Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kujual Tubuhku untuk Cintamu

24 Februari 2013   16:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:46 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keduanya pun malam itu mangkal di tempat biasa menanti pelanggan, pria yang butuh kehangatan sesaat. Mereka mangkal di salah satu bagian di lokasi Pasar Induk Kabupaten yang disinari listrik temaram.
“Aku besok mau menjenguk Johan, seperti biasa mengantar uang,” ungkap Murni sengaja curhat. “Oh ya, sama siapa ? tanya Warni tanpa menoleh.
“Kalau kamu mau ikut (?)” sahut Murni.
“Maaf, sepertinya aku belum bisa ikut kali ini. Aku ada keperluan pula, menjenguk anakku di tempat neneknya,” balas Warni.
“Itupun kalau uangku cukup, dan dapat rejeki malam ini,” ujar Murni sambil mendesah.
“Tak usah terlalu dipaksakan bila uangmu belum cukup, tunda saja, lagipula Johan itu belum jadi suamimu,” kata Warni yang langsung menghunjam dan menusuk perasaan Murni.
Ia sangat paham dengan sahabatnya itu, yang sepertinya tak menyukai hubungannya dengan Johan.

Mendengar perkataan Warni itu, Murni cuma terdiam. Sebelah hatinya membenarkan ucapan sahabatnya itu, namun sebelah hatinya yang lain tak bisa memungkiri bila ia sangat mencintai Johan. Apapun akan ia lakukan untuk Johan.
“Akan lebih baik jika kamu lebih memikirkan kedua putrimu. Waktu 15 tahun itu bukan waktu sebentar, paling tidak Johan itu menjalani hukumannya 13 tahun, itupun jika ia berkelakuan baik disana,” ujar Warni memberi pertimbangan seolah sengaja ingin meruntuhkan ketetapan hati Murni.

Belum sempat Murni membalas perkataan Warni, seorang pria yang selama ini merupakan langganan Murni, mendatanginya, lalu mengajaknya pergi. “War, aku duluan, nanti kita ketemu lagi disini,” Murni pamit.

Sepeninggal Murni bersama tamunya, Warni duduk dalam pikirannya sendiri, membayangkan betapa pengorbanan cinta Murni yang rela menjual tubuh dan kehormatannya demi cinta. Ia tak dapat membayangkan andai nanti Johan bebas, kemudian berpaling ke pelukan wanita dan cinta lain. “Cukuplah Murni yang mengalaminya, bukan aku,” desah Warni dalam pikirannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun