Urusan mencari duit seingatku sudah sejak kecil kulakukan, bahkan sejak masih duduk di bangku SD.
Bukan karena keluarga sangat miskin sehingga aku yang masih teramat kecil ikut mencari duit, tapi lebih disebabkan oleh ajaran mendiang ibu yang menanamkan bahwa hasil sendiri itu betapapun sedikit namun lebih terasa kebanggaannya.
Ayahku seorang PNS, yang gajinya cukup saja untuk makan kami 4 kepala setiap bulan.
Ada cara dan jalan untuk aku bisa menghasilkan duit. Kebetulan waktu itu ayah bertugas di sebuah kecamatan di pelosok pulau kalimantan yang berada di pesisir laut, dimana penduduknya sebagian besar nelayan. Kala itu di awal 1970-an, perhubungan ke kota kabupaten hanya dapat ditempuh melalui transportasi laut menggunakan kapal maupun perahu motor.
Ayahku menempati posisi sebagai orang kedua di pemerintahan kecamatan setelah Camat yang menjadi pemimpin pemerintahan. Ayah cukup dikenal baik oleh seluruh penduduk di kecamatan kami, mereka sangat menyegani ayah, karena berbagai keluhan mereka disampaikan ke ayah, bukan ke pak Camat.
Sehingga keluarga kami pun termasuk aku tentunya sangat dikenal oleh sebagian besar penduduk.
Para nelayan biasanya pergi melaut pada siang menjelang sore. Puluhan nelayan yang menggunakan perahu motor itu akan kembali pada subuh atau pagi harinya.
Selain sebagian besar hasil melaut dijual kepada 'juragan' (sebutan kepada bos pembeli ikan), selebihnya akan diberikan kepada warga untuk sebagai lauk.
Aku selalu bangun subuh, menanti kedatangan para nelayan di tepi pantai. Aku membawa tempat, keranjang atau ember untuk tempat ikan. Tujuanku ke tepi pantai untuk meminta ikan. Ini kulakukan setiap hari sebelum pergi ke sekolah.
Paling tidak setiap pagi aku berhasil mendapatkan puluhan ekor ikan; jenis peda atau kembung dari hasil meminta ke beberapa nelayan. Ikan tersebut sebagian dijadikan lauk makan oleh ibu, selebihnya dijadikan ikan kering.
Ikan hasilku meminta dari para nelayan setiap hari, yang dikeringkan oleh ibu, dikumpulkan hingga beberapa kilogram untuk kemudian dijual ke pasar pekan di kecamatan tetangga.
Ada lagi caraku menghasilkan duit yang tak perlu mengeluarkan tenaga. Di kelas aku termasuk murid yang tergolong pintar namun tidak pelit. Beberapa teman sekelas yang merasa tak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru saat ulangan, solusinya adalah ke tempatku. Mereka berani membayar untuk sejumlah jawaban yang kuberikan ke mereka. Biasanya aku memperoleh sebesar Rp 10, di jaman aku SD duit sebesar ini bisa untuk membeli 2 bungkus nasi kuning dengan lauk sepenggal ikan kembung.
Caraku menghasilkan duit seperti ini berlanjut hingga ke SMP dan SMA, namun nilainya tentu semakin meningkat. Sayangnya sekolahku berhenti cuma lulus SMA. Aku memutuskan bekerja karena mendapat tawaran. Andai saja aku sempat kuliah, kupastikan caraku mencari duit seperti ini, menjadi murid bayaran akan berlanjut menjadi mahasiswa bayaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H