Pemungutan liar (pungli) mungkin tampak seperti masalah sepele di mata sebagian orang. Namun, praktik ini menyusup halus ke dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, meninggalkan luka yang sulit disembuhkan. Di sudut kantor pelayanan publik, sering terlihat warga yang mengulurkan uang tambahan kepada petugas demi mempermudah pengurusan dokumen. Tatapan penuh harap dan senyuman petugas yang menerima uang itu seolah menjadi pemandangan biasa. Namun, di balik transaksi tersebut, ada ketidakadilan yang merugikan masyarakat kecil.
  Di jalan raya, pungli hadir dengan wajah yang lebih terbuka. Seorang pengendara motor yang dihentikan oknum petugas sering kali dipaksa membayar "denda" tanpa kwitansi untuk menghindari proses hukum. Meski tampak sederhana, praktik ini menanamkan rasa takut dan ketidakadilan yang mendalam. Mereka yang tidak mampu membayar diperlakukan dengan keras, sedangkan yang mampu bisa melenggang bebas.
  Pungli bukan hanya sekadar uang tambahan; ia adalah pengingat betapa rusaknya sebuah sistem. Untuk melawannya, masyarakat harus berani berkata tidak, sementara hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Dengan begitu, kita bisa mulai menghapus luka kecil ini sebelum menjadi semakin menganga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H