Mohon tunggu...
Imi Cicilalang
Imi Cicilalang Mohon Tunggu... -

Yang Haus Ilmu dan Pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membentuk Ideologi Jurnalis yang Solutif (Bag. I)

27 Maret 2014   23:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:23 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jurnalistik, sebuah kata yang memiliki pengaruh besar terhadap sebuah ekosistem. Namun demikian, pengaruh ini hanya berbekas kepada sebagian orang saja, yaitu orang-orang yang peduli terhadap lingkungan di mana ia tinggal. Dengan kata lain, seseorang yang sibuk di dunia Jurnalistik adalah seseorang yang memiliki kepekaan sosial yang lebih dari pada orang lain yang tidak sibuk di dunia jurnalistik. Mengapa? Karena menurut saya pribadi, seorang Jurnalis adalah seseorang yang bertugas dan berkewajiban untuk memberitakan atau menyampaikan sebuah keadaan kepada khalayak ramai, sehingga secara langsung untuk melakukan itu semua, ia harus melihat, menelaah dan memperhatikan sekelilingnya.

Hal di atas didukung oleh istilah Jurnalistik sendiri, di mana Jurnalistik merupakan salah satu penerapan ilmu komunikasi yang di dalamnya terdapat aktivitas mencari data, mengelolanya, menyeleksinya, mengolahnya serta terakhir menyajikannya melalui media massa (cetak/elektronik) dengan skala periodik, baik satu minggu sekali atau dua minggu sekali, bahkan lebih, tergantung instasi/lembaga yang mengelola media tersebut.

Kegiatan tersebut memberi indikasi bahwa dalam mengelola dan menyajikan data harus benar-benar valid. Jangan sampai data yang disajikan mengandung sara yang membuat seseorang atau sebuah kelompok tersinggung atau terpojokkan. Namun hal tersebut bisa sah-sah saja, ketika kevalidan data yang disajikan memang benar-benar menyebabkan demikian, karena seorang Jurnalis sangat dituntut kebenaran data yang ia miliki dan kejujuran dalam menyajikan, meski terkadang terasa ‘pahit.’

Dengan demikian, kepekaan sosial harus tetap dijaga, karena hal tersebut yang membuat daya kritis seorang Jurnalis terus berkembang. Bukan hanya seorang jurnalis saja, siapa pun dia yang peka terhadap hal-hal di sekelilingnya, maka ia akan peduli dengan merubah hal-hal yang negatif dan mempertahankan hal-hal yang positif. Artinya, ia memiliki peran di dalam lingkungannya sendiri untuk menjaga dan melestarikan hal-hal baik yang ada, tentunya dengan pertolongan orang lain. Selain itu, ia pun akan terus sadar terhadap keadaan lingkungannya dan ketika hal negatif muncul, ia menjadi pelopor perubahan untuk kembali positif.

Hal positif tersebut akan semakin terasa ketika dipraktikkan oleh seorang Jurnalis, karena kepekaan sosial dan daya kritis lah yang membuat seorang Jurnalis akan terus “hidup.”Ketika daya kritis berkembang, maka segala permasalahan yang ada di sekelilingnya akan tersentuh dan minimal akan dipikirkan olehnya, meski tidak memberikan solusi. Ketika daya kritis terus dipetahankan, maka akan membantu dirinya untuk lebih peka terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga mampu menyajikan data yang sesuai dengan keyataan. Secara sepintas, pembaca mungkin akan sedikit bingung ketika membaca dua peragraf terakhir tulisan sederhana ini, namun hal tersebut akan hilang ketika saya sebagai penulis menyimpulkan bahwa kepekaan sosial dan daya kritis merupakan dua kepribadian yang harus ditanamkan di dalam diri setiap Jurnalis. Keduanya akan terus bersama dan tidak pernah terpisahkan. Terkadang, daya kritis membuat seorang Jurnalis semakin peka terhadap lingkungannya dan terkadang sebaliknya, rasa peka terhadap lingkungan akan membuat daya kritis seorang jurnalis semakin berkembang.

Oleh karena itu, meski kapasitas saya bukan sebagai jurnalis handal, tetapi mungkin hanya seseorang yang tidak terlepas dari kegiatan jurnalistik, harus mempertanggung jawabkan apa yang saya tulis di atas, salah satunya dengan melanjutkan tulisan sederhana ini. Banyak dari kawan-wakan Masisir –Masyarakat Indonesia di Mesir- yang dengan lihai dalam mengolah kata-kata, menggambarkan keadaan eksistensi Jurnalistik di lingkungan mereka. Hampir semua tulisan tersebut menggambarkan dinamika Jurnalistik Masisir yang semakin hari semakin lesu, seperti yang digambarkan kawan saya, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya skala penerbitan yang tidak konsisten. Sebagian yang lain menggambarkan kelesuan dinamika jurnalistik Masisir dengan sedikitnya karya buku yang muncul di tengah-tengah Masisir. Meski hal tersebut menggambarkan kepekaan mereka terhadap lingkungannya, namun tidak terlihat dari mereka yang memberikan solusi terhadap hal yang mereka rasakan tersebut. Dengan kata lain, akan lebih baik menyajikan sebuah permasalahan, sekaligus mengiringinya dengan solusi yang diharapkan mampu memecahkan pemasalahan tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun