Kadang sebuah film romance bakal terasa lebih romance, jika ada bumbu komedinya. Entah mengapa, untuk aku sendiri, film yang seratus persen romance itu biasanya membosankan--secara alur. Di Indonesia, ambil contoh "Dealova". Di Amerika, bisa dicek "Cruel Intention". Ada alasan tersendiri mengapa alasan itu menyeruak. Personally, dari hasil pengalaman serta pengamatan, segala kisah cinta dua anak manusia itu pasti selalu ada bumbu-bumbu. Entah itu bumbu komedi, bumbu seks, bumbu horor, hingga bumbu slasher. Aih, mendadak jadi teringat sejumlah kasus pembunuhan dengan motif cemburu di dalamnya. Oke abaikan kalimat terakhir di paragraf sebelumnya. Kita balik ngomongin film romance lagi--terlebih lagi  soal comedy-romance. Bicara soal comedy-romance, sepertinya Thailand itu jagonya. Masih terngiang dengan jelasnya beberapa film bergenre comedy-romance dari negara Siam tersebut. Amerika atau Korea mah lewat. Perpaduan antara bagian romance dengan komedinya itu luar biasa. Bagaikan rotan dengan tumbuhan yang dililitnya. Terlihat intim dan sukar dilepaskan. Sungguh membaur, hingga terlihat betul seperti sebuah kisah nyata.
Baru-baru ini, aku baru saja menemukan film bergenre comedy-romance dari Thailand. Bukan film lama. Masih baru hitungannya beredar di bioskop. Langsung saja, film itu berjudul "I Fine, Thank You, Love You".
Sumber gambar:Â Yangon Life Posternya sungguh menarik. Terlebih lagi pada tagline-nya:Â A gramatically incorrect love story. Sebuah kisah cinta yang berhubungan dengan dunia linguistik. Karena memang pusat ceritanya itu pada seorang guru bahasa Inggris.
Diceritakan seorang perempuan guru bahasa Inggris bernama Pleng, sehabis mengajar di sebuah tempat kursus, ia didatangi oleh mantan muridnya, seorang perempuan Jepang yang bernama Kaya. Si Kaya ini datang untuk melepas kangen, berterimakasih, pula mencurahkan isi hati soal kisah asmaranya yang dialaminya bersama seorang pria Thai bernama Tui.
Anehnya, ini juga yang membuat Pleng mengernyitkan dahi, baik Kaya maupun Tui ini sama-sama memiliki kesulitan berkomunikasi. Kaya hanya bisa bercuap-cuap dalam bahasa Inggris dan Jepang. Sementara Tui cukup puas dengan bahasa Thai yang memang bahasa ibunya. Jika kalian selidiki siapa pemeran Kaya-nya, pasti paham mengapa mereka bisa menjalin hubungan. Pemerannya saja identik dengan dunia JAV (baca: Sora Aoi), otomatis pasti si Kaya ini jadian dengan Tui karena alasan seks. Yup, itu alasannya--dan membuat Pleng semakin bengong.
Oleh Kaya, Pleng dapat tugas khusus. Jadi perpanjangan tangan perempuan Jepang itu mengatakan bahwa si Kaya ini ingin putus. Oke, Pleng bisa terima. Namun tidak dengan Tui. Dia masih dongkol. Gara-gara tak bisa melampiaskannya ke Kaya--akibat persoalan bahasa, Pleng yang jadi tumbal. Semenjak pertemuan di kafe, Tui terus meneror Pleng. Teror itu semata dilakukan hanya agar Pleng mau mengajari Tui bahasa Inggris. Semuanya dilakukan demi Kaya; demi bisa mengobrol secara lancar.
Mungkin karena terintimidasi, Pleng menyanggupi. Sejak itulah, Tui ditutori oleh Pleng. Sejak itu pula, Pleng stress. Bagaimana tak stress jika punya murid seperti Tui yang keras kepala. Diajari ini, malah punya opini sendiri. Diajak bicara menggunakan bahasa Inggris, Tui malah bersikukuh menggunakan bahasa Thai.
Awalnya Pleng sempat frustasi. Saking frustasinya, perempuan yang di cerita ini bakal naksir sama muridnya, sampai mengejek habis-habisan Tui. Tui jadi kesal. Namun karena rasa cintanya ke Kaya, Tui masih tetap ngotot untuk terus belajar bahasa Inggris. Lalu Pleng pun menawari alternatif lain. Yaitu, Tui disuruhnya untuk menghapal jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang kurang lebih bakal ditanyakan saat wawancara di sebuah perusahaan Jepang yang ada di Thailand.
Ceritanya makin seru saja setelah adegan tersebut. Tui pun makin gencar untuk bisa menguasai bahasa Inggris. Sementara Pleng, perempuan ini tengah disibukan dengan kisah asmara yang baru saja menghampirinya. Disadari atau tidak, kisah asmara Pleng begitu mirip dengan cerita Cinderella. Namun lambat laun, Pleng merasa bahwa dirinya tak memiliki kecocokan dengan lelaki yang merupakan muridnya tersebut. Terlalu lebar gap-nya.
Begitupun dengan Tui. Saat hari H-nya, lelaki ini--di kala tes wawancara--malah terbayang-bayang wajah Pleng. Segala pertanyaan bisa ia jawab karena teringat segala kata-kata dalam bahasa Inggris yang pernah diucapkan guru bahasa Inggris. Akhirnya, sontak Tui tersadar. Cintanya sudah berubah. Bukan lagi kepada Kaya, namun nyosor ke Pleng. Epiknya, dasar Tui konyol, pertanyaan terakhir yang merupakan pertanyaan paling penentu malah ia jawab secara asal saja. Jelas ia ditolak.
Alurnya lumayan. Lumayan catchy. Konfliknya mengalir deras begitu saja. 75% bikin tertawa, 25% bikin tercenung. Konyol tapi cukup filosofis. Perjuangan Tui mengejar Kaya itu sungguh luar biasa. Pernah Tui kebablasan berujar ke Pleng seperti ini: "Kalau aku memang begitu tololnya belajar bahasa Inggris, mungkin lebih baik aku belajar bahasa Jepang saja,"