Sepotong roti kesedihan di piring kecil atas meja tersaji di awal pagi yang mulai gaduh tak ada tabur butiran meses luka hanya sedikir teroles margarin sepi dan selai sunyi.
Januari tak menjanjikan secangkir kopi yang manis bekas bibirmu, karena senja terburu-buru pergi. Segelas waktu beraroma hujan segera kuhabiskan. Ini tentang sunyi yang tak kunjung selesai.
Kalau saja derai detik tak mengalir lebih cepat aku ingin lebih lama lagi tinggal dalam ingatan kita yang kusebut kenang bergemuruh riuh di antara degup jantungku.
Mengeja wajah hujan di beranda depan tersisa gigil yang terselip di antara dedaunan. Kau dan sepotong senja yang yang pernah kita nikmati bersama derit pintu dan kaca jendela.
Mendung masuh saja murung, gemuruh mengumpulkan air mata yang sebentar lagi akan berjatuhan, berkejaran menunggu kupeluk. Ajari aku memeluk hujan agar luruh segala kepedihan. hidup serupa menunggu dan kehilangan. Aajari aku lebih tabah dari Januari yang selalu karib dengan genangan ingatan.
Langit atau awan? Sunyi atau sepi? Jendela kaca atau derit pintu? Kaca atau cermin? Senja atau petang?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI