Mohon tunggu...
Imelda Marintan
Imelda Marintan Mohon Tunggu... -

Atmajaya FE, Akuntansi 2014

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Susi Pudjiastuti, Menteri Baru Kita yang 'Nyentrik'

5 November 2014   02:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:37 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Susunan Kabinet Kerja sudah diumumkan oleh Presiden Jokowi pada hari Minggu, 26 Oktober 2014. Makin banyak jabatan menteri dipercayakan pada para wanita dan ini membuat banyak orang bersuka cita. Dari deret menteri wanita, ada satu nama yang cukup nyentrik, baik dari penampilan dan gayanya, ibu Susi Pudjiastuti yang dipercaya menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Kehadiran wanita ini sempat menuai tanda tanya, karena beliau hanya mengantongi ijazah SMP. Namun jangan remehkan wanita ini hanya dari ijazah sekolahnya.

Di saat banyak orang ingin mengetahui sepak terjangnya, jurnalis senior Uni Lubis mendapatkan kesempatan bertemu Susi ketika sudah diangkat menjadi menteri. Bahkan, Uni mendapat pengakuan langsung dari Susi terkait kehidupan pribadinya yang mendapat sorotan publik.

Uni menuliskan kisah kontroversi Susi lewat laman pribadinya, Unilubis.com. Berikut sebagian kutipan ceritanya: ”Siapa yang ingin jadi orang tua tunggal? Siapa yang ingin gagal dalam kehidupan dua kali perkawinan?  Mengapa media lebih suka menyoroti kehidupan pribadi saya? Tato saya? Kebiasaan merokok? Saya pernah menikah dengan orang asing? Utang bank? Tahu nggak bahwa aset saya, pesawat-pesawat dan pabrik itu lebih besar nilainya? Rentetan pertanyaan itu meluncur dari bibir Susi Pudjiastuti, pagi tadi, begitu melihat saya muncul di pintu kamar istirahatnya. Mbak Susi, begitu saya biasa memanggilnya, merujuk kepada gencarnya pemberitaan media yang menguliti kehidupan pribadinya. Kebiasaannya merokok. Media memuat foto dan gambar Mbak Susi duduk bersimpuh di salah satu sudut halaman belakang Istana Merdeka usai pengumuman kabinet Kerja oleh Presiden Jokowi, Minggu sore (26/10). Menteri Susi duduk melepas lelah seraya melepas sepatu berhak . Nampak lelah. Dia mengisap sebatang rokok. Sontak, foto ini menjadi diskusi di saluran media sosial. Terjadi pro-kontra, apakah pantas seorang pejabat publik merokok di depan umum? Rabu pagi (29/10) pukul 07.00 wib, Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) di kabinet Presiden Joko Widodo itu tiba di kantor KKP, di kawasan depan Gambir, Jakarta. Dia menggunakan mobil menteri, sedan Toyota Camry dengan nomor polisi B 39. Saya menemuinya di ruangan tempat istirahat, di belakang ruang kerja Menteri di lantai 7 Gedung KKP. Tim perias dari sebuah salon terkemuka tengah memasangkan sanggul. Pukul 10.30 wib, Mbak Susi, menjalani acara serah terima jabatan dengan pendahulunya, politisi Partai Golkar, Sharif Cicip Sutardjo. Sebelum acara sertijab, pukul 8.00 wib dia menerima wawancara tim ANTV di ruangan tamu di lantai 7 gedung KKP. Pukul 09.00 wib Mbak Susi turun ke lobi. Puluhan wartawan sudah menunggu sejak pagi. Kru Metro TV memandunya untuk melakukan siaran langsung. Oh, ya, disela-sela dua wawancara TV dia menjalani sesi pemotretan resmi untuk dokumentasi kementerian. Mbak Susi harus berganti baju hingga tiga kali. Dia sempat mengaduk-aduk koper kecil mencari kerudung saat staf KKP memintanya berfoto dengan kerudung. “Tolong pinjamkan dari karyawan,” kata Bu Susi, demikian sebutannya di lingkungan KKP. Mbak Susi tak mau dipanggil “Ibu Menteri”. “Kalau dipanggil Ibu Menteri, saya nggak nengok. Nggak ngeh. Kalau Ibu Susi, pasti nengok,” ujarnya. Staf KKP menginformasikan bahwa dia juga harus menggunakan baju batik untuk sesi pemotretan terakhir. Mbak Susi membuka lemari, lagi-lagi membongkar koper. Nihil. “Duh, aku nggak punya baju batik,” keluhnya. Saya menggodanya, “perlu menelpon Obin?”