Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sumpah Pemuda dan Malu berbahasa Indonesia

25 Oktober 2015   18:33 Diperbarui: 25 Oktober 2015   20:32 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kami putra putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.

Kami putra putri Indonesia mengaku berbagsa yang satu, bangsa Indonesia.

Kami putra putri Indonesia mengaku berbahasa yang satu, bahasa Indonesisa.

Beberapa hari lagi bangsa ini kembali akan memperingati peristiwa Sumpah Pemuda yang pertama kali diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Kita biasa menyebutnya Hari Sumpah Pemuda (tanpa Pemudi).

Dari 3 pengakuan oleh para pemuda pemudi diatas, saya cuma tertarik untuk membicarakan terkait bahasa, karena bahasa ini sangat vital dan penting; dipakai dan digunakan setiap saat.

Pertanyaannya sudah kah kita selama ini mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar setiap saat, setiap hari dalam kehidupan kita ?

Silakan dijawab sendiri saja karena Anda yang lebih tahu apakah sudah melakukannya.

Melihat penggunaan bahasa Indonesia dalam keseharian orang Indonesia, miris rasanya. Sebagian besar justru sangat jauh dari bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Melihat kenyataan seperti ini, tiba-tiba saya teringat JS Badudu yang dulu eksis tampil di TVRI melalui acara pembinaan bahasa Indonesia. Beliau ini menurut saya orang yang sangat langka selangka orang Indonesia yang berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Kebanyakan kini orang Indonesia seolah malu atau gengsi bila harus menggunakan bahasa Indonesia sebenar-benar bahasa Indonesia. Mereka lebih merasa hebat jika menggunakan bahasa yang campur aduk tak keruan antara kosa kata bahasa Indonesia yang bercampur bahasa asing serta bahasa daerah. Padahal jika pernah melihat Mendiang Buya Hamka berbicara dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar; sama sekali tak mengurangi derajat keilmuan Beliau. Ataupun ketika mendengarkan Prof. Quraish Shihab berbicara, juga tak menghilangkan wibawa Beliau sebagai seorang Pakar Keilmuan.

Seseorang di negeri ini cenderung merasa sudah hebat, gaul jika berbicara dalam bahasa seperti kebanyakan orang yang tinggal di Jakarta; dikatakan bahasa Indonesia bukan, disebut bahasa Betawi pun tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun