Beberapa media akhir-akhir ini tampaknya memperkenalkan kata baru ke dalam Bahasa Indonesia; linimasa.
Saya sempat bertanya-tanya apa arti kata tersebut saat membacanya di media.
Linimasa, jika diteliti merupakan dua suku kata membentuk kata baru; lini dan masa. Yang saya ketahui sebagai orang awam, atau sebatas pengguna bahasa, kata 'lini' merupakan serapan dari Bahasa Inggris; line, garis, jalur. Sedangkan kata 'masa' merupakan padanan dari kata; waktu, tempo. Jadi jika mengacu kepada arti kata-kata tersebut, maka pengertian kata 'linimasa' adalah; garis waktu, garis tempo, jalur waktu, dan jalur tempo.
Setelah beberapa kali menemukan kata baru tersebut, dan membaca kalimat yang menggunakan kata linimasa itu, tahulah saya bahwa kata baru tersebut dipakai untuk mengganti kata 'media sosial', yakni media yang dapat dipergunakan oleh siapa saja atau untuk orang banyak seperti; facebook, twitter, path, pinterest, blog, web, dan lainnya.
Namun jika kata linimasa ini (dipaksa) untuk menggantikan istilah media sosial, tentu pengertiannya sangat melenceng tajam dan jauh, media sosial; garis waktu, garis tempo, jalur waktu, jalur tempo. Ini sama saja jika kata 'media massa' kita ganti dengan kata 'media masa', yang artinya jadi berubah; media waktu, atau media tempo.
Kita ambil saja beberapa kata yang punya keterkaitan dengan 'kata jadian' linimasa tersebut, yakni lini, masa, media, dan massa. Jika istilah linimasa kita ubah menjadi 'linimassa', maka diperoleh pengertian; garis atau jalur untuk orang banyak, agak mengena meski tak sedikit mungkin orang awam seperti saya yang akan gagal paham.
Kalau kita kurang 'sreg' dengan istilah media sosial yang diserap dari bahasa asing yang selama ini kita gunakan, kenapa tak menggantinya dengan istilah yang dirangkai dari kata Bahasa Indonesia yang benar-benar bebas dari pengaruh bahasa asing (?)
Kita bisa mengganti istilah media sosial dengan tak menggunakan kata linimasa ataupun linimassa. Ganti saja kata media menjadi kata 'alat', 'wahana', kemudian kata sosial diganti dengan kata 'gaul' ataupun 'pergaulan', sehingga diperoleh istilah; alat gaul, alat pergaulan, wahana gaul, wahana pergaulan.
Sebagai seorang penutur Bahasa Indonesia yang berusaha ingin baik dan benar, saya sedapat mungkin mempersedikit maupun mempersempit penggunaan kata-kata serapan dari bahasa asing, dan menggantinya dengan kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang sepadan, atau setidaknya pengertiannya mendekati. Ini untuk menjaga kemurnian Bahasa Indonesia itu sendiri. Tak ada salahnya, dan tentu saja ada benarnya jika kita dapat berbahasa Indonesia dengan kata-kata yang seluruhnya masih murni, namun juga lancar berbahasa Inggris tanpa mencampur adukkannya dengan kata-kata bahasa lain.
Jika kita terus membiarkan banyak kata-kata asing masuk ke dalam Bahasa Indonesia, suatu saat nanti bukan mustahil bahasa ini musnah, digantikan oleh bahasa asing terutama Bahasa Inggris. Maka akan banyak orang nantinya di negeri ini yang berbahasa seperti Vicky Prasetyo dan Cinta Laura, berbahasa Indonesia tidak, berbahasa Inggris juga bukan, berbahasa kacau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H