Anggota Komisi III DPR dari PDIP, Arteria, mengkritik Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat kerja pada Kamis (16/11) terkait penangkapan pejabat Imigrasi Bali atas dugaan pungli di Bandara Ngurah Rai. Arteria menilai tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak perlu dilakukan dan seharusnya cukup dengan teguran langsung dan pencopotan jabatan.
Arteria menjelaskan bahwa praktik pungli terkait fasilitas fast track di Bandara Internasional Ngurah Rai telah menjadi perhatian. Fast track adalah layanan prioritas imigrasi untuk kelompok tertentu seperti lansia, ibu hamil, ibu dengan bayi, dan pekerja migran Indonesia. Layanan ini seharusnya tidak dikenakan biaya, namun disalahgunakan untuk mencari keuntungan pribadi.
Menanggapi hal ini, Arteria menyatakan keheranannya terhadap keputusan Kejati Bali untuk melakukan OTT. Dia berpendapat bahwa seharusnya, pihak terkait bisa dipanggil untuk diberikan teguran dan koreksi, tanpa perlu melibatkan OTT. Arteria menyoroti bahwa semangat untuk meningkatkan layanan telah diwujudkan melalui pemasangan 30 auto gate di Ngurah Rai.
Arteria juga menyinggung masalah lebih besar, seperti mafia tanah, yang menurutnya lebih layak mendapat perhatian dibandingkan kasus pungli sekecil Rp 250 ribu. Ia mengungkapkan bahwa akan membuka lebih banyak informasi terkait kasus-kasus yang diatensi oleh Kejati Bali.
Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan jawaban atas kritik tersebut, meyakinkan bahwa tindakan akan diambil terhadap jaksa yang terlibat dalam praktik proyek. Meskipun mengakui masih adanya jaksa yang terlibat dalam proyek, Jaksa Agung menegaskan bahwa mereka akan terus diingatkan dan ditindak jika melanggar aturan. Berdasarkan hasil penyelidikan, Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, Hariyo Seto, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pungli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H