Mohon tunggu...
Imen_Kichex El-Bornie
Imen_Kichex El-Bornie Mohon Tunggu... -

Dikutuk sebagai direktur di Indonesian Culture Academy (INCA) Ciputat. Dan penggiat di Komunitas Hening.\r\n(email: imen8371@yahoo.co.id)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Koruptor Gak Punya Cinta"

19 Maret 2012   02:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:50 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1332125111118438552

'Karena tinta setitik, rusak susu sebelanga'. Saya awali coretan singkat ini dengan sebuah pepatah, yang kira-kira bermakna kebaikan yang tertutupi hanya karena satu kesalahan kecil. Slank merupakan salah satu grup musik dengan jumlah penggemar terbesar di negeri ini. Hampir di setiap pelosok Indonesia terdapat komunitas penggemar Slank yang biasa disebut sebagai 'Slanker'. Walau tidak fanatik, saya termasuk orang yang menyukai juga mengagumi grup musik ini. Namun demikian, sebagai pengagum, saya berusaha untuk tidak mengabaikan semangat kritis. Di antaranya adalah apa yang akan saya tuangkan dalam catatan kecil ini. Sebagai penggemar yang tidak terlalu fanatik, saya hanya mengetahui sedikit dari banyak lagu karya Slank. Dan mungkin hanya sebatas pada lagu-lagu yang paling terkenal, atau dengan kata lain yang paling sering diputar oleh media. Secara umum saya menyukai-- setuju dengan, dan bahkan terkadang terinspirasi oleh--lagu-lagu karya Slank yang saya ketahui itu. Tapi, ada satu lagu yang mengusik benak. Lagu itu berjudul "Feodalisme (Warisan Kompeni)". Khusus yang satu ini saya tidak setuju. Kompeni adalah istilah untuk menyebut kolonial yang pernah menjajah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Kompeni mengacu pada perusahaan dagang (Compagnie). Kedatangan kompeni ini ke nusantara bertujuan mendapatkan rempah-rempah. Dan karena perdagangan rempah-rempah ini menghasilkan untung yang besar,  tujuan awal itu kemudian berkembang menjadi ambisi untuk memonopoli dan menjajah. Dalam usaha mencapai ambisinya, pihak kompeni melancarkan strategi yang dikenal sebagai 'politik belah bambu' (sebagian diangkat, bagian yang lain diinjak). Strategi ini tidak dibawa langsung dari negeri asalnya, Belanda, melainkan karena melihat keadaan yang memungkinkan. Banyak daerah yang didatangi kompeni terdapat persaingan perebutan daerah kekuasaan antar kerajaan setempat yang berlangsung sejak lama. Jadi, menurut saya, benih feodal itu sudah ada, kompeni datang hanya sebagai petani penggarap yang memberi pupuk penyubur, kemudian memetik hasilnya. Sudah lama saya tidak mengikuti perkembangan Slank, dan jarang sekali mendengarkan lagu-lagu karya Slank, mungkin sejak lebih-kurang 5 sampai 6 tahun sebelum tulisan ini ditulis. Lalu kemudian, di salah satu stasiun tivi, saya menyaksikan cuplikan lagu terbaru Slank. Sebagai grup musik yang konsisten menyuarakan lagu-lagu bertema sosial, Slank kemudian digandeng oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kemudian didaulat sebagai duta kampanye anti-korupsi. KPK meminta Slank membuat sebuah lagu bertemakan anti-korupsi yang akan dijadikan musik latar sebuah film berjudul "Tim Bui". Lagunya sendiri diberi judul "Punya Cinta". Lagi benak saya terusik. Di dalam lagu terbarunya Slank menyatakan bahwa penjahat, perampok, preman, dan pembunuh masih punya cinta, tapi koruptor tidak. Bagi saya, hal ini bukan hanya sekadar paradoks, melainkan mustahil. Karena untuk koruptor kita bisa saja mengaliaskan sebagai penjahat, perampok, preman, atau bahkan pembunuh. Jadi, menurut saya, semuanya identik. Jika identik, bagaimana mungkin yang satu punya sedang yang lain tidak; cinta? Terakhir, perlu saya sampaikan, hal-hal yang saya sebut di atas bukan dalam rangka membela kompeni dan koruptor. Catatan ini hanya sebagai usaha untuk tetap menjaga semangat kritis seorang pengagum. Dan untuk menjaga agar diri ini tidak terjebak dalam penilaian sempit sebagaimana pepatah di awal. Saya tak ingin menganggap seseorang selalu berbuat jahat hanya karena satu kesalahan kecil, dan melupakan semua kebaikannya. Sekian. Tabik! Ciputat, 19 Maret 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun