Pernah gak sih kamu penasaran sama teman sekelasmu yang dulu sering jadi juara yang digadang-gadang akan menjadi orang sukses dimasa depan? Kira-kira gimana ya nasibnya sekarang?
Sebelum lanjut ke pembahasan tersebut, kita ketahui dulu yuk definisi sukses itu sendiri.
- Menurut Wikipedia, sukses adalah pencapaian suatu tujuan.
- Menurut Brian Tracy, seorang pembicara internasional, sukses adalah kemampuan untuk menjalani hidup yang kamu inginkan, menikmati hal yang kamu lakukan, dikelilingi oleh orang yang kamu terima dan hormati.
- Menurut Bill Gates, orang terkaya didunia, sukses adalah guru yang payah, karena kesuksesan mendorong orang-orang cerdas untuk berpikir bahwa dirinya tak pernah kalah.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sukses adalah suatu yang relatif. Berarti antara kesuksesan satu orang dengan orang lain itu tidak bisa digeneralisisasi.
Dipostingan kali ini, saya akan mencoba untuk menjawab pertanyaan yang sering kali muncul dalam kehidupan sosial kita, "Yang dulu sering juara, apa kabar?"
Saya pernah melakukan observasi kecil-kecilan terhadap individu yang semasa sekolah sering mendapatkan juara kelas, yaitu seorang anak tunggal, anak pertama, anak tengah, dan anak terakhir.Â
Anak tunggal, pria, dengan pola asuh permisif karena menjadi anak yang sangat diharapkan oleh kedua orang tua. Diusia hampir menginjak 24 tahun, dia masih mengenyam pendidikan menuju sarjana. Bukan tanpa alasan atau karena terlena dengan hidupnya yang dimanja. Ternyata setelah lulus, dia mengalami kebingungan. Orang tuanya tidak lagi bekerja, dia menjadi tulang punggung keluarga, dan harus mengorbankan waktu beberapa tahun untuk menunda kuliah, bahkan sempat mengambil cuti kuliah karena permasalahan ekonomi.
Anak pertama, pria, dengan pola asuh otoriter karena menjadi anak yang cukup diharapkan orang tua. Diusia hampir 26 tahun, dia baru saja mendapatkan pekerjaan dan masih mengalami quarter life crisis dan burnout pekerjaan padahal belum lama bekerja. Dia lulus D3 tepat waktu dengan biaya orangtua. Namun, karena pola asuh otoriter, minimnya konsep diri dan ketidakberdayaannya untuk mengutarakan keinginan. Dia tak pernah merasa menjadi dirinya sendiri.
Anak tengah, wanita, dengan pola asuh otoriter karena orangtuanya menaruh semua keinginan yang tidak dicapainya semasa hidup kepadanya. Diusia 22 tahun, dia masih mengenyam pendidikan menuju sarjana. Jika saja orantuanya memiliki kecukupan finansial, mungkin dia telah lulus dan entah bagaimana nasibnya. Namun, karena keterbatasan finansial, wanita itu berusaha untuk mencukupi hidup dan mulai merangkai mimpi. Diusia ke-21 wanita itu mampu melawan ketidakberdayaannya yang semasa hidup menjadi boneka orang tuanya, dengan berbagai penolakan akhirnya dia memenangkan perdebatan dan menjalani perkuliahan di jurusan ayng dihendakinya sendiri.
Anak terakhir, pria, dengan pola asuh otoritatif. Diusia 17tahun, setelah lulus mengenyam pendidikan SMK, dia mendapatkan beasiswa untuk kuliah dijurusan yang diminatinya sambil menjalankan bisnis online.
Kurang lebih seperti itulah nasibnya sekarang. Ada yang masih berjuang untuk keluarganya, berjuang untuk dirinya, mulai menikmati hidupnya, dan menjalani hidup sesuai dengan kehendaknya. Persetan dengan standar sukses individu yang dahulu digadang-gadang adalah seorang pegawai kantor berjas dan berdasi dengan gaji lebih dari 5 juta.
Setiap orang memiliki masa lalu yang berbeda, sebanyak apapun pengetahuan kita tentang orang tersebut, nyatanya diri kita tak pernah tau bagaimana kondisi yang sebenarnya. Jika dirimu yang dulu sering merasa kesal karena tak pernah dianggap dikelas, selalu dinomor sekiankan, digadang akan menjadi orang yang gagal dan sekarang ingin membuktikan diri bahwa dirimu ada, si nomor satu, dirimu bukanlah orang yang tak sukses. Maka lakukanlah keinginanmu, tanpa harus mendendam.Â