[caption id="attachment_184744" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Hampir setiap hari listrik di daerah kami mengalami pemadaman, kalau tidak malam, siang. Padahal jika menilik beberapa hal, semestinya listrik di daerah kami menyala normal. Ada 3 tempat yang memasok listrik ke daerah kami, wilayah Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan; PLTU Asam Asam yang menggunakan bahan bakar batubara. Kemudian pembangkit listrik tenaga diesel di Pagatan Kecamatan Kusan Hilir, lalu kelebihan listrik yang dibeli PLN dari pabrik semen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk produsen semen cap Tiga Roda di wilayah Tarjun Kotabaru. Dan yang paling ironis adalah, Tanah Bumbu merupakan penghasil batubara terbesar di Kalimantan Selatan. Disini berdiri perusahaan besar di bidang pertambangan batubara, PT. Arutmin Indonesia, yang beroperasi di 2 wilayah; Satui dan Batulicin. Serta terdapat puluhan perusahaan tambang batubara lainnya, yang bila diakumulasikan jumlah produksinya lebih besar dari produksi PT. Arutmin Indonesia yang per tahunnya mencapai 5 juta metrik ton (MT). Sangat sering kudengar gerutuan warga jika listrik padam, "daerah penghasil batubara terbesar, tapi listriknya padam terus." Begitulah gerutuan warga yang jengkel oleh buruknya pelayanan PLN. Seandainya terdapat pilihan, misalnya perusahaan pemasok listrik selain PLN, dapat dipastikan akan banyak warga yang sudah berhenti berlangganan PLN dengan memilih perusahaan pemasok listrik lainnya. Keinginan PLN untuk memperbaiki pelayanannya, selalu kalah dengan banyaknya daftar antrian warga yang memerlukan listrik. Adalah hak pelanggan untuk memperoleh pelayanan yang baik, karena pelanggan sama halnya dengan pembeli, yang membayar, maka pelanggan pun adalah raja seperti halnya pembeli. Lalu kemana larinya produksi batubara yang jumlahnya jutaan metrik itu ? Hanya sedikit yang dipergunakan untuk keperluan daerah. Produksi batubara tersebut sebagian besar dikirim keluar daerah, bahkan dikirim keluar negeri. Pada saat Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Tanah Bumbu beberapa tahun lalu, Beliau dalam pidatonya sempat berpesan agar produksi batubara yang dihasilkan daerah itu diprioritaskan untuk keperluan dalam negeri, sepertinya tak diindahkan oleh pihak perusahaan produsen. Nyatanya PT. Arutmin Indonesia tetap menjual batubaranya keluar negeri, terutama ke Australia. Adapun batubara untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, PLN tampaknya kalah dari pembeli lainnya, karena menurut beberapa pengusaha bidang pertambangan, harga yang ditawarkan PLN lebih rendah, disamping itu proses pembayarannya yang lamban. Sedangkan yang namanya pihak penjual pasti inginnya sistem cash and carry. Nah, kalau begini kondisinya, rasanya sulit berharap listrik PLN menyala normal. Dan dampak langsung dari keseringan mati listrik yang diperoleh para pelanggan adalah, cepat rusaknya peralatan elektris. Karena tenaga listrik kini dipergunakan tak cuma untuk penerangan, tapi hampir berbagai aktivitas di rumah tangga seperti; memasak, merebus, menyeterika, mencuci, dan berbagai peralatan eletronik, menggunakan tenaga listrik, belum lagi berbagai kegiatan di kantor pelayanan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H