Sebetulnya apa pun bisa jadi pekerjaan. Pekerjaan itu kan tak harus nine to five di dalam kantor dengan disuguhi serangkaian rutinitas. Penyanyi, aktor, desainer, ilustrator, model, pelukis, geologis, hingga penulis. Itu semua juga pekerjaan. Dan, mari kita garis-bawahi kata terakhir. Yaitu, penulis. Di Indonesia, tak sedikit orang yang masih menganggap remeh profesi penulis. Mentang-mentang kerjanya hanya menulis, so then banyak yang bilang penulis itu bukan pekerjaan. Katanya, lebih cocok dilakoni sebagai side job saja. Padahal asal mereka tahu, di negara-negara maju, profesi penulis (dan editor) itu cukup menjanjikan. Industri buku di negara-negara maju bahkan bisa menyamai industri showbizz-nya. Tak percaya? Pernah baca di salah satu blog kawan blogger, Malcolm Gladwell pernah berujar di bukunya, "What The Dog Saw". Begini: "Ternyata menulis bisa dijadikan pekerjaan. Pekerjaan itu serius dan berat. Menulis itu asyik.” Malah beberapa penulis di luar itu bisa menghidupi hidupnya hanya dari duduk di depan layar, lalu berakrobatik di atas kibor. Tak hanya itu, beberapa juga bisa membeli barang-barang mewah. Tak hanya itu saja, baru-baru ini aku baru menonton sebuah drama televisi dari negeri sakura. Judulnya "Ghost Writer". Tayang perdana di Fuji TV pada 13 Januari 2015. Jadi, masih bisa tergolong drama baru. Masih fresh the oven. Dan di drama sana cukup menggambarkan industri buku di Jepang yang bikin orang terkesima mampus.
Drama yang disutradarai oleh Hijikata Masahito, Sato Genta, dan Yamauchi Daiden (khas drama Jepang yang memiliki lebih dari satu sutradara) ini bercerita tentang (sekilas) lika-liku kehidupan industri buku di Jepang sana. Dari episode satu sih, terlihat cukup detail penggambarannya. Bahkan sempat disampaikan bahwa tak mudah untuk meyakinkan penerbit agar mau menerima naskah yang kita tulis (Sungguh tak jauh berbeda dengan di Indonesia). Itulah juga yang dialami oleh calon penulis, Yuki Kawahara. Yuki merupakan seorang perempuan yang punya kemauan keras untuk mengejar mimpinya jadi penulis sukses. Saking berhasratnya, ia sampai meninggalkan kampung halaman menuju Tokyo, lalu tinggal di sebuah apartemen murah. Sayang ia tak serta merta memeluk mimpinya itu. Kegagalan ia temui. Naskahnya digantung oleh sebuah penerbit yang mana bernaung seorang penulis ternama yang dijuluki Ratu Sastra--namanya Risa Touno. Nah Risa ini penulis yang ceritanya cukup fenomenal di Jepang. Karya-karyanya banyak melejit. Namun sayang sepertinya karir kepenulisannya mulai meredup. Ia malah sampai mengakui bahwa dirinya tak bisa lagi menulis. Oleh penerbitnya (atau editornya), dirinya ditahan untuk tidak berhenti. Bagaimanapun Risa itu semacam aset untuk penerbit yang bersangkutan. Maka ditawarkan sebuah solusi. Risa harus menggunakan jasa ghostwriter. Kebetulan sang editor Risa itu menemukan kandidat potensial. Yah si Yuki itu sendiri. Awalnya Yuki ditawari posisi sebagai asisten dari Risa. Namun, lambat laun posisi itu berubah. Apalagi setelah mengetahui bahwa bakat menulis Yuki memang luar biasa. "Mungkin lebih baik jika Yuki ini jadi ghostwriter-nya Risa saja," begitu mungkin pikir Tsubota Tomoyuki, editor Risa tersebut. Alhasil, bakat Yuki dimanfaatkan untuk mendongkrak lagi segala kemampuan dan popularitas Risa Touno. Berhasil dong. Nama Risa Touno naik lagi. Novel-novel (yang sebetulnya ditulis oleh Yuki Kawahara) Risa Touno laris manis di pasaran. Risa kebanjiran tawaran untuk mendatangi sejumlah event. Bahkan industri showbizz sempat melirik salah satu novelnya untuk difilmkan. Sayang seribu sayang, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya ketahuan juga. Awalnya ketenaran kembali dari Risa yang begitu mendadak itu sungguh mencurigakan salah satu awak di Shunpo (nama penerbit di mana Risa Touno bernaung). Hayato Oda heran. Sebab bukankah Risa Touno sempat mengumumkan sudah tidak bisa menulis lagi? Lantas mengapa sekarang bisa menulis beberapa judul novel. Maka dari itu, Hayato melakukan investigasi sendiri. Ketahuanlah intrik tersebut. Bahwa Risa Touno menggunakan jasa ghostwriter, dan ghostwriter itu ialah seorang penulis yang naskahnya sempat digantung oleh Shunpo. Oh iya, di luar konflik di industri buku tersebut, drama televisi yang mana ada Shohei Miura ini juga memiliki konflik-konflik lainnya. Seperti Risa yang memiliki ibu yang mengidap dementia. Pun Risa yang memiliki seorang anak semata wayang yang sudah tidak respek lagi padanya. Bahkan sang anak, Daiki merupakan bagian dari kelompok yang menghujat salah satu novel Risa, yaitu "Ever Fresh". Daiki melakukan itu mungkin karena benci dengan Risa Touno yang lebih memerhatikan karir kepenulisan ketimbang keluarga sendiri. Bicara soal ada-tidaknya humor dalam "Ghost Writer" ini, sepertinya kalian salah memilih judul. "Ghost Writer" ini bukan seperti "Itazura na Kiss" yang memang bergenre komedi-romantis (apalagi diangkat dari sebuah manga yang memang khas dengan segala humornya). "Ghost Writer" malah lebih serius dan mengajak kita untuk menekuri bahwa ternyata industri buku pun bisa seperti industri showbizz. Apa yang jamak terjadi di industri showbizz, terjadi pula di industri buku. Seperti soal penggunaan nama seorang penulis yang harus dipikirkan agar sebuah buku atau novel bisa sukses di pasaran. Tak jauh beda. Industri buku pun bisa memiliki intrik-intrik khas industri showbizz. Hal ini dipertegas oleh salah satu kata-kata dari Risa Touno: "Umare kawatte itsuwari mo nai watashi no jinsei no ikitai (Aku ingin lahir kembali dan hidup jujur tanpa kebohongan)." Akhir kata, drama "Ghost Writer" ini amat direkomendasikan jika kalian ingin mengetahui seluk beluk industri buku (di Jepang) dan bagaimana sebuah buku bisa naik cetak. RATE 90 / 100 Genre: Suspense Sutradara: Hijikata Masahito, Sato Genta, dan Yamauchi Daiden Jumlah episode: 10 Pemain: Miki Nakatani, Azami Mizukawa, Shohei Miura, Kenji Mizuhashi,... Tanggal tayang: 13 Januari-17 Maret 2015
* gambar merupakan hasil capture
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H