Akhirnya. Akhirnya, akhirnya, akhirnya. Akhirnya Stand By Me Doraemon tayang juga di Indonesia. Setelah melihat promosinya yang begitu gencar sejak awal tahun 2014 ini, film animasi CG 3D yang gosipnya jadi penutup dari kisah si kucing robot itu akhirnya tayang juga. Ya walau tayangnya sedikit telat dari penayangan di Jepang sana, yang sudah tayang sejak 8 Agustus silam. Walau film animasinya banyak dinantikan, banyak juga yang mencibir. Beberapa penulis mengeritik sang duo sutradara, Takashi Yamazaki dan Ryuichi Yagi. Dari bahasanya sih, sepertinya mereka terlalu berekspektasi yang berlebihan terhadap animasi ini. Doraemon harus begini-lah, Nobita harus begitu-lah, Shizuka harus begono-lah. Dan bla-bla-bla.
Okay, audiences! Please lower your expectation! Jujur, aku ini termasuk penggemar Doraemon sejati. Yeah, I'm a big fans of Doraemon. Sejak mengetahui berita bakal diluncurkannya itu, aku kadung mengikuti perkembangan berita pembuatannya. Trailer demi trailer aku sudah menontonnya. Kesan pertama: kok rada aneh yah grafik Doraemon? Awalnya sempat skeptis juga dengan animasi yang soundtrack-nya itu keren banget. Tapi ternyata, jauh di lubuk hati paling dalam, tak menyurutkanku untuk merogoh kocek buat menonton Stand By Me Doraemon. Kubuang jauh-jauh ekspektasi berlebihan tersebut. Dan ternyata..... Wow, man! Sekeluar dari studio, puas banget. Stand By Me sungguh bisa melepas kangen. Aku seperti diajak bernostalgia selama menontonnya. Dari awal, yang dari trailer-nya juga terlihat, bahwa Stand By Me itu bakal jadi seperti ini. Jadi semacam peringkasan dari segala kisah yang ada di volume demi volume komiknya. Semua adegannya itu ada di komik. Dan para krunya begitu cerdas meracik film animasi ini, sehingga terlihat jadi seperti film terakhir dari kisah si robot kucing dari masa depan. Alurnya dibuat seolah menggunakan teknik montage shot, tapi berdialog. Iya, montage shot. Itu merupakan adaptasi dari teknik reportase dari sebuah berita atau dokumenter. Pada saat narator membaca naskahnya, scene demi scene ditayangkan. Nah kurang lebih seperti itulah penampakan dari Stand By Me. Dimulai dari pertemuan awal Nobita dengan Doraemon serta Sewashi, kita langsung disuguhi scene demi scene dari bagaimana menariknya hubungan si bocah kelas 4 SD yang pemalas dengan si robot kucing yang kita ketahui, hobi memarahi bocah tersebut. Lewat scene-scene tersebut, kita melihat bahwa sungguh kedatangan Doraemon membawa perubahan besar-besaran dalam kehidupan Nobita. Nobita jadi lebih bersemangat menjalani hidupnya. Meskipun ia jadi mengalami ketergantungan dengan alat-alat canggih yang keluar dari kantong ajaib. Di film ini juga, karakter Nobita ini tetap dijaga keasliannya. Yaitu sosok anak kelas 4 SD yang bodoh, malas, tak berbakat olahraga, manja, kikuk, namun pantang menyerah serta seorang idealis banget. Tak hanya Nobita, tokoh-tokoh yang lain juga sama. Doraemon tetap digambarkan sebagai kucing robot yang suka makan dorayaki dan senang menceramahi Nobita. Walaupun, jujur saja, Doraemon di Stand By Me itu jadi terasa melankolis. Sungguh kontras dengan Doraemon yang kukenal, yang terkenal begitu bawelnya terhadap perkembangan mental seorang Nobita. Bawelnya itu kurang begitu mengena di hati. Giant -- atau Takeshi Goda -- tetap digambarkan sebagai seorang pentolan yang bak seorang monster bagi teman-temannya, namun bisa juga jadi seorang sahabat sejati. Ada scene dimana Giant itu digambarkan begitu ditakuti. Lalu ada pula scene saat Giant itu  bisa menjadi sosok sahabat. Yang kurang dari Giant itu hanya raungannya yang mengerikan saat bernyanyi. Tokoh Suneo Honekawa... hmm, kurang begitu menggigit yah. Suneo itu -- kalau di komik -- orangnya oportunis dan bermuka dua. Dan itu tak terlihat di Stand By Me. Malah Suneo jadi lebih tampak seperti cemeo belaka. Iya cemeo, yang kalau kita eliminasikan, tak akan mengubah