Mohon tunggu...
Mega Widyastuti
Mega Widyastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Mahasiswi jurusan Psikologi dan Sastra Hobi membaca dan menulis Genre favorit self improvement dan psikologi Penikmat kata Instagram @immegaw

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang hidup, Latihan Bersyukur

26 Juli 2023   06:00 Diperbarui: 26 Juli 2023   06:15 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hey, menurutmu hidup itu apa? Apakah sebatas makan, minum, belajar, dan bekerja? Kurasa tidak.

Selalu ada hal yang baru saat kita melangkah. Hanya saja, kita jarang menyadarinya atau bahkan kita mengacuhkannya. Sering aku jumpai sesuatu yang begitu menarik dalam hidup ini. Sesuatu yang sangat menarik namun sangat jauh dari 'kehidupan glamour'. Sesuatu yang sederhana maksudku. Sesuatu yang begitu sederhana saking sederhananya mampu menyentuh relung hati, juga karena saking sederhananya sampai terabaikan dalam hidup ini. Sesuatu yang... yeah, benar-benar sepele bagi kebanyakan orang.

Suatu hari, saat aku sedang berjalan dipinggir jalan sebuah kota kecil. Kujumpai satu keluarga utuh. Tampaknya mereka sedang beristirahat. Dari kejauhan aku memperhatikan betapa lelahnya sang ayah, peluhnya mengalir deras sampai membasahi kaos yang digunakannya. Kulit hitam dan kasar miliknya menandakan betapa kerasnya ia menjalani hidup. Kemudian, kuperhatikan pula sang ibu... rambut ikal tak terawat namun tetap terlihat indah, dress usang yang digunakan yang entah sudah berapa tahun ia gunakan, lihatlah! betapa cantik dirinya jika dilihat dari sisi kemanusiaan. Ditambah keteguhan hati dan kesetiaan menemani sang suami dami keberlangsungan hidup anak tercinta. Dan anak itu, dengan jiwa polosnya ia tertawa bahagia padahal tidak tahu apakah setelah tawa itu ia masih bisa makan dengan layak atau tidak.

Baca juga: Aku Lelah

Tak lama, sang ayah bangun dari duduknya, disusul sang ibu. Mereka bekerjasama menarik dan mendorong gerobak barang bekas itu. Tanpa aba-aba kakiku melangkah berlari menuju kearahnya, memberikan beberapa lembar rupiah kepada mereka. Hey lihatlah! Rupiah itu tidak begitu berarti bagiku, tapi bagi mereka yang menerimanya, mereka sangat mensyukuri pemberian yang tak seberapa itu, sampai menganggapku sebagai malaikat.

Aku malu, aku hidup berkecukupan tapi sering mengeluh

Aku malu, aku hidup tapi naluri kemanusiaan mempertanyakan hadirku didunia ini

Baca juga: Aku Kuat

Maafkan aku, Tuhan

yang sering kali mempertanyakan nikmatmu padahal sudah kau berikan melimpah untukku

Syukuri dan nikmatilah hidup ini secukupnya, jangan lupakan kewajibanmu terhadap Tuhan, sesama manusia, dan makhluk yang ada didunia ini.

Baca juga: Pengagummu

Ingat, semua ini nantinya akan dipertanggungjawabkan diakhirat nanti

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun