Rokok masih menjadi persoalan pelik di masyarakat. Jika ditakar antara keuntungan dan kerugian, antara manfaat dan bahaya, antara boleh dan tidak boleh, masih sulit dilihat dengan jelas. Ketidakjelasan ini membuat dilema, apakah seharusnya rokok harus diberantas atau dibiarkan saja.
Pemerintah telah resmi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Kebijakan ini adalah kebijakan tahunan, yaitu suatu kebijakan yang selalu diterapkan setiap tahun. Tujuannya adalah untuk menekan konsumsi rokok di masyarakat. Hal ini dikarenakan rokok menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia.
Namun, kebijakan ini dianggap kurang ampuh menekan jumlah angka perokok dari tahun ke tahun. Berdasarkan survei GATS (Global Adult Tobacco Survey) yang dilaksanakan tahun 2021, terjadi peningkatan jumlah perokok dewasa dalam kurung waktu 10 tahun sebanyak 8,8 juta orang. Hingga sering muncul pertanyaan, mengapa pemakai rokok ini susah sekali berhenti padahal sudah tahu bahayanya.
Petani Tembakau, antara Keuntungan dan Bahayanya
Petani tembakau dan lahan pertanian tembakau semakin meluas di Indonesia. Tembakau adalah bahan dasar pembuatan rokok. Dahulu, sedikit sekali orang yang menanam tembakau. Tetapi sekarang, petani tembakau sudah tersebar luar di beberapa daerah, termasuk di daerah penulis. Pasalnya, menanam tembakau cukup menguntungkan bagi petani.
Biasannya, petani tembakau sudah menjalin kerjasama dengan pengusaha rokok. Jadi, saat panen pun, sudah ada jaminan tembakau akan dibeli oleh pengusaha. Selain itu, waktu yang dibutuhkan mulai dari menanam hingga panen terbilang cukup pendek.
Namun, dibalik keuntungan dan kemudahan menanam tembakau, ada bahaya yang mengintai. Tanaman tembakau mengandung kadar Nikotin yang tinggi. Jika dalam perawatan atau memanen tidak dilakukan dengan benar, petani beresiko terkena green tobacco sickness. Akibatnya, petani dapat merasa pusing, mual, sakit kepala hingga memiliki tekanan darah yang tidak stabil dan detak jantung tidak teratur.
Pengusaha Rokok, antara Peringatan dan Iklan
Bagi pengusaha, rokok adalah sumber penghasilan yang cukup menggiurkan. Buktinya, beberapa orang terkaya di Indonesia adalah pemilik merek dagang rokok. Pengusaha rokok telah menciptakan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Mulai dari lulusan SMA hingga ibu-ibu rumah tangga bisa menjadi karyawan di pabrik rokok. Tingkat kualitas ekonomi masyarakat pun menjadi lebih baik.
Pengusaha rokok juga tidak buta akan kesehatan perokok. Mereka memasang gambar sekaligus peringatan akan bahaya merokok di bungkus rokok. Juga sudah diterangkan berapa kadar Nikotin, Tar, maupun zat lainnya dalam bungkus rokok. Akan tetapi, iklan rokok juga tidak asal-asalan. Bisa dilihat betapa eksklusifnya iklan rokok dalam televisi. Belum lagi, mereka juga peduli pada dunia pendidikan dengan menggelontorkan bermacam-macam beasiswa setiap tahunnya.
Lalu, sebenarnya pengusaha rokok ini meracuni masyarakat atau justru membantu masyarakat?
Pemakai Rokok, antara Resiko dan Kebutuhan
Pemakai rokok atau disebut perokok juga dilema. Bagi sebagian laki-laki, merokok dianggap sebagai simbol maskulinitas. Parahnya, anak-anak mulai banyak meniru perilaku orang dewasa untuk merokok. Selain itu, beberapa orang tidak bisa bekerja atau mencari inspirasi jika tidak merokok. Bagi yang sudah kecanduan merokok pun, tidak mudah untuk berhenti.