Pernah menyaksikan iklan obat batuk yang dibintangi grup musik Gigi? Dalam iklan tersebut tergambar di awal cerita sang pemain gitar, Dewa Budjana, sedang mencipta sebuah lagu. Berulang kali ia mencoba mencocokkan suaranya dengan nada yang keluar dari petikan gitarnya, tapi selalu gagal. Tiba-tiba muncul sang penyanyi, Armand Maulana, lalu mengambil kertas coretan yang berada di depan Dewa Budjana sambil berkata, “Udahlah, ini spesialisasi gue!”
Ketika ingin mulai bernyanyi, tiba-tiba sang penyanyi mengalami gangguan tenggorokan. Ia tampak batuk-batuk. Di saat itulah muncul seorang perempuan separuh baya hadir menunjukkan solusi, yakni obat spesialis batuk yang mensponsori iklan tersebut.
Di akhir cerita, kini tampak Armand Maulana sedang berusaha memainkan sebuah gitar. Tiba-tiba datang Dewa Budjana merenggut gitar itu sambil berujar, “Ini spesialisasi gue!” Mereka berdua pun tertawa, diiringi oleh anggota grup yang lainnya yang menyaksikan kejadian itu.
Di tempat berbeda, pada sebuah iklan rokok, tampak beberapa orang pemuda sedang asyik bermain bola basket. Di antara pemuda itu, salah satunya adalah Tony Parker, bintang basket NBA. Dari sisi lapangan, tampak sedang berjalan mendekati lapangan seorang bintang sepakbola yang menjadi legenda hidup klub sepakbola raksasa asal Italia, AC Milan. Ialah Paolo Maldini. Saat sedang menunduk untuk membetulkan tali sepatunya, bola basket yang sedang dimainkan Tony Parker dan kawan-kawan menggelinding pelan ke arah Maldini. Maldini mengambil bola itu dengan tangannya. Kemudian ia lempar bola itu. Sayang, tenaganya tak cukup kuat sehingga bola itu tak berhasil mencapai keranjang. Tony Parker dan kawan-kawannya tertawa geli sejurus melecehkan menyaksikan kejadian itu. Seolah mengajari, Parker lantas mengambil bola itu dan melemparkannya tanpa melihat ke arah keranjang. Ceplos! Bola berhasil masuk ke keranjang serta menembus jaring-jaringnya.
Permainan dilanjutkan. Seakan tak mau kalah, Maldini lantas merebut bola dari pemain lainnya dengan menggunakan dada. Mengikuti aturan yang berlaku dalam sepakbola, yang bertolak belakang dari aturan bola basket, Maldini sama sekali tak menggunakan tangannya. Ia kontrol sekali bola itu dengan kakinya. Lalu, lagi-lagi menggunakan kaki, ia tendang bola itu ke arah keranjang. Forza! Bola bergerak mulus menembus jaring-jaring keranjang.
Kedua gambaran iklan di atas memiliki tema yang sama; spesialisasi. Pada iklan yang pertama, tergambar bagaimana seorang pemain gitar tak dapat bernyanyi dengan baik, sebaliknya, seorang penyanyi tak sanggup bermain gitar dengan sempurna. Yang kedua, apa yang dapat dilakukan oleh seorang pemain basket profesional dengan tangannya, tak mampu diikuti oleh seorang pemain sepakbola profesional, yang justru tampak memukau dengan apa yang dilakukannya dengan kaki.
Walau mengusung tema yang sama, metode penggambaran dalam kedua iklan tersebut jelas berbeda. Pada yang pertama, selain menggunakan gambaran visual, simbol bahasa (ucapan kata-kata/verbal) sangat berperan pentng sebagai penghantar pesan. Sedang pada yang kedua, murni hanya memanfaatkan gambaran visual, musik (soundtrack) yang digunakan hanya berfungsi sebagai pembangkit suasana.
Dengan tema yang sama, namun berbeda dalam metode, kesan yang ditangkap pemirsa akan berbeda pula tentunya. Bagi penulis, kesan yang ditangkap dari iklan yang kedua terasa lebih dalam dari pada yang pertama. Sebagaimana dalam asmara, cinta yang dibuktikan dengan perbuatan akan jauh lebih terasa maknanya ketimbang cinta yang diungkapkan dengan kata-kata.
Dalam komunikasi, bahasa adalah faktor penunjang paling efektif. Namun dari perbandingan dua iklan di atas, dalam menyampaikan sebuah pesan, terkadang kita tidak membutuhkan bahasa (verbal). Mungkin dalam kehidupan sehari-hari, hal ini sangat cocok dengan istilah “talkless do more”. Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H