esensi ceritanya. Poor Suneo! Shizuka Minamoto. Tokoh ini penggambaran karakternya agak nanggung yah. Dibilang menggambarkan tokoh aslinya, kenyataannya kurang begitu menggigit. Ada beberapa ciri khas Shizuka yang hilang. Contoh: kebiasaannya suka mandi lalu diintip Nobita dengan menggunakan pintu kemana saja. Atau kebiasaan Shizuka bermain biola yang level permainannya itu sama buruknya dengan kemampuan bernyanyi Takeshi Goda. Namun tokoh Shizuka tetap digambarkan sebagai seorang sahabat terdekat Nobita yang amat begitu perhatian. Lalu Dekisugi. Memang sih, di komik, tokoh Dekisugi memang tampak seperti cemeo. Keberadaannya kurang begitu menghiasi kisah seorang Nobita yang berkacamata. Namun, di Stand By Me, I'm very surprised, tokoh Dekisugi ini keberadaannya seperti sungguh dipaksakan ada. Seolah hanya untuk menunjukan ke kita semua, Nobita itu memiliki saingan kuat dalam mendapatkan hatinya Shizuka. Bahkan saat menonton Stand By Me, omelan-omelan dari Nyonya Tamako Nobi amat jarang terdengar (Atau tidak terdengar sama sekali?). itu belum termasuk dengan adegan Nobita dimarahi Pak Guru itu hanya terlihat sekali. But, it's okay. Tak ada gading yang tak retak. No one's perfect in this whole world. Aku tetap benar-benar puas menontonnya. Stand By Me ini sunggu mengobati rasa kangen akan Doraemon. Seperti menjawab pertanyaan yang terus menggelitik: apakah Nobita bisa bersama Shizuka pada akhirnya. Two thumbs up for the wonderful packaging of Doraemon. Stand By Me juga menjawab pertanyaan lainnya: apakah Doraemon akan terus mendampingi Nobita. Walau terkesan memaksa dengan dalih Doraemon tak bisa kembali ke abad 22 selama Nobita belum menemukan kebahagiaannya, aku rasa aku puas dengan jawaban seperti itu. Oke-lah, mungkin Doraemon tak diijinkan pulang ke abad 22. Tapi mungkin si kucing robot itu diperbolehkan untuk mengajak Nobita melihat masa depannya kelak. Yang kalau dipikirkan sekali lagi, bagian janggal itu ternyata tetap menjaga esensi dari serial Doraemon. Apa sih esensi dari Doraemon? Mengutip pendapat seorang teman, kisah Doraemon ini sebetulnya mengajarkan kepada kita untuk tidak takut bermimpi. Segala hal bisa terjadi. If you have a will, everything comes true. That's why, kejanggalan Doraemon yang malah bisa mengajak Nobita untuk melihat masa depannya itu tak terlalu mengusikku sebetulnya. Harus kuakui juga, tak semua adegan (di komik dan anime-nya) yang mungkin kita harapkan itu berada di Stand By Me. Terkadang, yang selama ini kutangkap, dua orang sutradaranya itu seperti sedang mengajak para penonton untuk sedikit menekuri alur dari Stand By Me Doraemon. Kita sebagai penontonnya itu sebetulnya tengah diajak untuk merenungi perjalanan hidup seorang Nobita Nobi. Akhir kata, sebagai seorang fans setia Doraemon, di luar segala kekurangan yang ada, aku sungguh puas dengan penyajian yang disuguhkan oleh Takashi Yamazaki dan Ryuichi Yagi. Terbayarkan sudah dua pertanyaan besar yang selama ini menggelitik. Stand By Me Doraemon ini, menurutku lho, cocok ditonton bersama oleh orang dewasa -- yang juga penggemar Doraemon, serta anaknya -- yang mungkin kurang begitu familier dengan serial Doraemon. Stand By Me ini (mungkin) film keluarga terbaik yang keluar di tahun 2014 ini. Oh iya, dengan ending yang mengharu biru seperti itu, tampaknya pemilihan judulnya itu benar-benar pas sekali. Yah, Doraemon akan selalu ada di hati kita. Walaupun kita sudah mendapatkan gambarannya seperti apa ultima dari serial Doraemon tersebut. RATE: 90 / 100 Genre: Family Sutradara: Takashi Yamazaki dan Ryuichi Yagi Skenario: Takashi Yamazaki dengan berdasarkan komik yang ditulis oleh Fujiko F. Fujio Pengisi Suara: Satoshi Tsumabuki, Wasabi Mizuta, Megumi Ohara, Yumi Kakazu, Subaru Kimura, Tomokazu Seki,... * Gambar merupakan hasil capture dari trailer Stand By Me Doraemon
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H