Matematika dianggap memiliki peran yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu matematika juga menjadi fokus pengembangan bagi ilmu-ilmu yang lain. Hal itulah yang kemudian menjadikan matematika sebagai salah satu pelajaran wajib yang harus diajarkan di dalam setiap jenjang Pendidikan. Selain itu, matematika juga dipelajari oleh semua kalangan, baik laki-laki maupun perempuan.
Meskipun demikian, ternyata ada perbedaan pemahaman antara laki-laki dan perempuan dalam mempelajari dan memahami matematika. Banyak penelitian yang mengemukakan bahwa terdapat perbedaan biologis antara otak laki-laki dan perempuan, yang mengakibatkan adanya perbedaan kemampuan antar laki-laki dan perempuan.
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa perempuan lebih dominan pada bidang seni, bahasa dan menulis, sedangkan laki-laki lebih dominan pada bidang matematika, logika dan analitis. Namun, bukan berarti kemampuan matematika perempuan lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan matematika laki-laki.
Di beberapa negara yang menerapkan kesetaraan gender dalam dunia pedidikan, khususnya dalam pelajaran matematika menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa perempuan tidak kalah dari kemampuan matematika siswa laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang menunjukkan kemampuan siswa perempuan lebih baik dari kemampuan siswa laki-laki untuk semua bidang di PISA.
 Artinya perbedaan kemampuan matematika antara siswa laki-laki dan perempuan bukan sebuah takdir yang tidak bisa dirubah. Karena pada hakikatnya gender bukan perbedaan biologis yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan. Gender merupakan suatu kontruksi sosial yang berupaya membedakan fungsi psikis laki-laki dan perempuan dalam hal sikap, perilaku, dan tindakan sosial yang berlaku serta berkembang di tengah masyarakat. Dengan demikian perbedaan kemampuan matematika antara siswa laki-laki dan siswa perempuan bukan suatu takdir yang melekat dan tidak bisa dirubah lagi.Â
Pembelajaran di sekolah seharusnya mampu menghadirkan pembelajaran yang menjunjung tinggi kesataraan gender dan tidak subordinasi terhadap perempuan. Untuk itu pembelajaran di sekolah yang melibatkan laki-laki dan perempuan diharapkan tidak terjadi ketimpangan atau bias gender. Berbagai studi menjelaskan bahwa ketimpangan sering dialami oleh perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali dunia Pendidikan.
Meskipun di dalam UUD 1945 sudah diatur secara jelas tentang hak laki-laki dan perempuan tidak dibedakan dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas, akan tetapi dalam kenyataanya sangat berbeda. Untuk itu perlu ada terobosan baru di dalam dunia Pendidikan Indonesia agar dapat meningkatkan pembelajaran yang lebih baik tanpa ketimpangan gender. Â Proses pembelajaran yang mengakomodir semua siswa, baik siswa laki-laki maupun perempuan. Sehingga perbedaan atau ketimpangan prestasi matematika siswa laki-laki dan siswa perempuan tidak terlalu jauh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H