena pada dasarnya mereka ini memang bodoh, kalau tidak bodoh pasti sudah bergelar sarjana S1, S2, S3 dan seterusnya.

Orang-orang bodoh ini kemudian dalam perjalanan hidupnya dicekoki oleh nats kitab suci yang secara lambat laun membuat mereka kian bodoh. Kian bodohnya mulai terlihat tatkala mulai meyakini bahwa orang-orang berbeda (kafir, menurutnya) boleh diperlakukan seenaknya, harta mereka boleh dirampok, dan nyawa mereka boleh direnggut tanpa merasa berdosa. Keyakinan demikian sah-sah saja bila tidak direalisasikan, cukup disimpan dalam hati. Tapi dasar teroris tai, mereka ini mulai bertindak sesuai dengan cuci otak yang diyakininya itu, untuk mulai melakukan tindakan keji terhadap orang-orang berbeda (kafir, menurutnya), bahkan bila ada orang-orang seiman dengan mereka namun menghalang-halangi tindakan mereka, orang-orang seiman tadi boleh juga dibunuh karena mereka ini 'thagut'( bukan ogut wkwkwk).

Sudah belasan tahun sejak serentetan bom di malam natal tahun 2000, kasus terorisme tidak pernah berhenti. Apa sebabnya?, Jawabannya mudah sekali, disini banyak 'bahan baku' (orang bodoh) yang bisa dicuci otak menjadi monster teroris. Dan 'bahan baku' lainnya juga tersedia yaitu agama. Orang bodoh kawin dengan agama, jadilah teroris.

Mau menyetop ini semua?, gampang, jauhkan semua orang bodoh dari ajaran agama, jadikan mereka sekuler namun diajarkan kesetaraan hak setiap individu. Jangan biarkan orang bodoh leluasa beragama. Jadikan mereka pintar dahulu baru boleh beragama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun