Fenomena selebtok atau Selebritis TikTok merupakan fenomena yang baru-baru saja ramai terjadai di Indonesia. Selebtok adalah sebutan bagi seseorang yang terkenal lewat aplikasi (media sosial) Tiktok, beberapa selebtok antara lain adalah Sisca Khol @siscakhol, Vania @vaniawinola, Nadya Khietna Putri @mieayamthebstt. Konsep selebtok serupa dengan selebgram yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat, yaitu seseorang yang menjadi terkenal melalui media sosial Instragram. Mayoritas dari creator yang menjadi terkenal dan menjadi selebtok menggunggah konten-konten mereka yang menampilkan kelebihan seperti kecantikan, kekayaan, dan juga kepintaran. Namun apakah fenomena selebtok ini memengaruhi kesehatan mental remaja, khususnya remaja perempuan?
TikTok merupakan salah satu media sosial yang tengah populer akhir-akhir ini, TikTok banyak digunakan untuk mengunggah video pendek dengan berbagai macam konten di dalamnya, mulai dari edukasi hingga komedi. Sayangnya melalui penelitian yang dilakukan oleh (Abdin, 2023) fenomena selebtok tersebut dapat memengaruhi tingkat kepercayaan diri sebesar 25,6% hal tersebut dapat terjadi dikarenakan banyak sekali remaja perempuan yang minder dengan selebtok. Merasa kurang cantik, kurang kaya, ataupun kurang pintar. Hal tersebut sangat memengaruhi kesehatan mental remaja (perempuan) penelitian mengatakan 90% remaja menggunakan media sosial siang dan malam hingga 37% kehilangan tidur karenanya (Sudrajat, 2020). Wajar jika remaja perempuan terus saja berorientasi terhadap selebtok dan akhirnya menciptakan standar tidak masuk akal yang menyiksa diri sendiri.
Menurut Afriani dkk, 2021 dalam (Mustaghfiroh, 2023) remaja perempuan adalah individu berusia 10-24 tahun yang sedang berada dalam fase perkembangan mengalami perubahan baik secara fisik, kognitif, sosial, emosional, dan termasuk juga kesehatan reproduksi. Remaja sudah tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak-anak namun belum cukup matang untuk dikatan dewasa. Permasalahan yang cukup kompleks dialami oleh seorang remaja perempuan, oleh karena itu remaja perempuan kesulitan mengatasi masalah krisis kepercayaan diri, juga mengalami hambatan dengan dirinya sendiri dengan lingkungannya (Mustaghfiroh, 2023).
Faktor-faktor diataslah yang membuat kecenderungan permasalahan kesehatan mental akan timbul pada remaja perempuan melalui fenomena selebtok ini. Selebtok yang terbiasa mengunggah kesempurnaan di media sosial dilihat oleh seorang individu yang belum matang sebagai sebuah acuan atau kiblat yang harus diikuti. Namun tentu saja, tidak semua orang akan dapat mengikuti life style seseorang di media sosial. Seperti contohnya Sisca Khol yang memamerkan kemewahan di media sosialnya, Vania yang menggunggah kehidupannya yang sempurna memiliki keluarga yang baik juga prestasi gemilang di sekolah, atau Nadya Khietna Putri (Una) dengan konten menggemaskannya dengan memamerkan tampang imut dan cantinya di media sosial.
Untuk mencapai apa yang telah dicapai oleh selebtok tersebut, kecenderungan remaja wanita akan mengalami gangguan kesehatan mental yang pertama adalah Kecemasan. Kecemasan yang dimaksud merupakan kecemasan yang bermula dari keinginan mengekspresikan diri dengan tidak realistis seperti ingin lebih cantik, ingin memiliki kulit yang putih dan bersih tanpa jerawat dan lain sebaginya, Gangguan kesehatan yang kedua, yang mungkin terjadi pada remaja perempuan adalah Depresi, merupakan dampak dari gagalnya meraih target/ ekspektasinya yang tidak realistis, seperti contohnya memiliki kulit mulus tidak bertekstur, tidak memiliki jerawat sama sekali, dan pori-pori wajah samar serta kulit putih seperti efek kamera. Hal-hal tersebut sejalan dengan pemaparan dampak negatif dan positif bermedia sosial menurut Amedie, 2015 dalam (Asriyanti Rosmalina, 2021), kecemasan, depresi, dan aktivitas kriminal.
Media sosial tidaklah buruk, fenomena selebtokpun tak selalu buruk, ada pula dampak positif yang bisa didapatkan penggunanya, namun semua itu bergantung pada kebijakan kita sebagai pengguna. Anak usia remaja yang cenderung belum dewasa secara emosional, kognitif, dan juga sosial berpotensi untuk mengalami permasalahan kesehatan mental melalui berbagai faktor, salah satunya adalah fenomena selebtok dan ekspektasi tidak realistis. Maka dibutuhkan dukungan dari lingkungan untuk memberikan pengarahan dan edukasi mengenai penggunaan media sosial. Baik di rumah maupun di sekolah, di sekolah seorang guru bimbingan dan konseling dapat membantu melalui layanan konseling kelompok ataupun perorangan, dengan tujuan memberikan pengarahan mengenai bijak mengolah apa yang ditampilkan di sosial media dan support untuk selalu percaya diri.
Artikel ini dibuat atas bimbingan dari Prof. Dr. Syamsu Yusuf, LN., M. Pd dan Ibu Nadia Aulia Nadhirah, M. Pd. Selalu Dosen Mata Kuliah Kesehatan Mental
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI