Dapat 2 predikat
Keluhan ini sudah disampaikan seorang temanku beberapa minggu lalu. Mulanya tersentak kaget juga aku mendengar ungkapan yang lebih kepada curahan hati ini. Temanku satu kelas di SMA ini mengaku menghamili pacarnya, seorang siswi sebuah SMP kelas 3 di kota kami. "Pacarku itu hamil besar, sudah ketahuan oleh sekolahnya, dan dia dikeluarkan," ungkap temanku itu dengan muka memelas dan tertunduk.
Belum hilang kekagetanku atas seorang teman sekelas pria yang mengaku menghamili pacarnya, tersiar pula kabar baru secara bisik-bisik di kangan teman-teman sekelas; teman siswi sekelas kami ada pula yang dihamili ole pacarnya. "Dia mengaku hamil sudah lewat 5 bulan," cerita seorang teman siswi lainnya sambil berbisik.
Mendengar bisik-bisik teman sekelas terhadap hamilnya seorang teman kami, aku pun jadi penasaran dan memperhatikan penampilan teman siswi yang dikabarkan hamil tersebut. Tampaknya ada kelainan, dia agak terlihat gemuk di bagian depan. Biasanya teman siswi itu memasukkan baju seragamnya ke dalam roknya, namun beberapa waktu terakhir bajunya lagi dimasukkan, mungkin untuk menutupi perutnya yang mulai tampak membesar.
Ujian sudah hampir di depan mata. Bukan Ujian Nasional (UN) namanya kala itu, tapi EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Aku jadi memikirkan nasib teman siswi yang hamil itu; jangan-jangan dia ketahuan lalu dikeluarkan pula dari sekolah. Perihatin juga jika sampai ia dikeluarkan, padahal ia sangat mengharapkan dapat menamatkan sekolahnya dan dapat ijazah.
Entah bagaimana upaya dan usaha teman siswi itu sehingga pihak sekolah kami mengijinkannya mengikuti ujian. Aku enggan menanyakannya, yang jelas ada terbersit perasaan senang mengetahui teman siswi kami bisa ikut ujian bersama-sama kami. Pikirku mungkin karena sekolah kami berstatus swasta, lagi pula kami ikut ujian di sekolah lain.
Singkatnya kami pun ikut ujian di sebuah SMA Negeri di kota lain. Teman siswi kami yang hamil juga ikut ujian bersama kami. Syukurlah aku lulus bersama lebih separuh teman sekelas lainnya, termasuk teman siswi kami yang hamil.
Teman siswa yang menghamili pacar SMP-nya juga ikut lulus. Sayangnya dia tak bisa ikut menghadiri pengumuman kelulusan. Menurut orangtuanya, teman kami itu sedang menunggu istrinya yang sudah melahirkan di rumah sakit. Keduanya sudah dinikahkan sebelum teman kami itu mengkiuti ujian.
Kami yang lulus nengucapkan selamat kepada teman kami yang istrinya melahirkan tersebut. Salah seorang teman kami sambil berseloroh, " hebat, dia dapat 2 predikat sekaligus; lulus SMA dan jadi seorang ayah."
Surat Edaran Mendikbud
Kasus M. Sudirman di sebuah SMA Negeri di Tangerang yang dipecat sekolah gara-gara menikahi pacarnya, menguak kembali ceritaku diatas. Pihak sekolah melarang Sudirman ikut UN, kasihan sekali dia. Padahal Mendikbud, M. Nuh melalui Surat Edaran ke seluruh SMA, SMK dan Sederajat di seluruh Indonesia, sudah menegaskan tak ada larangan bagi siswi hamil atau menikah untuk meneruskan sekolah dan ikut UN. Masalahnya Kepala Sekolah yang membuat keputusan itu tetap membandel.
Yang dialami M. Sudirman jelas sekali berbeda dengan yang dialami oleh para siswa siswi di Nusa Tenggara Barat. Mereka mau mematuhi seruan Mendikbud setahun yang lalu terkait dibolehkannya mereka yang hamil mengkuti UN. Menurut Mendikbud, kelulusan tersebut merupakan bekal siswa siswi tersebut di kehidupan selanjutnya. Mereka yang terkena masalah harus diperlakukan sama dengan siswa siswi lain, harus diberi kesempatan untuk menjalani ujian atau paling tidak lulus dengan program paket C. Intinya, menurut Mendikbud, anak-anak tidak boleh terputus apapun kondisinya. Harus diberi kesempatan untuk ikut UN, kalau tidak bisa juga paling tidak mereka bisa ikut ujian kelulusan paket C.
Hal tersebut senada dengan penegasan Sekretaris Dinas PPO (Pendidikan, Pemuda dan Olahraga) Kota Kupang, Filmon Lulupoy, untuk UN aturan diberlakukan secara umum. "Jadi kalau ada siswI yang lagi hamil, bisa ikut UN. Bisa di rumah, bisa juga di sekolah," ujar Filmon.