[caption id="attachment_318780" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Menyaksikan tayangan Just Alvin di Metro TV yang menghadirkan beberapa bintang tamu selebriti, yang saya ingat namanya Nirina Zubir, Marcella Lumowa, Jessica Iskandar, dan seorang selebriti wanita yang berpenampilan pakai topi koboi, membuat saya agak jengkel. Saya jengkel mendengar mereka berbicara dengan bahasa yang campur aduk antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, terutama Nirina Zubir dan Marcella Lumowa, seolah keduanya menganggap Host Alvin Adam tak begitu mengerti bahasa Indonesia saja. Sebetulnya saya cukup mengerti kenapa mereka bicara dalam bahasa Indonesia yang diselingi bahasa Inggris. Mereka ingin menunjukkan kepada para pemirsa yang menonton tayangan tersebut bahwa para selebriti yang nota bene pekerja seni itu tak cuma pandai "cuap-cuap", nyanyi, membanyol dan berakting saja, tapi juga pintar dan berpendidikan. Padahal mereka sepertinya tak berpikir terhadap yang menonton tayangan tersebut yang belum tentu semuanya mengerti dengan apa yang mereka bicarakan, sehingga tayangan seperti Just Alvin itu menjadi kurang komunikatif. Ada pula tayangan yang sangat memaksakan memasukkan kalimat pembicaraan dalam bahasa Inggris, seperti yang dilakukan Tukul Arwana di acara Bukan 4 Mata di tipi Trans7. Tukul bisa dibilang hampir sama dengan para selebriti yang suka mencampur adukkan bahasa berbeda dalam berbicara; tujuannya ingin dilihat atau dianggap intelek. Terkadang lucu juga menyaksikan Tukul yang nasibya sedang mujur ini mengucapkan kalimat dalam bahasa Inggris yang tak jarang tidak pas, atau kemungkinan sengaja dibuat tidak pas agar terkesan lucu, entahlah. Bagaimanapun para pengajar bahasa Indonesia di sekolah berupaya untuk menerapkan penutur bahasa ini agar baik dan benar, rasanya sulit dilakukan. Bahasa Indonesia yang baik dan benar tampaknya cuma ada dalam tulisan. Dalam percakapan sehari-hari sangat jarang orang berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, bahkan oleh kaum terpelajar sekalipun; jika tak bercampur bahasa mancanegara, bisa bercampur bahasa daerah. Jika bahasa Indonesia dianggap sudah tidak dapat lagi memenuhi keinginan banyak orang agar dapat menunjukkan diri mereka tampak terpelajar dan intelek, kenapa tidak menjadikan bahasa Inggris saja sebagai bahasa kedua setelah bahasa Indonesia? Menggunakan bahasa Indonesia hanya pada waktu-waktu formal, sedangkan bahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari? Melihat banyaknya orang di negeri ini yang dalam berbahasa Indonesia bercampur aduk dengan bahasa Inggris terutama kalangan selebriti dan kaum intelektual, saya jadi yakin mereka sebetulnya kurang mengerti bahasa Indonesia meskipun mereka mengaku sebagai orang Indonesia; berambut asli hitam, kulit sawo matang, dan berparas melayu. Dan kebanyakan dari para selebriti di negeri ini ternyata tak pandai berbahasa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H