. Dia menjawab, “eh, iya, kapan itu Obin janjian mau ketemu aku lho.” Obin adalah nama perancang terkemuka yang dikenal dengan tenun kualitas tinggi, termasuk batik. Sesi pemotretan dengan baju batik ditunda. Ketika menghadiri pelantikan sebagai menteri di kabinet Presiden Jokowi, Mbak Susi tampil feminin,menggunakan kebaya. Satu-satunya menteri perempuan yang berkebaya. Tujuh menteri perempuan lain menggunakan blus batik. Mbak Susi ke Istana ditemani Solichin GP, mantan Gubernur Jawa Barat. Sebelum masa pensiunnya, Mang Ihin, panggilan akrabnya, menjabat sekretaris pengendalian logistik dan pembangunan di kantor Presiden Soeharto. Ketika bersiap-siap menuju ke Istana, di ruang yang disewa Mbak Susi di Hotel Grand Hyatt, Mang Ihin sempat mengingatkan, “kamu itu jangan merokok. Saya tuh sudah perhatikan, orang yang merokok itu, matinya susah. Pake sakit.”   Mbak Susi tidak menjawab. Dia hanya tersenyum melihat Mang Ihin, sosok yang dianggapnya sebagai senior, kawan baik dan yang dituakan. Kata Mang Ihin, ”ketika Susi ini mulai merintis usahanya, dia sering saya marah-marahi. Tapi mungkin karena itu, dia malah jadi menteri. Dan saya sekarang mendapat kehormatan untuk mendampinginya ke istana.” Seorang teman saya berkomentar di Facebook, dia kesulitan menjawab pertanyaan anaknya yang baru berumur 10 tahun, ketika melihat berita TV soal Menteri Susi merokok. Saya sampaikan ini ke Mbak Susi. Tanggapan dia, “Smoke is not good. I’ve tried to quit. But not easy. I will try. But, I’ve asked media not to publish that picture.”   Mbak Susi menceritakan suasana sore itu, usai pengumuman kabinet Jokowi. Begitu Presiden meninggalkan lokasi dan mempersilahkan media mewawancarai menteri-menterinya, dia salah satu yang diserbu banyak wartawan. Sejak dua hari sebelumnya wartawan sudah memburu Mbak Susi setelah namanya muncul dalam daftar yang beredar di masyarakat. Diburu wartawan, meladeni pertanyaan itu melelahkan. Apalagi para menteri harus berada di istana dua-tiga jam sebelum pengumuman. Sejak dipanggil Jokowi, Kamis (23/10), jadwalnya kian padat. Mbak Susi harus menyiapkan perusahaan yang selama ini diurus detil, sebagai direktur utama, untuk diserahkan pengelolaannya ke orang lain yang dia percayai. Presiden meminta semua menterinya berkonsetrasi penuh untuk kerja, kerja, kerja. Susi segera melepas jabatan di perusahaan yang meliputi bisnis aviasi, perikanan, sekolah pilot dan survei udara. “Sore itu rasanya, ….saya ini nggak pernah mimpi menjadi menteri. Jadi, sesudah pengumuman di istana, after that big moment, saya cuma ingin sendiri. Saya cari tempat agak mojok, di sudut. Lelah, ingin merokok. Beberapa media mengikuti. Saya sudah minta media jangan diambil gambar dong. Saya nggak mau kasi contoh merokok. Just give me a break. Sebentar. Jangan dimuat ya. Eh dimuat. Rame kan. Media nakal-nakal ya? “ Susi melanjutkan, “mengapa yang dikorek-korek selalu masalah pribadi saya? Tolong disampaikan, media please help me, instead of bullying me. Help me to do my job.” Meski tak menamatkan pendidikan sekolah menengah atas, bahasa Inggris Mbak Susi bagus. Dia belajar bahasa asing dengan banyak membaca buku. Juga karena harus berkomunikasi dengan mantan suami yang warga negara asing, Daniel Kaiser.   Dari pernikahan dengan Daniel Kaiser yang kini tinggal di Swiss, Mbak Susi dikaruniai seorang putri, Nadine. Susi memiliki tiga anak dan satu cucu dari dua pernikahan. Daniel Kaiser mantan suaminya sengaja terbang dari Swiss untuk memberikan selamat kepada Mbak Susi yang diangkat menjadi menteri. Bagaimana reaksi anak-anak mengetahui Ibunya menjadi menteri? “My kids are proud to me. Cucu saya, si Arman, komentarnya, “Wow, Uti, you got a very significant job. Significant? Bayangkan Mbak Uni, anak umur delapan tahun menggunakan kata-kata yang sophisticated. Hebat nggak? ” tutur Mbak Susi. Matanya berbinar saat menceritakan anak dan cucu. Ibu Susi meraih banyak penghargaan, antara lain:
  • Pelopor Wisata dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat tahun 2004
  • Young Entrepreneur of the Year dari Ernst and Young Indonesia tahun 2005
  • Primaniyarta Award for Best Small & Medium Enterprise Exporter 2005 dari Presiden Republik Indonesia
  • Inspiring Woman 2005 dan Eagle Award 2006 dari Metro TV
  • Sofyan Ilyas Award dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun