Ribut terkait kedatangan Irshad Manji berikut buku yang ditulisnya dan menjadi perhatian sejumlah intelektual (mungkin ada diantaranya yang sok intelek, hehe) di negeri ini.
Iseng-iseng saya tanya tentang Irshad Manji ke tetangga saya.
"Wah, ga tau sama si Irshad itu, kalo Arsyad saya tau, mas. Si Arsyad kan bandar togel di RT sebelah," jawab Mas Katimin yang kesehariannya sebagai pengayuh becak yang rupanya sangat getol main togel.
Saya juga tanyakan ke tetangga lainnya, Mbak Wagiyem.
"Walah mas, nda tau saya siapa itu Irshad Manji. Ada sih langganan jamu saya, tapi namanya pak Mance," ungkap penjual jamu gendong yang masih semok ini.
Saya manggut-manggut mendengar jawaban kedua tetangga tersebut. Penasaran, siapa tahu tetangga saya yang bekerja sebagai PNS, lebih tahu jawabannya.
"Kalo nama Irshad kayaknya bukan nama orang Indonesia, mas. Kalo biasanya kan orang Indonesia namanya Arsyad. Coba sampeyan cari di Google," jawab sekaligus saran tetangga saya yang PNS.
Kok, tetangga saya tidak ada yang tahu siapa itu Irshad Manji yang sangat tenar dalam beberapa waktu ini di berbagai wahana media.
Saya pun coba tanyakan ke tetangga saya yang pengusaha di bidang pertambangan.
"Kalo H. Arsyad yang menjadi rekanan saya menambang, ada, tapi kayaknya namanya ga pake Manji gitu," kata pak H. Samiun yang nama depannya dapat tambahan kata Bos sebelum menyebut nama Haji-nya.
Sudah empat orang tetangga saya tanya, tapi tak seorang pun tahu siapa itu Irshad Manji.
Saya teringat tetangga ada yang anaknya sedang duduk di bangku SMA. Saya pun tanya ke siswa SMA itu siapa tahu dia pernah dengar nama Irshad Manji.
"Ga tau, Om. Mudah-mudahan nama itu ga keluar sebagai pertanyaan di Ujian Akhir Nasional," jawab anak itu sembari berharap.
Ternyata Irshad Manji yang konon bukunya sampai-sampai membuat beberapa Ormas Islam meradang itu, tak dikenal di kampungku. Di tempat kami yang dikenal justru nama si Arsyad yang bandar togel dan si Arsyad yang pengusaha tambang batubara.
"Memangnya si Irshad Manji itu ada punya utang ke sampeyan, mas ?" Tanya mbak Wagiyem suatu sore saat mampir ngasih jamu pesanan istri saya.
"Ga ada utang sih sebenarnya ke saya, ga tau kalo dia punya utang ke orang lain," jawabku sekenanya.
Jangankan Irshad Manji, Salman Rushdie saja tak dikenal di kampungku. Penulis buku 'satanic verses' itu kalah tenar dari tetangga kami, pak Salman yang berprofesi sebagai makelar tanah.
Yang meributkan Irshad Manji berikut bukunya, adalah mereka yang mengaku kaum intelektual. Sedangkan warga awam atau istilahnya grass root (ini mewakili mayoritas rakyat Indonesia), tak ada yang peduli terhadap Irshad Manji. Jangankan cuma seorang atau satu Irshad Manji, seribu Irshad Manji pun warga awam pasti tak akan peduli. Karena mereka sangat sibuk dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk 'urusan perut' dan kesejahteraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H