Mohon tunggu...
Immanuel Lubis
Immanuel Lubis Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang penulis buku, seorang pengusaha

| Author of "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" | Writer |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tanpa Sengaja di tengah Cinta Segitiga

30 Juni 2014   00:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:15 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekadar merelaksasikan tubuh dari persiapan pentas seni yang akan dimulai besok, aku memilih jalan-jalan dulu. Mulai dari jalan di sekitar koridor sekolah, hingga tak terasa sudah tiba di parkiran.

Ada seonggok manusia yang menarik perhatianku. Seorang laki-laki. Berkacamata. Agak culun yah penampilannya. Ups, bukan agak lagi. Tapi benar-benar culun. Dan si culun itu tengah duduk di atas salah satu jok motor yang ada. Aku yakin, itu pasti bukan motornya. Masa sih orang culun itu bisa mengendarai motor sport? Please deh, sampai Indonesia bakal ke piala dunia pun, rasanya mustahil tuh.

"Eh, Teph," sahut Rianty, menepuk bahuku. "Lagi ngapain? Kok bengong?"

"Nggak apa-apa, Ty. Cuma lagi istirahatin badan doang. Capek juga ngurusin buat pensi besok." jawabku sembari melakukan peregangan otot. Yah seperti memutar-mutar kepala.

"Dari tadi gue lihat, lu lihatin si Iman mulu. Naksir lu sama dia?" godanya.Tapi godaannya itu tak membuatku kesal. Aku malah kaget. Kubelalakan mata padanya sembari berkata, "Iman? Kok lu tahu nama cowok itu? Lagian emang dia anak kelas 11 juga yah?"

Ia terkekeh. "Parah lu, Teph. Ya iyalah, kelas 11 juga. Dia kan sama kita juga."

Aku semakin mengerutkan dahi. "Serius? Kok gue baru tahu yah, ada anak seculun itu di kelas kita?"

Ganti Rianty yang mengerutkan kening. Tapi masih tetap dengan cengirannya. "Ya ampun, Stephanie Juniar Willian. Lu parah banget. Segitu nggak perhatiannya. Bahkan sama teman sekelas sendiri. Gue kira, lu cuma nggak perhatian sama tugas-tugas sekolah aja."

Rianty memang sahabat terbaikku. Dia tahu paham betul segala sifat dan pembawaanku. Dari seorang gadis yang update soal fashion hingga seorang siswi yang rajin kena hukuman karena suka telat atau sering tak mengerjakan tugas sekolah. Tak hanya itu juga, Rianty juga partner-in-crime-ku dalam melakukan beberapa hal yang membuat para guru jadi sebal dengan diriku dan dirinya. Pernah kami berdua kompak menggodai guru Kimia, Bu Christine yang baru saja pulang dari Malaysia, tapi tak membawa oleh-oleh untuk murid-muridnya. Kami lalu meledekinya, "Pelit" berkali-kali. Alhasil, tampang judesnya semakin sangar saja dan kami pun diomeli.

Namun untuk kasus hari ini, aku sedikit bingung dengannya. Kali ini, aku dan Rianty tak sehati. Mengapa bisa ia mengenali sosok seculun... siapa tadi namanya... oh, Iman... yah sosok seculun Iman itu. Aku jadi tergelak. Mau tergelak, tepatnya.

"Ty, lu kok bisa segitu perhatiannya sama cowok itu?" tunjukku pada si cowok culun dengan bibir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun