Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kuasa Pertambangan; Polsek, Polres, Polda (KP-3)

22 Februari 2012   04:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:20 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini terinspirasi dari berita di koran Kompas beberapa hari lalu yang berjudul "Pertambangan Hanya Menguntungkan Pejabat" (kalau tidak salah).

Berita yang diturunkan Kompas tersebut memang faktual, terutama di daerah dimana saya berada kini, di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan.
Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Kotabaru yang sudah berusia 8 tahunan ini, kaya akan SDA; mineral batubara dan bijih besi. Yang kini banyak digarap adalah batubara, sedangkan bijih besi meskipun juga digarap tapi oleh beberapa perusahaan.

Kegiatan penambangan batubara di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, tidak saja dilakukan oleh perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), namun juga puluhan perusahaan yang beroperasi secara ilegal. Yang beroperasi secara ilegal itu sebagian besar melakukan kegiatan di wilayah yang menjadi milik PT. Arutmin Indonesia (Bumi Resources), pemegang konsesi Perjanjian Kontrak Pertambangan Batubara (PKP2B).

Kenapa mereka menambang di wilayah konsesei PKP2B milik PT. Arutmin Indonesia, atau kasarnya mencuri, karena di wilayah itulah yang memiliki deposit potensial atau feasible untuk ditambang.
Puluhan perusahaan itu melakukan kegiatan telah berlangsung bertahun-tahun.
Kok, bisa ? Itulah makanya kegiatan ilegal tersebut ada keterkaitannya dengan judul berita koran Kompas itu. Tapi disini bukan saja pejabat yang diuntungkan, namun lebih luas lagi adalah "oknum", baik oknum pemerintahan di instansi terkait, juga oknum dari perusahaan pemilik konsesi.

Dari informasi beberapa pengusaha yang melakukan penambangan ilegal di wilayah konsesi PKP2B PT. Arutmin Indonesia, baik yang site Satui maupun site Batulicin, mereka membayar ke oknum di perusahaan tersebut dengan hitungan per metrik ton.
Di wilayah PT. Arutmin Indonesia site Satui, mereka mengaku membayar antara Rp 35 ribu hingga Rp 45 ribu per metrik ton. Sedangkan di wilayah Batulicin, mereka membayar per metrik ton secara all in sebesar Rp 120 ribu, yang mana diantaranya termasuk untuk oknum di PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin.
Pembayaran all in yang dimaksud disini adalah sudah termasuk juga bayaran kepada para oknum aparat dari instansi terkait.

Ada istilah KP-3 (Kuasa Pertambangan) dari 3 instansi, maksudnya instansi yang sangat menentukan bisa tidaknya melakukan kegiatan penambangan secara ilegal, yakni Kuasa Polda, Polres, dan Polsek. Karena ketiga instansi itulah yang bisa melakukan pengamanan dan penangkapan terhadap para pelaku tambang ilegal.

Dengan memberikan semacam "upeti" kepada oknum di perusahaan pemegang konsesi yang dicuri, serta kepada oknum di KP-3 tadi, mereka akan mendapat informasi kapan mulai bekerja serta kapan berhenti bila suatu waktu terjadi penertiban.
Singkatnya, kegiatan penambangan ilegal di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu tetap dapat eksis dan terus berlangsung selama bertahun-tahun. Kalaupun terdapat pelaku penambangan ilegal yang kemudian tertangkap, itu lebih kepada karena penambang yang bersangkutan tak mau tunduk dan ikut pada aturan main yang tak tertulis itu. Atau terdapat alat berat yang berhasil diamankan, selama ini pihak Polres setempat menyatakan "hasil temuan", yang mana pelakunya tak ditemukan, pada akhirnya alat-alat berat itupun sudah tak berada lagi di tempat pengamanan.
Sudah bukan rahasia di kalangan para penambang, untuk 1 unit alat berat jenis excavator yang tertangkap oleh pihak kepolisian setempat, akan keluar dengan istilah pinjam pakai barang bukti, dan membayar paling sedikit Rp 50 juta.

Para Kepala Desa yang wilayah desanya terdapat deposit batubara, digarap oleh para penambang ilegal, juga kecipratan "jatah" yang rata-rata diberikan per metrik ton. Makanya tak heran bila Kepala Desa dimana di desanya terdapat kegiatan penambangan batubara, kondisinya cukup makmur; bisa membangun rumah beton dan punya mobil. Bahkan terdapat Kepala Desa yang bisa membeli Toyota Fortuner dan sekaligus Jeep Rubicorn. Biasanya para Kepala Desa yang kondisi ekonominya makmur dari jatah para penambang, jarang berada di tempat. Mereka lebih banyak berada diluar daerah; ke Banjarmasin, Surabaya, atau Jakarta.

Nah, siapa yang berminat adu nasib, malakukan penambangan ilegal, atau mencalonkan diri jadi Kepala Desa yang wilayahnya kaya deposit batubara (?)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun