Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Stigma PKI, Hebatnya Indoktrinisasi Orde Baru

30 April 2014   03:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:02 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena ingin berbeda dari kebanyakan temannya, Mat Himpal nyaris saja masuk bui tanpa peradilan yang jelas.

Kisah ini merupakan pengalaman pribadi Mat Himpal terjadi puluhan tahun lalu di era rejim Orde Baru berkuasa. Diceritakan kembali oleh Mat Himpal kepada Tuh Kangkung pada kesempatan nongkrong sore di kedai milik Bu Ardi.

"Hampir saja aku masuk bui andai jawabanku tak memiliki alasan tepat waktu itu," Mat Himpal memulai kisahnya seraya menyalakan sebatang rokok.

"Kok bisa begitu, memangnya kesalahanmu apa ?" tanya Tuh Kangkung sembari pula tangannya meraih kotak rokok milik Mat Himpal yang berada di atas meja, biasa, rokok cap min alias minta, hehe......

"Waktu itu aku masih duduk di SMA di tahun 1980-an. Aku bersama 2 temanku menyewa sebuah rumah kontrakan. Orangtua kami berada di kampung lain," Mat Himpal seperti sedang menerawang kembali ke masa silam menembus lorong waktu.

Seperti kebanyakan remaja seusia Mat Himpal pada masa itu, mereka suka menghiasi atau memajang poster foto artis maupun olahragawan di dinding kamar rumah sendiri maupun rumah kontrakan mereka, yang jelas bukan di dinding mushala, surau atau mesjid.
Namun tak semua remaja begitu. Mat Himpal termasuk diantara remaja yang suka berbeda, tak tertarik memasang poster foto artis, olahragawan, entahlah foto artis yang mengenakan busana belum rampung atau kurang bahan, hiks, hiks.....

Untuk itu Mat Himpal berencana menghiasi rumah kontrakan mereka dengan bendera beberapa negara. Ide itu ia sampaikan ke dua temannya, kebetulan keduanya pun setuju ide tersebut. Maka mulailah Mat Himpal mencari kertas hiasan berwarna yang biasa digunakan untuk dekorasi pernikahan atau kawinan. Mereka akan membuat bendera dari kertas hias. Bendera tersebut tidak saja akan menghiasi kamar tidur, tapi juga ruang tamu yang jika jendelanya dibuka akan tampak dari jalan umum yang cukup ramai.

Bendera yang pertama mereka bikin adalah bendera United Nations (PBB, Perserikatan Bangsa Bangsa). Bendera berikutnya adalah milik 5 negara yang menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB; USA, USSR (Rusia), RRT, Inggris dan Prancis, yang biasa disebut The Big Five. Semua bendera tersebut mereka pajang di dinding ruang tamu dengan bendera PBB berada di tengah-tengah.

Nah, urusan pajang bendera inilah yang membuat masalah bagi Mat Himpal bersama temannya. Apa hal ?
Rupanya salah satu bendera yang dipajang tersebut menjadi perhatian diantara orang-orang yang berlalu lalang di depan rumah kontrakan mereka. Bendera yang bikin masalah itu adalah bendera USSR yang berlambang palu dan arit. Tahu sendiri pada era itu, palu dan arit identik dengan Parpol yang dilarang oleh Pemerintah; PKI (Partai Komunis Indonesia).

Agaknya ada orang yang melapor perihal bendera berlambang palu dan arit itu ke Kepala Desa. Tak ayal Kepala Desa dengan ditemani seorang anggota Polsek mendatangi Mat Himpal dan temannya di rumah kontrakan mereka.

"Saya mau tanya apa maksud kalian memajang lambang PKI itu ?" tanya Kepala Desa dengan suara berat dan serak, sementara anggota Polsek mengamati bendera yang dipajang di dinding ruang tamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun