Mohon tunggu...
Imelda Dwiana
Imelda Dwiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

@imelda.fd

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Penistaan Agama: Ahok vs FPI

28 Juni 2024   12:45 Diperbarui: 28 Juni 2024   13:16 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://fahum.umsu.ac.id/

Basuki Tjahaja Purnama atau sering disebut Ahok telah terjerat kasus penistaan agama beberapa waktu yang lalu. Pasalnya, pidato singkat yang dilakukan Ahok di Kepulauan Seribu pada Kamis, 30 Oktober 2016 silam, dianggap menyinggung surat Al-Maidah ayat 51. Ahok mengatakan: "Jadi enggak usah pikiran 'Ah nanti kalau enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Karena dibohongin pakai surat Al-Maidah 51 macem-macem gitu lho (orang-orang tertawa-red). Itu hak bapak ibu, ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam hati nuraninya enggak bisa pilih Ahok, enggak suka sama Ahok nih," dikutip dari BBC News Indonesia, (17/12/2016).

Apabila dicermati, sebenarnya surat Al-Maidah ayat 51 sama sekali tidak berkaitan dengan masalah kepemimpinan non-muslim. Dari segi historis, ayat ini turun saat peperangan dengan orang kafir. Orang muslim saat itu dilarang meminta bantuan kepada pihak-pihak yang belum jelas komitmennya, apalagi meminta bantuan kepada orang kafir. Al-Thabari menafsirkan kata "para wali", yang ada dalam surat Al-Maidah ayat 51 sebagai teman dekat dan tidak menafsirkan dengan pemimpin pemerintahan (Shihab, 2021:117). Konklusinya, ayat ini tidak menerangkan tentang pertemanan dengan orang kafir saat situasi damai dan tidak pula dalam konteks pemilihan kepala pemerintahan.

Ahok menjelaskan, ketika ia mengatakan "dibohongin pake Al-Maidah 51", sebenarnya ia sedang berpolemik melawan orang-orang yang menyalahgunakan agama dengan tujuan politik. Para politikus yang tidak mau bersaing secara sehat, biasanya menggunakan ayat ini untuk menyerang orang yang tidak satu golongan dengannya. Hal ini terkesan adanya 'perang' identitas antarkelompok. Keragaman bangsa Indonenesia, dalam segi budaya, bahasa, dan agama, merupakan seni yang mempercantik gambaran negara Indonesia secara keseluruhan. Dalam suatu negara-bangsa, semua identitas dari kelompok yang berbeda-beda itu dilampaui, idealitas terpenting adalah identitas nasional (Beagir, 2011: 18). Identitas nasional negara kita adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang berkembang sejak zaman dulu yang dihimpun dalam 'Kesatuan Indonesia' dengan bingkai Pancasila dan roh Bhineka Tunggal Ika. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan alat yang dapat menyatukan keragaman bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pancasila sebagai dasar negara, diharapkan bisa menjadi alat pemersatu.

Lalu mengapa terjadi aksi demo unjukrasa?

Habib Riziq, salah satu tokoh Islam kanan, merasa adanya political distrust (ketidakpercayaan politik) terhadap Ahok. Penolakan terhadap Ahok ini didasari, sebab Ahok merupakan kaum minoritas, yaitu etnis Tionghoa dengan agama Kristen, sedangkan masyarakat DKI Jakarta yang mayoritas etnis Betawi dengan agama Islam. Hal ini menyebabkan adanya populisme Islam, dimana muncul pandangan bahwa mereka (orang Islam) secara keseluruhan sedang berhadapan dengan elite yang korup (Daniele Albertazzi dan Duncan Mc Donnell, 2008). Oleh karena itu, demo yang dilakukan pada saat itu, menjadi alat pemecah persatuan bangsa Indonesia. Padahal, sudah sangat jelas bahwa sila Persatuan Indonesia bertujuan untuk pengikat bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama.

Plato menyatakan bahwa bentuk pemerintahan yang baik itu ada tiga, yakni monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Namun, sebab adanya anomali, ketiganya bisa berubah menjadi pemerintahan yang buruk, yakni tirani, oligarki, dan anarki. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah demokrasi. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui suatu proses pemilihan yang bebas (Mirriam Budiardjo, 2008). Sedangkan, FPI (Front Pembela Islam) yang didirikan oleh Habib Riziq merupakan sebuah anomali yang ingin menciptakan bentuk pemerintahan yang oligarki. Gerakan FPI tersebut, sangat mengancam keberadaan pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, pemerintah secara resmi membubarkan FPI pada tanggal 30 Desember 2020, dikutip dari Kompas TV, (30/12/2020).

Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI 1945 (amandemen ketiga), menyebutkan bahwa "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Adanya undang-undang tersebut, bertujuan terciptanya kehidupan yang demokratis dan terlindungi hak asasi manusia serta kesejahteraan yang berkeadilan. Oleh karena itu, dalam kasus Ahok, jaksa menyebut dakwaan alternatif kedua terbukti sebagai penista agama. Hal ini, merujuk pada pasal 156 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Oleh karena itu, pada tanggal 9 Mei 2017 Ahok divonis 2 tahun penjara, dikutip dari Tirto.id (9/5/2017).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun