Dalam perjalanan panjang yang kini telah berusia 109 tahun, Muhammadiyah telah banyak berbuat dan berkontribusi untuk umat dan bangsa. Sehingga membahas kiprah Muhammadiyah di pentas politik kebangsaan merupakan tema yang harus terus menjadi relung kesadaran kebangsaan dan keindonesiaan kader-kader Muhammadiyah khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Anggota dan simpatisan Muhammadiyah sangat variatif, demikian pula tokoh- tokohnya. Sehingga kiprah Muhammadiyah di pentas keumatan dan kebangsaanpun mencakup wilayah garapan yang cukup luas. Seluas kehidupan berbangsa dan bernegara, serta kehidupan global Jika ada pernyataan yang mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah salah satu pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berjuang mati-matian mempertahankannya, adalah benar adanya.
Sejarah memberitahu kita, jauh sebelum Indonesia berdiri, Muhammadiyah lebih duluan lahir dan melalui tokoh-tokohnya telah menjadi aktor-aktor inti di dalam perjuangan-perjuangan kemerdekaan. Muhammadiyah lahir dan mengabdi jauh sebelum Indonesia lahir sebagai sebuah bangsa dan sebagai sebuah Negara. Muhammadiyah langsung bergerak untuk membenahi kultur umat terjajah melalui proses pencerahan dan kemanusiaan, sesuatu yang sangat mendasar bagi bangunan sebuah bangsa yang bakal lahir.
Muhammadiyah dan kebangsaan adalah suatu perjalanan panjang sejarah. Perjalanan atau kiprah kebangsaan dan keumatan Muhammadiyah sangat dinamis dan memiliki orientasi yang berbeda dalam fase-fase sejarahnya. Kisaran tahun 1912-1937 adalah usaha K.H. Ahmad Dahlan dan tokoh Muhammadiyah lainnya melakukan misi dakwah kultural keagamaan, misalnya memerangi praktik syirik, tahayul, bid'ah, dan khurafat, memerangi kebodohan dan keterbelakangan, serta usaha untuk mengahalang kristenisasi oleh missi dan zending.
Melihat fase-fase sejarah Muhammadiyah di atas menegaskan bahwa membicarakan Muhammadiyah dan bangsa, Muhammadiyah dan Negara, merupakan satu topik penting. Dalam artian, perlu dipahami bahwa Muhammadiyah telah menyatu dan tak terpisahkan di dalam perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara dan hingga sampai dengan saat ini terus memainkan perannya yang nyata di pentas kebangsaan dan global.
Kelahiran dan perjalanan Muhammadiyah meminjam kata-kata Buya Syafii Maarif adalah "telah menyatu sejak dini dengan seluruh tarikan nafas kebangsaan", khususnya setelah Indonesia lahir sebagai bangsa pada 1920-an. Gerakan pencerahan, pencerdasan, penyadaran dan pemberdayaan di tengah kehidupan umat yang jumud dan terbelakang di masa-masa awal berdirinya, bukanlah hal yang mudah bagi Muhammadiyah. Sebab di titik inilah kesadaran kebangsaan, persatuan, dan keinginan keras untuk bisa merdeka itu dibangun dan digelorakkan. Pendidikan adalah kata kuncinya.
Melalui keberaniannya melakukan pembaruan pendidikan, Muhammadiyah memperkenalkan sistem pendidikan Islam modern yang holistik. Pendidikan yang memadukan iman dan kemajuan, intelektualitas dan moralitas, yang bermuara pada pembentukan insan Muslim yang kokoh iman dan kepribadiannya sekaligus prokehidupan. Pendidikan Muhammadiyah telah mencerdaskan kehidupan bangsa, tatkala mayoritas penduduk bumiputra tidak mengenal dan mengenyam pendidikan umum. Ini merupakan kiprah kebangsaan Muhammadiyah yang cukup luar biasa jika diukur dalam konteks saat itu, bahkan hingga saat ini.
Saat ini Muhammadiyah sudah berkembang pesat, hal itu bisa dilihat dari amal usaha yang sudah dibangun dan didirikan. Saat ini Muhammadiyah tercatat telah memiliki 163 Universitas, 23 ribu PAUD dan TK, 348 pondok pesantren, 117 rumah sakit, 600 klinik dan ribuan pendidikan dasar dan menengah. Artinya, begitu besar kiprah dan kontribusi Muhammadiyah dalam mencerdaskan dan mensejahterakan kehidupan bangsa.
Dengan keberadaan amal usaha Muhammadiyah tersebut, diharapkan mampu menjadi teladan bagi Gerakan atau organisasi islam yang lain bahwa islam merupakan dinul amal atau agama amaliyah. Dari islam sebagai dinul amal ini, menurut Haedar Nashir selaku ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dihrapkan menjadi islam sebagai dinul hadharah, yaitu islam menjadi agama dengan peradaban yang maju yang kemudian disebut sebagai islam berkemajuan.
Selain itu, di masa-masa awal berdirinya NKRI, Muhammadiyah melalui pimpinan-pimpinannya senantiasa aktif dalam usaha-usaha kemerdekaan. Beberapa tokoh Muhammadiyah yang ikut andil dalam usaha-usaha kemerdekaan Indonesia yaitu, Kyi Haji Mas Mansyur yang menjadi anggota empat serangkai, yang menggagas dan merintis Prakarsa kemerdakaan Indonesia.
Selain itu, tokoh penting Muhammadiyah lainnya yang ikut andil dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Ki Bagus Hadikusumo, Prof Kahar Mudzakir, dan Mr. Kasman Singodimedjo yang telibat aktif dalam merumuskan prinsip dan dasar negara kesatuan Republik Indonesia, dimana mereka terlibat di Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketiga tokoh itu pula bersama tokoh Islam yang lain menjadi perumus dan penandatangan lahirnya Piagam Jakarta yang menjiwai Pembukaan UUD 1945.