Keberadaan perusahaan di bidang pertambangan, kesannya hanya seperti menambah "tikus" yang menggerogoti isi lumbung. Kerusakan hutan yang sebelumnya dilakukan oleh para pemegang HPH, semakin diperparah oleh para pemegang PKP2B (Perjanjian Kontrak Pertambangan Batubara) dan pemegang IUP (Ijin Usaha Pertambangan), dan para penambang liar atau PETI (Penambang Tanpa Ijin).
Keberadaan usaha di bidang pertambangan baik batubara maupun bijih besi, tak banyak memberikan kontribusi bagi warga dan daerah. Warga yang ikut menikmati hasil dari pertambangan batubara secara tak langsung adalah mereka yang menjadi pekerja, buruh ataupun kuli di berbagai perusahaan pertambangan; baik yang legal maupun yang ilegal, atau biasa disebut tambang "Spanyol", separo nyolong, atau dalam istilah Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan RI; "Taliban", Tambang Liar ala Banjar.
Keberadaan eksploitasi sumber daya alam (SDA) di wilayah Kabupaten Kotabaru, lebih kepada memperkaya para pemilik modal, kapitalis, ketimbang menyejahterakan warga daerah. Selain itu hasil dari eksploitasi tersebut; untuk mengisi pundi-pundi Pemerintah Pusat melalui sistem bagi hasil yang mana daerah penghasil sangat sedikit memperoleh bagian. Pembagian royalty dari pertambangan batubara, tak serta merta bagian daerah dapat diambil, namun perlu tenggang waktu cukup lama sehingga sampai ke daerah penghasil.
Kerusakan alam yang disebabkan oleh eksploitasi di bidang pertambangan, sudah menjadi hal biasa. Kolam-kolam besar dan dalam pasca tambang yang ditinggalkan dan dibiarkan tanpa reklamasi, jumlahnya tak terhitung jari. Tudingan terhadap aktivitas pertambangan secara ilegal sebagai penyebab kerusakan alam, belum bisa dibenarkan seluruhnya. Perusahaan pemegang perijinan pertambangan pun punya andil tidak kecil dalam hal itu.
Di usianya yang ke-63 Kotabaru tampak masih seperti orang melarat yang memakai busana penuh tambalan. Lalu kemana larinya segala potensi SDA yang melimpah tersebut ? Infrastruktur khususnya jalan sebagai urat nadi perhubungan, masih tampak acak-acakan. Padahal sarana jalan sangat penting. Ia ibarat urat nadi dalam tubuh manusia yang mengalirkan darah ke berbagai penjuru; ke semua organ dalam tubuh manusia, sehingga semua gerak pun menjadi lancar.
Pada Hari Jadi Kabupaten Kotabaru ke-63 yang jatuh pada tanggal 1 Juni 2013, bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila, di hadapan para undangan diantaranya Wagub Kalsel, Rudy Resnawan serta beberapa pejabat dari kabupaten/kota lainnya, Bupati Kotabaru, Irhami Rizani Rais memaparkan rencana-rencana pembangunan di wilayah kabupaten yang dipimpinnya. Pemaparan berbagai rencana pembangunan disampaikan persis seperti pada peringatan tahun lalu. Nyatanya yang tampak adalah; pembangunan berbagai infrastruktur dan fasilitas umum jauh tertinggal dari kabupaten Tanah Bumbu yang dulunya merupakan bagian dari Kabupaten Kotabaru.
Warga Kotabaru bukan apriori terhadap berbagai janji perbaikan dan peningkatan pembangunan, namun beberapa Bupati silih berganti memimpin Kotabaru, perubahan seperti seorang bayi merangkak. Tampaknya Kabupaten Kotabaru memerlukan seorang pemimpin yang benar-benar berkerja dan berbuat bagi kemajuan dan kesejahteraan warganya, bukan cuma pandai berandai, berjanji dan berencana. Selamat Hari Jadi Kotabaru !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H