Ngeri juga andai dulu jaman saya sekolah mengikuti EBTANAS sambil dijaga ketat oleh anggota polisi yang berseragam lengkap. Dijaga oleh guru saja jantung sudah deg-degan.
Untunglah waktu saya sekolah dulu tak seperti sekarang; Ujian Nasional sangat ketat, soal-soal ujian begitu dijaga kerahasiaannya, dan melibatkan kepolisian pula. Jelas berbeda memang, jaman saya namanya EBTANAS (Evalusasi Belajar Tahap Akhir Nasional), kini UN atau Unas.
Satu hal lagi yang berbeda dari jaman saya dulu adalah, adanya sekolah yang melakukan doa bersama (istighasah) untuk para murid yang akan ikut Ujian Nasional.
Saya dan teman-teman dulu beberapa minggu sebelumnya mengikuti les pelajaran; mengulang kembali pelajaran yang telah diajarkan dari kelas I hingga kelas III. Para murid diberi kesempatan untuk menanyakan tiap pelajaran yang tak dimengertinya.
Tak ada doa bersama.
Yang ada dulu seingat saya, para guru kami menganjurkan agar mengurangi kegiatan yang tak berguna sebelum mengikuti EBTANAS. Para guru menanamkan perasaan optimis dan kepercayaan diri serta berdoa memohon kepada Tuhan, namun bukan doa yang disampaikan secara bersama, apalagi sampai melibatkan seluruh dewan guru.
Meski pelaksanaan berbeda jauh dengan EBTANAS, semoga mereka yang mengikuti UN atau Unas; banyak yang sukses, lulus, apalagi yang mendoakan mulai dari Kepala Desa, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur hingga anggota DPRD. Semoga pak polisi yang jaga UN tak menampakkan wajah garang, sehingga peserta tak tertekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H