Ada sebuah kata yang sampai saat ini membuatku sampai pada posisi sekarang, sebuah kata yang awalnya tak ada arti ketika aku baru saja menamatkan perkuliahanku. Pada mulanya kata itu hanya terngiang di pikiran tanpa ada tindak lanjut yang berarti untuk mengkaji lebih dalam lagi. Hari semakin bertambah seakan aku juga belum mau memastikan seperti apa wujud dari kata itu, hingga pada akhirnya aku sampai pada kenyataan bahwa teman sejawatku sudah dapat menggapai arti dari sebuah perkataan itu, aku seperti terpaksa untuk berunding dengan kata itu dan menghasilakn beberapa planning.Â
Beberapa skedul dan rencana sudah tersusun dengan rapi, aku memulai segalanya penuh perhitungan dan persiapan yang sangat matang, persiapan yang matang adalah mutlak untuk mencapai kata itu, demikianlah prinsip itu aku pegang teguh sampai sekarang dan sudah aku terapkan ke beberapa teman teman sejawatku. Sebuah kata yang mengubahku menjadi seorang yang berbeda adalah "IMPIAN DAN AMBISI".
Awalnya semua rencana itu berjalan dengan baik dan mulus, ada sebuah kepuasan dalam benakku "semua rencana berjalan dgn lancar' demikian isi perkataan dalam hatiku. Pikiranku seakan memberi kesimpulan prematur bahwa "hanya persiapan yang matang memang cukup untuk menaklukkan ini semua". Memang semuanya berjalan seperti sebuah keangkuhan yang hanya membanggakan diri atas semua tahapan proses yang sudah aku jalani sampai aku lupa bahwa ada 'Ilahi' yang menentukan gerak gerikku didunia ini. Beberapa tahapan proses menuju impian sudah aku jalani dengan penuh semangat tinggi.Â
Namun ketika itu pada perjalanan tahapan demi tahapan aku seperti tertarik be bumi yang paling dalam, bagaimana tidak ini impian yang aku persiapkan sematang mungkin, aku sudah kalkulasi betul betul kekuatan dan kelemahanku diproses ini, dan prediksiku jika semua berjalan sesuai rencana maka aku pasti mendapatkannya. Namun apa yang terjadi, semua tak sesuai skedul ternyata, sebuah kesalahan sepele namun telak memukul mundur langkahku. Sebuah kenyataan yang susah aku terima ketika seluruh usaha telah kukerahkan untuk impianku itu namun digagalkan oleh faktor X yang dinamakan 'kelalaian'. Bagiku susah untuk melupakan kegegalan ini hari hariku benar benar habis saat itu merenungi kelalaian yang berujung maut itu,Â
Untungnya waktu berbaik hati menenangkan hatiku sembari mengembalikanku keposisi semula ketika impian itu masih awal aku menyelesaikan perkuliahan walaupun dengan kondisi dan mental yang berbeda. Aku seperti didewasakan oleh proses dan waktu, kejadian yang bersejarah dalam hidupku itu seperti tonggak awal dalam memulai perjuanganku yang masih panjang dan rumit.Â
Banyak pelajaran yang aku dapatkan dari kejadian itu mulai dari mengikhlaskan sesuatu sampai pada penajaman prinsip disiplin dalam diriku, aku seorang yang memegang prinsip disiplin adalah kesempatan, dan betul prinsipku diuji jelas dalam kejadian itu. Aku melewatkan sebuah kesempatan emas yang disebabkan prinsip disiplin dalam diriku yang belum benar benar aku terapkan sepenuhnya.Â
Hari berlalu dan berlalu, kondisiku semakin tak menentu angan dan impian yang aku inginkan seakan belum menghampiriku. Masih ada sedikit semangat yang selalu kujaga berharap asa terakhir ini akan menjadi tuah keberhasilanku. Walaupun memang bukan impian yang asli dari dalam hatiku aku sudah memutuskan untuk take it dan mengubur anganku untuk sementara, menjalani proses dari waktu dan ilahi sudah kuputuskan untuk mengalir bersamanya.Â
Setidaknya semangat yang sedikit ini akan kumunculkan dan kuperbesar lagi jika saatnya tiba. Dalam benakku adalah aku telah mencoba sekali untuk menggapai impian itu, mencoba sejadi-jadinya walaupun belum berhasil, suatu saat aku akan kembali dengan semangat yang baru. May God Bless Me.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H