Pagi itu H. Gafar, seorang tokoh warga berjalan melewati warung minum milik Bu Mimin (panggilan untuk nama bu Aminah, biar keren). Warung Bu Mimin ini setiap hari, siang maupun malam ramai dengan keberadaan anak-anak muda yang tak tentu pekerjaannya; ada yang penjaga parkir, jaga keamanan toko, tukang pijat, buruh angkut, preman, dan yang sedang merintis untuk jadi preman.
Di warung Bu Mimin ini para anak muda itu selain minum kopi, teh dan minuman ringan lainnya, makan nasi ataupun sekedar mie instan, juga tak jarang mereka meminum minuman keras (yang jelas bukan es batu).
Suasana di warung selalu ramai dengan keberadaan para anak muda ini. Ramai berkumpul, ramai menenggak minuman ringan dan berat, tak jarang ramai bertengkar hingga berkelahi jika sudah dipengaruhi alkohol. Meski demikian tak menjadikan Bu Mimin takut dengan keberadaan para anak muda itu di warungnya. Sudah terbiasa, segala yang terjadi di warungnya menjadikan Bu Mimin menganggap biasa tak ada yang luar biasa. Yang penting dagangan di warungnya laku dan dibayar dengan duit bukan kertas togel.
H. Gafar yang melewati warung tersebut memutuskan untuk mampir. Pikir H. Gafar para anak muda ini perlu mendapat pencerahan; amar ma'ruf nahi munkar. Ia pun ikut bergabung dengan para anak muda dengan memesan segelas kopi. Sementara itu diantara para anak muda ada yang sedang menenggak minuman berat (istilah saya untuk mengimbangi minuman ringan). Mereka menenggak minuman berat ini secara bergiliran, uangnya untuk membeli secara urunan, jenis minuman yang ditenggak oplosan antara alkohol pembasuh luka dengan energy drink sachet; murah meriah.
Kehadiran H. Gafar yang berpakaian baju gamis bak orang Arab kesasar, menjadi perhatian para anak muda yang tampak sudah dipengaruhi alkohol. Meski demikian mereka bersikap acuh saja dengan keberadaan H. Gafar diantara mereka, mereka pikir the party must go on.....
Kening H. Gafar tampak berkerut tanda sedang berpikir. Ia sedang memikirkan bagaimana cara untuk bicara, menyampaikan misi amar ma'ruf nahi munkar kepada para anak muda.
"Tumben pah haji mampir, mau kemana kiranya ?" tegur seorang anak muda yang badannya penuh tato.
"Tak kemana-mana, ingin gabung saja disini," balas H. Gafar sambil berpikir untuk bisa menyampaikan misinya.
"Wah, boleh juga nih pak haji mau gabung dengan kita-kita," tegur anak muda yang berpenampilan ala funk.
Dalam hati H. Gafar gregetan mendengar omongan anak muda barusan. Namun ia mesti sabar menghadapi mereka kalau ingin misinya kesampaian.
"Kalian tahu tidak minum minuman seperti itu bisa membuat orang mati," cetus H. Gafar yang terlanjur gregetan melihat tingkah para anak muda slebor itu.
"Mati itu urusan Tuhan, pak haji. Jika sampai kontraknya sesuai MoU dengan Tuhan, maka matilah kita," sahut anak muda yang bertindak sebagai pembagi minuman.
"Ia sih, tapi kita kan tidak tahu kapan habis kontrak, bisa saja usai kalian minum nanti ada yang mati," kata H. Gafar bermaksud menakuti.
"Pak haji jangan ngomong begitu, sama saja mendoakan kita-kita biar cepat mati," tegur anak muda.
Sementara H. Gafar berpikir apa lagi yang bakal ia sampaikan, para anak muda kembali urunan untuk membeli minuman berat.
"Semakin kalian banyak minum itu, makin mempercepat proses kalian mati," tegur H. Gafar yang melihat gelagat para anak muda menambah minuman lagi.
"Sudahlah pak haji, sampeyan duduk manis saja sambil minum kopi, oke," sahut anak muda yang merasa terganggu dengan omongan H. Gafar.
"Kalian ini keras kepala, dinasihati malahan membantah. Kalau kalian mati bisa masuk neraka tahu," ujar H. Gafar jengkel.
"Siapa bilang kami akan masuk neraka ?" tanya anak muda ke H. Gafar.
"Ajaran agama yang bilang begitu."
"Salah itu, pak haji. Kita semua ini akan masuk sorga."
"Mana bisa kalian masuk sorga kalau pekerjaan kalian maksiat begini."
Pembicaraan antara H. Gafar dengan para anak muda mulai memanas tampaknya.
"Saya tanya ke pak haji; manusia pertama kali diciptakan Tuhan dimana ?"
"Tuhan menciptakan Adam dan Hawa di sorga."
"Benar pak haji, berarti sorga itu kampung halaman Adam dan Hawa atau manusia. Kalau begitu artinya semua manusia keturunan Adam dan Hawa akan pulang ke kampung halamannya kelak ke sorga, entahlah bila pak haji punya kampung halaman berbeda."
"Maksud kalian apa dengan mengatakan sorga itu kampung halaman manusia ?" tanya H. Gafar agak geram.
"Pak haji ini kah yang sedang mabuk atau kami ? Sudah jelas manusia diciptakan di sorga, berasal dari sorga, sudah pasti akan pulang kesana semua."
"Tapi tidak buat manusia yang mengerjakan maksiat seperti kalian-kalian ini," H. Gafar mulai marah.
"Terserah pak haji sajalah. Kami merasa berhak kembali ke kampung halaman kami di sorga. Tuhan menciptakan sorga itu untuk manusia, sedangkan neraka untuk para iblis dan setan yang terbuat dari api. Kami tahunya Tuhan tak menciptakan manusia di neraka."
H. Gafar sudah tak menghiraukan ocehan para anak muda itu. Ia segera membayar minuman kopinya dan beranjak pergi, dan misi amar ma'ruf nahi munkar pun gagal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H